Nama : Jhoni Pranata Purba
Tingkat/ Jur : III.B
M. Kuliah : Misiologi I
Dosen : Pdt. Sada Kata Gintings, M. Th
SEJARAH MISI KE
TANAH KARO SAMPAI PENJILAN KE DESA SALIT SIMALEM KECAMATAN TIGAPANAH
I.
Pendahuluan
Semua gereja di dunia ini adalah hasil dari misi atau
pekabaran Injil. Dan semua gereja memiliki latar belakang sehingga berdirinya
suatu persekutuan kudus di daerahnya. Misi pekabaran Injil sering dituliskan
dalam sebuah studi sejarah gereja. Begitu jugalah yang terjadi di Tanah Karo
semalem yang terletak di dataran tinggi Sumatra Utara. Tidak hanya di Tanah
Karo tetapi hasil dari pekabaran Injil juga sudah sampai kepada desa di Tanah
Karo oleh para pendeta setempat. Maka pada kesempatan ini saya akan mencoba
untuk memaparkan sejarah misi ke Tanah Karo dan GBKP sehingga sampai di Desa
SALIT SIMALEM Kec TIGAPANAH.
II.
Pembahasan
2.1.Letak
Geografis Tanah Karo
Kabupaten Karo
adalah salah satu Kabupaten di provinsi Sumatera Utara, Indonesia. ibu kota kabupaten ini terletak di Kabanjahe. Kabupaten ini memiliki luas wilayah
2.127,25 km2 dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 500.000
jiwa. Kabupaten ini berlokasi di dataran tinggi Karo, Bukit Barisan Sumatera
Utara. Terletak sejauh 77 km dari kota Medan , ibu kota Provinsi Sumatera Utara. Wilayah
Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi dengan ketinggian antara 600 sampai
1.400 meter di atas permukaan laut. Karena berada diketinggian tersebut, Tanah
Karo Simalem, nama lain dari kabupaten ini mempunyai iklim yang sejuk dengan
suhu berkisar antara 16 sampai 17° C.
Di dataran tinggi Karo ini bisa
ditemukan indahnya nuansa alam pegunungan dengan udara yang sejuk dan berciri
khas daerah buah dan sayur. Di daerah ini juga bisa kita nikmati keindahan
Gunung berapi Sibayak dan berlokasi di atas ketinggian 2.172 meter dari
permukaan laut. Arti kata Sibayak adalah Raja. Berarti Gunung Sibayak adalah Gunung Raja menurut pengertian
nenek moyang suku Karo.
NZG yaitu sebuah misi yang dilakukan di tanah Batak Karo.Suku
Karo waktu Injil masuk dibagi dalam lima kerajaan yaitu Lingga, Sarinembah,
Barus Jahe, Suka, Kutabuluh, dan dalam lima rumpun marga Karo. Yaitu
Per-angin-angin, Karo-karo, Ginting, Sembiring dan Tarigan. Dalam bidang
kepercayaan, suku Karo kenal beberapa macam begu (yaitu tendinya (rohnya orang
meninggal), makhluk-makhluk halus (umang dan jangak), kekuatan sakti dari jimat
(tangkal, tunggal panaluan) dan mantra-mantra (tabas). Pada zaman ini suku Karo
banyak mengikuti acara ritual seperti: minta hari hujan, memberikan persembahan
ke air, bertanya soal hari baik, berdukun, penjaga rumah oleh begu ganjang,
buat tangkal untuk diri sendiri, dan pelaris. Sebagai catatan terakhir
perlu di sebut bahwa dalam masyarakat
Karo asli, kedudukan wanita jauh lebih rendah dari laki-laki, dan seorang istri
harus bekerja keras, tidak hanya melayani suaminya tetapi juga di ladang dan
sawah. Demikianlah situasi Injil dan pemerintah Belanda masuk ke Tanah Tinggi
Karo pada permulaan abad ke-20[1]
2.2.NZG (Lembaga
Misi Belanda)
Zending adalah suatu gerakan
kekristenan yang sebagian besar berlangsung dalam lingkungan kecil dan yang
hina. Lahirnya bukan dari suatu pandangan luas melainkan dari iman yang
sederhana dari cinta kasih terhadapsesama
manusia dan pengenalan akan Kristus.
Hal-hal ini dalam kesederhanaanya telah mengemban dan melahirkan satu pekerjaan
yang meliputi seluruh dunia.Badan zending RMG dan NZG adalah buah dari olah
pikir dari sederhana.Sejarah lahirnya badan zending ini tidak terlepas dari
berbagai pergumulan dan konteks dimana iman dan penginjilan berada pada aras
pembaharuan. NZG adalah suatu lembaga zendeling yang dipanggil oleh Tuhan untuk
melakukan pekerjaan pekabaran injil, NZG didirikan oleh sekelompok orang pada
tahun 1797 di Kota perdagangan Roterdam. Mereka di dorong oleh
kejadian-kejadian di Inggris (baptis missionary society 1792, London
missionaries society 1795) dan oleh contoh orang Herrnhut di Nederland sendiri
yang telah mendirikan lembaga PI pada tahun 1793.
Wawasan teologi NZG di dominasi
oleh corak teologi yang heterogen (tidak
seragam) ada yang menganut tradisi ortodok, ada yang memilihara hubungan jemaat
Herrnhut atau dengan revival di Inggris ada pula yang sedikit banyak adalah
mengalami pengaruh pencerahan.[2]Mereka
sanggup bertindak bersama karena mereka mementingkan pengalaman iman Kristen
dalam kasih dan kesaksian.Keanggotaan NZG terbuka bagi warga gereja-gereja
lain. Cukuplah kalau baik anggota maupun utusan NZG berpegang pada PL dan PB
sebagai dasar dari mana diperoleh pengetahuan akan kebenaran dan sebagai
satu-satunya aturan untuk iman dan jalan hidup, serta pada ke-12 pasal Iman
Kristen tulisan pada materai NZG berbunyi “ Damai oleh Darah Salib”. Hanya
dengan ada pembatasan itu, NZG bisa menarik anggota dari berbagai gereja.Pandangan
mereka boleh berbeda-beda, tetapi mereka dipersatukan oleh tujuan bersama,
yaitu pekabaran Injil kepada orang-orang kafir.Namun, di kemudian hari ternyata
kesatuan yang demikian tidak cukup kokoh.
Badan Zending ini terdiri dari
beberapa jenis anggota.Ada anggota biasa dan anggota pekerja dan juga anggota
pengurus yang dipilih dari anggota pekerja.Badan Zending inidalam proses
perkembangannya mengalami dinamika perubahan. Bagian sejarah Zending yang
hendak diuraikan dalam karya ini berlangsng dari masa menjelang tahun
1900-1942.Yang menjadikan Zending sebagai tugas gereja sendiri yang terjadi di
negeri Belanda.Berbagai peristiwa yang terjadi di Belanda membuka zaman baru
bagi Zending.Sejarah kolonial pada masa itu di tandai dengan munculnya
pendapat-pendapat baru mengenai tugas kolonial negeri Belanda. Maka sejarah
Zending tidak terkait lagi dengan sejarah gereja Belanda dalam arti bahwa
pertikaian antara gereja dan antar aliran dalam gereja Belanda tidak lagi
menentukan hal Ikwal sejarah
Zending.Perhatian mulai ditujukan kepada sudut pandang Hindia-Belanda.Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa sejarah kebijaksanaan Zending lebih ditentukan
oleh kebijaksanaan zending itu sendiri.[3]
2.3.Latar Belakang
Misi di Tanah Karo
Usaha Pegabaran Injil (PI) di prakarsai seorang
anggota jemaat itulah J. Th. Cremer mantan Direktur Maskapai Deli (1873-1884)
yang menjadi anggota parlemen Belanda rendah pada waktu itu.Cremer mengetahui
banyak tentang suku Karo, terutama dari peristiwa “perang sunggal” tahun
1972-1885.Banyak orang Karo, tidak ketinggalan dari gunung ikut terlibat
menentang pengembangan perkebunan tembakau.Jadi dapat dikatakan bahwa permulaan
usaha PI ke daerah Karo, bukannya muncul karena sesuatu tugas rohani.Usaha itu
dimulai oleh karena permohonan J. Th. Cremers, seorang pemimpin perkebunan yang
telah dibuka di daerah Sumatera Timur.Beliau berpendapat, bahwa jalan yang
paling baik supaya penduduk asli di daerah ini jangan menentang dan menganggu
usaha perkebunan, ialah mengabarkan Injil dan meng-kristen-kan mereka
itu.Perkebunan benar-benar pusing menghadapai tantangan dari masyarakat
Karo.Pada malam hari masyarakat Karo membakar kebun tembakau mereka, lalu pada
siang hari mereka bekerja untuk jadi mata-mata. Banyak sekali kerugian bagi
perkebunan, dari keadaan ini Cremer
meminta Nederlands Zendelingenootschap (NZG) untuk membuka penginjilan di
daerah Sumatera Timur, dengan biaya yang di bebankan kepada maskapai itu.
Permintaan itu dan perjanjian itu diterima oleh NZG dan dilaksanakan sampai
dengan 1930.[4]
Agar kita dapat menatap perjalanan sejarah PI di
tengah-tengan suku Karo, jadi uraian dibagi menjadi 4 sejarah yaitu:
a. Fase
Penanaman tahun 1890-1900
Tanggal 18 April 1890, tibalah PI yang pertama yakni
H.C. Kruyt dari Tomohon (Minahasa). Tahun berikutnya dia menjemput
sebagai pembantunya empat orang guru Injil, yaitu: B. Wenas, J.
Pinotoan, R. Tampenawas dan H. Pesik. Mereka tinggal di kampung Buluhawar di
daerah Deli Hulu.Situasi politik di sini tidak membawa keuntungan bagi PI. Di
dalam hati orang Karomarah kepada
pemerintahan Belanda yang mengambil tanah yang sudah diusahakan untuk dijadikan
perkebunan tembakau. Apa pun yang dilakukan Zending dianggap suku Karo
penyebaran agama Belanda, agama penjajah. Kedatangan PI menjadi ancaman kepada
warisan politik dan kebudayaan Karo.Bila membicarakan karena Yesus Kristus ini
juga menjadi tantangan bagi suku Karo karena nilai-nilai kepercayaan mereka
tentang begu dari nenek moyang dulu yang telah mendarah daging bagi masyarakat
Karo.H. C. Kruyt memulai misinya dengan menggunakan percakapan dan pendekatan
terhadap suku Karo dalam setiap kehidupan mereka.Dia belajar bahasa Karo,
budaya Karo dan kepercayaan suku Karo.Dibuka Cremer poliklinik di rumah
Pendeta, dibuat hubungan baik kepada penghulu kampung dan dibuka sekolah dan
mengutus 4 orang guru dari minahasa.Pertolongan dari 4 guru ini yaitu B. Wenas,
J. Pinotoan, R. Tampenawas dan H. Pesik bantuan dari ke empat guru ini membuka
sekolah yang banyak memberikan keuntungan, diluar dari PI, mereka melakukan
pendekatan dengan cara datang kerumah-rumah, ke ladang-ladang penduduk, ke
Jambur dan ke tempat pertemuan suku Karo.
Dua tahun kemudian H.C.Kruyt, yang pulang ke negerinya tanpa
membaptiskan seorangpun dari suku Karo,
diganti oleh Pendeta J.K Wijngaarden.
Tetapi karena di serang penyakit dysentri, pendeta
itu meninggal pada tanggal 21-9-1894 dan dikuburkan Jl. Pemuda, Medan. Pendeta
inilah yang melakukan pembaptisan pertama terhadap beberapa orang dari suku
Karo, pada tanggal 20-8-1893, sebanyak 6 orang, yakni: Sampe, Ngurupi (istri
Sampe), Pengharapen dan Nuh (Anak Sampe), dan Tala dan Tabar (saudara Sampe).
Sebelum di gantikan yang meneruskan pelayanan adalah Nora Sue ini adalah permintaan oleh Pendeta Wijngaardensebelum
suami Nora Sue untuk menggantikan melayani.
Setelah itu digantikan oleh oleh
Pendeta Joustra, yang menterjemahkan 104 ceritera Alkitab dari PL dan PB ke
dalam bahasa Karo. Semakin kelihatan hasil dari pelayanan, pada tanggal 6
Desember 1896 di baptis 3 orang.Dan di dalam catatan pada tahun 1900 ada 25
orang Kristen yang telah di baptis.[5]
b. Masa
Pengembangan 1900-1940
Kedatangan pendeta J.H. Neumen (1900-1942), Pdt. Van
den Berg (1903-1935.Dan G. Smith (1905-1921) ahli pendidikan. Alkitab di terjemahkan ke dalam bahasa Karo,
di banguan Rumah Sakit, di buat sekolah-sekolah, di buat bimbingan pertanian
untuk bercocok tanam sayur-sayuran dan bunga-bunga di dataran tinggi, seperti
kelapa, pisang dan buah pinang di dataran rendah. Untuk mempromosikan hasil dari pertanian di
buat “ Tiga” yaitu pasar di tanah Karo senin: Tiga Kabenjahe, Selasa: Tiga
Binanga, Rabu: Tiga Kerenda/ Sardolok, Kamis: Tiganderket, Jumat: Tiga
Sibolangit, Sabtu: Tiga Berastagi. Adat istiadat, kamus bahasa Karo di susun,
dan kepercayaan dulu di terangi oleh Firman Tuhan.
c. Fase
Krisis dalam permasalahan (1941-1965)
Gereja berkembang dan masa paling sulit pada saat
penduduk Jepang dan perjuangan kemerdekaan.Jemaat GBKP mengalami tindakan
kekerasan di jaman tersebut, tetapi orang Kristen cukup setia di dalam
mempertahankan imannya, berserah kepada Tuhan.Jepang melakukan tindakan dengan
cara:
1. Membuat
semua golongan intelektual Indonesia dengan tujuan agar dengan mudah menguasai
rakyat Indonesia.
2. Orang
Kristen umunya dicurigai dan di fitnah selaku tangan kaki belanda karena pada
masa itu banyak tulisan dalam bahasa Belanda, sehinga mudah untuk di tuduh
sebagai kaki tangan Belanda.
3. Adanya
larangan berkumpul dan berapat yang juga di kenakan kepada perhimpunan ibadah
orang Kristen.
4. Melarang
adanya kegiatan-kegiatan PI di daerah-daerah.
5. Tindakan
menindas dan mematikan gereja terasa dalam berbagai bentuk.
6. Pergumulan
teologi yang dirasakan umat Kristen.
7. Pengetahuan
sekolah dimana waktu itu sekolah-sekolah Kristen di ambil alih dan dijadikan
sekolah negeri, pengajaran agama dan kebaktian di sekolah dilarang.
d. Fase
peningkatan, Pemantapan dan pengabdian.
Terjadi pembaptisan masal karena peristiwa G 30 S PKI
dan disusul jatuhnya orde lama, yang membuat pemerintah agar setiap orang harus
memiliki agama sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.Oleh sebab perintah
pemerintah ini, banyak suku Karo kembali ke GBKP.GBKP di pilih oleh pemerintah
mengingat pelayanan dari sekolah dan pelayanan sosialnya.Dari sini tugas untuk
PI semakin berkembang, yang sudah menjadi Kristen dan gereja di GBKP mengajak
saudarnya lagi.Adat istiadat di pakai jadi alat untuk PI disini perkembangan
jemaat di GBKP sangat pesat.[6]
2.4. Metode Misi NZG
di Tanah Karo
Pada tanggal 20 Maret 1602 Perusahaan Belanda yang
memiliki monopolo pemerintahan Belanda berbentuk VOC atau disebut juga kongsi
dagang Hindia Timur dan sering disebut Kedatangan Pdt. J.H Neumen pada tahun
1900 membawa pengharapan dan lembaran baru bagi sejarah PI di daerah Karo. Dia
membuka dan tinggal di pos PI yang baru di Sibolangit.Beliau inilah yang
menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Karo, dan juga mengarang beberapa buku
kerohanian dalam bahasa Karo.Bukan saja dalam lapangan kerohanian, tetapi juga
dalam bidang kesehatan, pertanian, perdagangan dan pendidikan beliau ini sangat
menonjol sekali.Pada tahun 1903 telah datang pula Pdt. E.J. van den Berg yang
kemudian pada tahun 1905 menetap di kabanjahe.Kedua mereka ini merupakan teman
sekerja yang baik sekali, merekalah yang telah membuka Rumah Sakit Zending di
Sibolangit dan di Kabenjahe, yaitu Rumah Sakit umum sekarang ini. Dengan
bekerjasama dengan pihak Pemerintah, Pdt. E.J.v.d Berg telah membuka LeprosasiLausimomo, dan Pdt. Neumen
aktif dalam pembukaan di daerah Deli Hulu. Berkat yang dilimpahkan Tuhan
melalui mereka ini, ditambah lagi dengan kedatangan Tuan G. Smith pada tahun
1906.Di bawah pimpinannya dibuka pula Kweekschool
di Berastagi, yang kemudian dipindahkan ke Raya.Kweekschool di mulai tahun
1906 dengan maksud mendidik guru-guru sekolah yang bisa menggunakan sekolah
sebagai landasan untuk mengabarkan Injil.[7]Tetapi
rupanya anak-anak Karo tidak mau bersekolah secara teratur; mereka lebih suka
bebas. Tujuan dari sekolah Guru itu ialah agar semua sekolah dipegang oleh
Zending sehingga melalui sekolah-sekolah itu agama Kristen dapat disebarkan.
Juga pihak perkebunan merasa kalau orang Karo dididik dan di Kristenkan, maka
gangguan mereka terhadap perkebunan dapat dihindarkan.Dan pemerintahan Belanda
juga memerlukan pegawai.Oleh karena itu perkebunan bersedia membiayai semua
sekolah, dan sekolah guru itu juga.Tetapi rencana itu gagal, dan sekolah guru
ditutuppada tahun 1920, sekolah ini terpaksa ditutup.[8]Pada
waktu itu pulalah museum Karo didirikan disana.Kedua orang ini dalam
melaksanakan PI di tanah Karo tidak
kelihatan aliran teologis tertentu, mereka menekankan di dalam
khotbah-khotbahnya dan pengajaran agar orang Karo meninggalkan kepercayan
kafir, meneriman Yesus Kristus, dan hidup sesuai dengan 10 hukum, sehingga
kehidupan mereka kelihatan jelas sebagai orang Kristen yang jauh berbeda dari
cara hidup kafir. Kepercayaan Kristen lain sekali dari kepercayaan kafir. Orang
yang menerima Yesus Kristus harus keluar dari masyarakat Karo yang kafir dan
masuk persektuan Kristen-Gereja dimana kehidupan mereka diawasi benar-benar,
siasat Gereja dijalankan secara keras sekali, tetapi secara legalistis.Dengan
demikian perbedaan antara anak-anak terang dan anaka-naka kegelapan amat
menonjol.Dan rupanya pemisahan yang tajam dan keras ini merupakan salah satu
sebab yang utama mengapa Gereja Karo bertumbuh agak pelan selama limapuluh
tahun pertama.Pengakuan Iman rasuli dipergunakan dalam kebaktian, bersama
dengan dengan 10 hukum dan Doa Bapa Kami.dalam pengajaran buku 104 ceritera
Alkitab dan katekismus pendek dipergunakan, tetapi terutama dengan metode hafal
saja. Jadi bagi para utusan Injil pada waktu itu, kesaksian cara hidup lebih
menonjol dan dipentingkan dari pengertian dan pengajaran theologis.[9]Setelah
menggambarkan dan membahs latar belakang gereja Karo untuk memahami dari mana
datangnya dan bagaimana, serta mengapa GBKP berkembang sampai sekarang.
2.5. Sejarah Masuknya
Injil ke Desa Salit
2.5.1.
Sejarah
Berdirinya GBKP di Desa Salit
Sejarah masuknya Injil ke desa Salit didasari oleh
kasih karunia yang datangnya dari Allah. Berdirinya gereja GBKP Salit pada
tanggal 01 Oktober 1972. Yang membawa injil ke desa Salit adalah seorang guru
agama bernama NAIMEN SEMBIRING dalam jemaat pemula dan di rumah saudara NDRUMI
PURBA atau disebut (BP. Cole).
Yang menjadi jemaat pertama ada 6 (enam) rumah
tangga tetapi semua sudah dibaptis. Nama-namanya ialah
·
Sampang Tarigan (Satu keluarga)
·
Turin Tarigan (Satu Keluarga)
·
Ganin Perangin-angin (Satu Keluarga)
·
Ndrumi Purba (Satu Keluarga)
·
Ngerti Tarigan (Satu Keluarga)
·
Nampe Sembiring (Sada Keluarga)
Pada tahun 1973 dilakukanlah baptisan yang pertama,
namun ada jemaat yang berasal dari desa Kuta-Kepar yang bersedia ikut menjadi
jemaat di jemaat Salit. Nama-nama yang berasal dari desa Kuta Kepar yang ikut
dibaptis adalah
1) Likas
Purba (Sada Jabu)
2) Riahta
br Karo
3) Mahdalena
Ginting
Yang melakukan pembaptisan pada saat itu adalah
Pendeta Ngutip. Namun di dalam jemaat belum ada penatua/Diaken untuk melayani
jemaat, maka pada tahun 1974 ditahbiskanlah PT. Ngerti Tarigan di Runggun GBKP
Suka, untuk bertugas mengembalakan jemaat-jemaat bersama dengan guru agama
NEIMEN SEMBIRING dari GBKP Suka. Kemudian dilakukanlah katekisasi di Salit
begitu juga di kutakepar, yang mengikuti pelajaran Katekisasi ada berjumlah 12
keluarga. Beginilah pemula Injil masuk ke desa Salit dan ibadah dilakukan di
rumah Bp. Cole, atau di gilingan padi Ngerti Tarigan.
2.5.2.
Perkembangan
GBKP Desa Salit
Pada tahun 1977 dilakukakan lah baptisan yang kedua,
yang dilakukan di SD Inpres Kuta Kepar-Salit. Yang melakukukan baptisan ini
dibawa oleh Pdt. Ngutip Surbakti anggota jemaat yang dibaptis yaitu 12 keluarga
dan baptisan ini dilakukan di rumah Pt. Ngerti Tarigan. Keluarga yang dibaptis
dari desa Salit adalah:
1) Suara
Purba
2) Jamta
Purba
3) Aman
Ginting
4) Mimpin
Sembiring
5) Marim
sembiring
Kebaktian tiap Minggu tetap dilakukan di SD Inpres
Kuta Kepar-Salit. Namun semakin hari semakin banyak jemaat di Salit dan begitu
juga di Kuta Kepar kemudian ditambahi lah tenaga Penatua/Diaken supaya dapat
membina jemaat adapun Penatua dan Diaken yang terpilih adalah:
1) Dk.
Turin Tarigan (Salit)
2) Dk.
Suara Purba (Salit)
3) Pt.
Ngerti Tarigan (Salit)
4) Pt.
Tengan Purba (Kuta Kepar)
Semua Penatua/Diaken ini ditahbiskan pada tahun
1979. Karena anugerah Allah dan penyertaan Allah dalam setiap pekerjaan yang
melayani gereja maka semakin hari semakin banyak lah jumlah jemaat gereja. Pada
tahun 1980 dilakukan juga katekisasi yang dibawakan oleh Guru Agama Tima
Ginting dan Pt Ngerti Tarigan dan yang melakukan pembaptisan yaitu Pdt Ngutip
Surbakti.
Demikianlah perkembangan Jemaat GBKP Salit dan Kuta
Kepar pada tahun-tahun pemula, dan perkembangan seterusnya maka kita
mengeetahui bahwa jemaat semakin bertumbuh, itu semua karna Tuhan yang bekerja,
jemaat di Salit terus berkembang dan jemaat di Kuta kepar pun semakin
berkembang dan ditambahi juga tenaga pelayang yaitu Penatua dan Diaken
2.5.3.
KEGIATAN
YANG TERLAKSANA
2.5.3.1.Pembanguna Gedung
Gereja
Dalam kasih karunia Tuhan yang melimpah yang membawa
jemaat semakin hari semakin bertambah di Salit dan Kuta kepar. Maka muncul niat
jemaat Salit untuk mendirikan bangunan Gereja, maka dilakukanlah musyawarah
dalam hal mengupayakan dana supaya pembangunan gereja ini dapat terlaksana.
Maka kesepakatan yang diambil bahwa di ladang Pt. Tengan Purba menjadi tempat
akan didirikan gereja. Dan pada Tanggal 03 Maret 1981 di tanah itu dilakukanlah
pesta pengumpulan dana (lelang-lelang), untuk membantu pengumpulan dana.
Setelah dana diperoleh maka didirikanlah gereja, dan dilakukan gotong-royong
setiap kali pulang ibadah pada hari Minggu. Yang melayani jemaat pada saat itu
adalah Pdt. Thomas Lebe Sembiring dan dibantu Jemmaat Desa Suka.
Ibas tahun 1982 dilakukan baptisan di perpulunen
GBKP Salit-Kutakepar, yang mengikuti sebanyak 40 orang orang yang mengajarinya
adalah:
o Pt.
Ngeri Tarigan
o Dk.
Turin Tarigan
o Dk.
Suara Purba
Yang melakukan pembaptisan pada saat itu adalah Pdt.
Naksir Ginting Suka di SD Inpres Kuta kepar-Salit. Setelah itulah kegiatan
gotong-royong untuk membangun gereja berlanjut dan yang menjadi panitia
pembangunan gereja adalah:
Ketua :
Marim Sembiring
Sektretaris : Mekat Barus
Bendehara : Bangsal Ginting
Dana yang diperoleh dari pengumpulan dana ini
(lelang-lelang) yang pertama diambil dari hasil menanam jagung jemaat
Salit-Kutakepar. Gereja dibangun dengan ukuran 8 x 12 m. Setelah didirikan
gereja ini, masih ada kekurangan yang perlu dibenahi yaitu belum ada dinding
gereja. Namun demikian dilakukan lah kebaktian di gereja yang belum memiliki
dingding itu, namun tumbuhlah semangat dalam jemaat untuk menguasahakan dana
lebih banyak lagi untuk menyelkesaikan pembangunan gereja ini. maka diambillah
kesepakatan membawa barang-barang hasil dari ladang dan pekerjaan tanggan ke
Medan dan dijual lah barang-barang ini kepada jemaat di GBKP Pasar II begitu
juga kepada jemaat Pasar VII Medan. Adapun yang dibawa seperti Markisa, Cipera
dan ayam. Setelah dana terkumpul maka didingdinglah geraja GBKP Kuta
kepar-Salit.
2.5.3.2.PEMEKARAN JEMAAT
Pada tahun 1996 dilakukanlah pemekaran jemaat di
tengah-tengah perpulungan, dimana anggota yang dari desa Kuta-kepar memiliki
keinginan membangun gereja di Kuta Kepar dan anggota jemaat yang dari Salit
juga memiliki cita-cita demikian.gedung gereja di Kuta-Kepar yang lebih dulu
berdiri dan pengumpulan dana dilakukan dengan lelang-lelang.
Tanggal 12 Oktober 1997 dilakukan peletakan batu
pertama dan pengumpulan dana untuk membangun gedung gereja di GBKP Salit.
Setelah ada dana yang diperoleh maka didirikanlah gereja dngan ukuran 12 x 40
m. Dan pada tahun 1998 kebaktian Minggu dilakukan di gedung yang baru dibangun
(sebelum bangunan itu selesai maka kebaktian dilakukan di KUD Salit). Setelah mekar, maka jemaat dibuat menjadi dua
nama yaitu jemaat GBKP Kuta Kepar dan Jemaat GBKP Salit, Runggun Suka Klasis
Kabanjahe-Tigapanah, karena terjadi pemekaran klasis maka Runggun Suka masuk
kedalam Klasis Kabanjahe-Tigapanah.
2.5.3.3.PEMEKARAN MENJADI SATU
RUNGGUN
Di tahun 2002 diusulkan jemaat Salit menjadi satu
Runggun (resot) karena jemaat sudah lebih dari 200 orang. Jadi setelah
dilakukan sidang di Runggun GBKP Suka, permintaan menjadi Runggun diterima dan
diteruskan ke tingkat Klasis.
Pada sidang Klasis Kabanjahe-Tigapanah di desa
Sukanalu tanggal 21 Februari 2004 jemaat Salit diusulkan menjadi suatu Runggun,
dan diterima menjadi calon Runggun. Tanggal 12 Juni 2004 sidang Klasis
dilakukan di jemaat salit dan diterima
menjadi suatu Runggun yang baru.
Runggun Salit telah memiliki gedung geraja ukuran 8
x 15 m permanen, perpulungen Jabu-jabu ada 3 sektor. Penatua/Diaken yang
melayani jemaat ada 8 orang ditambah 2 orang Emeritus. Namun gedung gereja
belum belum selesai seutuhnya seperti yang telah digambarkan di gambar.
Perkembangan gereja Salit juga diikuti oleh lahirnya
penginjil dari desa ini . Dan ada
masuk Teologi yaitu:
1. Pdt
Natanael Tarigan S.Th
2. Ev.
Iskandar Purba (sekarang sudah Pendeta)
3. Pdt.
Ester Blandina Purba S.Th
4. Pdt.
Enda Ulin Tarigan S.Th
Dan semakin hari maka jemaat GBKP salit semakin
mandiri dan hamba Tuhan terus bertambah dari Salit dan pembangunan gereja terus
dilakukan dalam bertahap-tahap hal ini semua karena berkat dan anugerah yang
besar dari Allah sehingga GBKP salit sampai Hari ini masi berdiri dengan baik.
2.5.4.
PENATUA/DIAKEN
YANG MELAYANI JEMAAT SALIT TIAP-TIAP PERIODE
1. Periode
tahun 1974-1979
Penatua/Diaken
yang melayani Jemaat adalahh: Pt. Ngerti Tarigan
2. Periode
tahun 1979-1984
Penatua/Diaken
yang terpilih dan ditahbiskan yaitu:
a. Pt.
Ngerti Tarigan (Salit)
b. Dk.
Suara Purba (Salit)
c. Dk.
Turin Tarigan (Salit)
d. Pt.
Tengan Purba (Kuta
Kepar)
3. Periode
Tahun 1984-1989
Penatua/Diaken
yang terpilih adalah:
a. Pt.
Ngerti Tarigan (Salit)
b. Dk.
Suara Purba (Salit)
c. Dk.
Turin Tarigan (Salit)
d. Pt.
Tengan Purba (Kuta
Kepar)
e. Pt.
Serasi Sembiring (Kuta
Kepar)
f. Pt.
Merkat Br Karo (Kuta
Kepar)
g. Pt.
Jujuren Sembiring (Kuta
Kepar)
4. Periode
tahun 1989-1994
Penatua/Diaken
Yang terpilih yaitu:
a. Pt.
Ngerti Tarigan (Salit)
b. Dk.
Suara Purba (Salit)
c. Pt.
Turin Tarigan (Salit)
d. Pt.
Tengan Purba (Kuta
Kepar)
e. Pt.
Serasi Sembiring (Kuta
Kepar)
f. Pt.
Merkat Br Karo (Kuta
Kepar)
g. Pt.
Jujuren Sembiring (Kuta
Kepar)
5. Periode
tahun 1994-1999 (Pemekaran)
Penatua/Diaken
siterpilih adalah:
a. Pt.
Ngerti Tarigan (Salit)
b. Dk.
Suara Purba (Salit)
c. Pt.
Turin Tarigan (Salit)
d. Dk.
Suman Purba (Salit)
e. Pt.
Arnel Ginting (Salit)
f. Pt.
Tengan Purba (Kuta
Kepar)
g. Pt.
Serasi Sembiring (Kuta
Kepar)
h. Pt.
Merkat Br Karo (Kuta
Kepar)
i.
Pt. Ganin
Perangin-angin (Kuta Kepar)
6. Periode
Tahun 1999-2004 (Khusus perpulungen Salit)
Penatua/Diaken
yang Terpilih:
a. Pt.
Ngerti Tarigan (Salit)
Diterima menjadi
Penatua emiritus
b. Dk.
Suara Purba (Salit)
c. Pt.
Turin Tarigan (Salit)
d. Dk.
Suman Purba (Salit)
e. Dk.
Arnel Ginting (Salit)
f. Pt.
Merkat Br Karo (Salit)
7. Periode
Tahun 2004-2009 (Pemekaran Menjadi Runggun)
Penatua/Diaken
yang Terpilih:
a. Pt.
Suara Purba
b. Dk.
Suman Purba
c. Dk.
Arnel Ginting
d. Pt.
Merkat Br Karo
e. Pt.
Junaidi Sembiring
f. Dk.
Nursianna Br Tarigan
g. Pt.
Malem br Karo
h. Pt.
Em. Turin Tarigan (diterima menjadi Emiretus)
i.
Pt.Em.Ngerti Tarigan.
2.5.5.
BIOGRAFI
(BUNGA RAMPAI) PENATUA/DIAKEN EMERITUS YANG MELAYANI RUNGGUN SALIT
1. Pt.
Em. Ngerti Tarigan
2. Pt.
Em. Turin Tarigan
3. Pt.
Suara Purba
4. Pt.
Merkat br Karo
5. Pt.
Suman Purba
6. Dk.
Arnel Ginting
7. Pt.
Malen br Karo
8. Pt.
Rosali br Sitepu
9. Dk.
Nursiana br Tarigan
10. Dk.
Junedi Sembiring
III.
Kesimpulan
Jadi kesimpulan
yang dapat kita ambil adalah bahwa injil masuk ke Tanah Karo melalui usaha misi
yang dilakukan oleh Lembaga misi Belanda yaitu NZG serta tidak ketinggalan
dengan para zendeling yang bekerja dengan jerih payah dalam mengembangkan usaha
pekabaran injil di Tanah Karo. Namun tantangan juga kerap sekali menghalangi
zending untuk melakukan penginjilan, seperti pendekatan dengan kepala suku dan
kebijakan kolonial. Namun seiring denga berjalannya waktu ternyata buah dari
pekabaran Injil tersebut menghasilkan satu gereja yang mandiri yaitu gereja
GBKP (Gereja Batak Karo Protestan). Setelah kemandirian gereja maka
perkembangan gereja dilanjutkan dengan segera untuk dapat membawa orang Karo
mengenal keselamatan. Akhirnya Injil juga sampai ke Desa Salit yang terletak di
Kecamatan Tiga-Panah, Kabupaten Karo. Latar belakang berdirinyaa gereja GBKP
Salit adalah penginjilan yang dilakukan oleh Naimer Sembiring kepada orang Desa
Salit . seiring dengan berjalanya waktu perkembangananya pun dirasakan, dimana
terbentuknya jemaat dengan bergabung dengan jemaat Kuta-Kepar. Akibat
perkembangan yang semakin baik maka adanya usaha untuk mekar sehingga jemaat
yang dari Salit juga harus mendirikan gerejanya dengan permanen. Kematangan
Iman jemaat juga semakin terlihat akibat dari jerih payah pelayan Pt. Ngerti
Tarigan, Pt. Suara Purba, dan Pt. Turin Tarigan sehingga jemaat semakin hari
semakin banyak yang mau menyerahkan diri kepada Tuhan. Jemaat Salit pada saat
itu masih menjadi bagian dari bagian Runggun Suka. Setelah jemaat semakin
berkembang maka diusulkan pemekaran gereja dan GBKP RG Salit menjadi jemaat
yang berkembang sampai saat ini juga. Semoga gereja Tuhan Ini semakin hari
semakin diberkati dan semakin banyak menjaring jiwa-jiwa yang tersesat. Amin
IV.
Daftar Pustaka
Adi S,
Lukas., Smart Book Of Christianity, Jogyakarta: Andi, 2012
Aritonang, Jan. S., Sejarah Pendidikan Kristen di Tanah Batak, Jakarta: BPK-GM, 1988
Berthalina, Rekaman Belajar Tingkat III/ Theologi,
(Medan: STT Abdi Sabda, 2014
Butterfild,Jeremy.,English Dictonary, np: HarperCollins Publishers, 2001, p.
Graff Van Randwijck, S.C., Oegstgeest, Jakarta: BPK-GM, 1989
Moderamen Gereja Batak Karo., Sungkun-Sungkun Berita Simeriah, (
Kabanjahe: Moderamen, 2009
Rothlisberger, H., FirmanKu seperti Api, Jakarta:
BPK-GM, 1965
Schreiner, Lothar, Adat dan Injil, (Jakarta:
BPK-GM, 2003
Team GBKP dan Staf Proyek Survey
Menyeluruh D.G.I., Benih Bertumbuh IV, Semarang: Satya Wacana, 1976
Tim Penyusun Kamus, KBBI, Jakarta: Balai Pustaka, 1997
Van den End ,Th. dan J. Weitjens Sj., Ragi Cerita 2, Jakarta: BPK-GM, 2012
Van Den End, TH., Harta Dalam Bejana, Jakarta:
BPK-GM, 2011
[1]Team GBKP dan Staf
Proyek Survey Menyeluruh D.G.I, Benih Bertumbuh IV, (Semarang: Satya Wacana, 1976), 1-3
[2] Th. Van den End dan
J. Weitjens Sj, Ragi Cerita 2,
(Jakarta: BPK-GM, 2012), 19-20
[3] S.C. Graff Van
Randwijck, Oegstgeest, (Jakarta:
BPK-GM, 1989), 3-4
[4] S.C. Graaf Van
Randwicjck, Oegstgeest Kebijaksanaan
Lembaga-Lembaga PI yang Bekerjasama, 511
[5] Dalam karangan oleh
Pdt. A. Ginting Suka Mantan Ketua Moderamen Sinode GBKP terdapatlah pembahasan
berikut: bila ditanya apa-apa yang menyebabkan Gereja Karo yang amat pelan
sebelum Perang Dunia Kedua, dapat dikemukan dua sebab pokok. Yang pertama adalah karena kedatangan Injil
dan Gereja bersamaan dengan Pemerintahan Kolonial Belanda menimbulkan suatu
respon negatif dari orang Karo yang memandang kehadiran Belanda sebagai ancaman
terhadap warisan politik dan kebudayaan Karo.Dan yang kedua, bagaimanapun Gereja dan semua usahanya dipimpin dan
dikontrol oleh pihak asing, kebanyakan orang Belanda.Tidak sukar dimengerti
mengapa orang Karo menganggap agama Kristen sebagai agama Belanda.Lih. Team
GBKP dan Staf Proyek Survey Menyeluruh D.G.I, Benih Bertumbuh IV, 5
[6] Moderamen Gereja
Batak Karo, Sungkun-Sungkun Berita
Simeriah, ( Kabanjahe: Moderamen, 2009), 8-13
[7]Kedatangan NZG ke
tanah Karo berpengaruh juga dalam peningkatan pendidikan.Salah satu hal yang
tampak jelas adalah diadakannya sekolah “gaya baru” yang merupakan lembaga yang
sungguh leboh sempurna menurut ilmu pendidikan. Dalam hal ini terjadilah jumlah
peningkatan para peserta didik khususnya kepada anak-anak (usia 7-12 tahun)
sebagaiman dalam satu rapat para kepada suku yang dipimpin oleh seorang pejabat
NZG 1907yakni diberlakukannya wajib belajar untuk anak-anak kelompok usia 7-12
tahun. Sebagai akibatnya oleh pihak Zending didirikan 29 buah sekolah rakyat
yang pengawasanya di selenggarakannya oleh pihak zending atas permintaan
pemerintah dengan di berikan ganjaran keungan.Di samping itu didirikan pula
sekitar 40 sekolah zending. Usaha ini berada pada aras pasang-surut yang di
kalangan sebagian para penduduk ada yang mendukung dan ada pula yang kecewa.
Namun sejarah mencatat statistic Zending tahun 1937 menjelaskan 3 orang PI, 39
guru dan lebih 4800 warga tekah dibaptis.Lih S.C. Graaf Van Randwicjck, Oegstgeest Kebijaksanaan Lembaga-Lembaga PI
yang Bekerjasama,567
[8] Team GBKP dan Staf
Proyek Survey Menyeluruh D.G.I, Benih
Bertumbuh IV, 4-7
[9]F. Ukur, Jerih & Juang, ( Semarang: Satya
Wacana, 1979), 486
Tidak ada komentar:
Posting Komentar