Kamis, 17 Maret 2016

PASTORAL



PENGGEMBALAAN PADA ABAD MULA- MULA

I.                   PENDAHULUAN
Proses penggembalaan pertama pada Perjajian Baru dilakukan oleh Yesus Kristus. Yesus memulai dengan menggembalakan para murid-muridnya. Semua perkataan dan perbuatannya sejalan, sehingga Ia menjadi teladan semua orang. Setelah kenaikan Yesus Kristus, penggembalaan  dilanjutkan para murid-muridnya.  Pada saat praktek penggembalaan dilakukan para murid-murid (Para Rasul), inilah permulaan penggembalaan mula-mula. Untuk memahami lebih lanjut, kami penyaji akan memaparkan proses penggembalaan pada abad mula-mula. Jika ada kata-kata yang kurang dimengerti, kami menerima kritik dan saran yang membangun. Semoga paper kami berguna bagi anda.
II.                PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Penggembalaan
Istilah Penggembalaan dalam bahasa Belanda “ seelsorge”, bahasa Jerman “ Zeilzorg” dan dalam bahasa Inggris “ Pastoral care”. Sedangkan dalam bahasa Yunani disebut “ poimen” yaitu pelayanan penggembalaan secara umum yang mencakup kehadiran, mendengar kehangatan, dan dukungan praktis dari gembala terhadap warga jemaat. Istilah Seelsorge tidak pernah di samarkan. Seel artinya nous artinya jiwa atau tendi. Sorge( zorg) artinya pengurusan yang selalu dalam arti positif yang tidak bisa diselewengkan  oleh keadaan sekarang. Jiwa selalu dalam arti inti keutuhan manusia yang bersifat holistik. Gembala yang memelihara, merawat dan membimbing kawanan domba. Jadi istilah penggembalaan berarti hal- hal yang berhubungan dengan tugas- tugas gembala atau perihal menggembalakan. [1]
Penggembalaan adalah bagian integral dari teologis praktis. Melalui pelayanan penggembalaan orang- orang Kudus kepunyaan Allah menerima pengajaran firman Allah dalam arti luas agar mereka diperlengkapi, dibimbing, dan didampingi dengan hal- hal yang besifat pastoral dan hidup sesuai dengan kehendak Tuhan menyangkut pribadi, keluarga dan sebagai warga jemaat. ( Kej. 49; Mzm. 23:1-6; Yeh.34:11-15; Yes. 4; Kel. 2:25; Yoh. 10; 2 Tim. 3:15-17; Mat. 28:19. Ef. 4:11; Yoh. 21:15-19). Fondasi Teologis dari gembala  penggembalaan adalah Allah sebagai Gembala, Yesus sebagai Gembala yang baik, gereja sebagai Gembala dan orang percaya sebagai gembala bagi sesamanya.[2]
2.2. Penggembalaan pada Abad Mula- Mula
Proses penggembalaan pada abad mula-mula dapat dibagi menjadi dua periode yakni:
1.      Periode Pasca Rasuli[3]
Pada pasca-Perjanjian Baru mengatakan tentang pelayanan melalui karya tulis. Dalam dokumen abad pertama ada Didakhe[4] masih mengakui manfaat guru-guru yang berkeliling dan nabi-nabi yang diilhami, tetapi juga memperingatkan  bahwa tidak semua orang mengatakan memiliki otoritas ini dapat dipercaya.
Perkembangan peranan Pastoral dimulai pada  surat Ignatius menyatakan bahwa ketaatan kepada Uskup adalah yang utama. Para uskup mempunyai kuasa yang diberikan kepada mereka oleh Allah dan harus diikuti seperti domba mengikuti gembala. Dengan adanya keinginan untuk melindungi kawanan domba, Polikarpus juga menulis dengan semangat yang sama sekali berbeda. Walaupun ia mendorong ketaatan kepada para pejabat dan penatua, ia tidak menyebut dirinya uskup, tetapi sebaliknya menekankan seifat-sifat yang diinginkan dari para pejabat gereja.  Yustinus Martir (100-165 M) berbicara tentang uskup sebagai pemimpin ekaristi bukan sebagai imam, dan ia tidak menyebutkan para penatua sama sekali. Sebaliknya, Konstitusi Rasuli (sekitar tahun 250 M) menggambarkan uskup sebagai imam besar, pengajar dan hakim. Tertulianus (160-220 M) memandang keras pada penekanannya pada disiplin penebusan dosa.
Sementara itu Klemen dari Alexandria (155-220), bahwa sebagai gembala harus ada perhatian besar terhadap kemajuan orang Kristen dan menganjurkan manfaat tunduk kepada gembala sebagai cara untuk mencapai kemajuan.   Walaupun perkembangan peranan pastoral sudah terjadi, tetapi yang sesungguhnya di Kartago dan Roma.  Di Kartago, Cyprianus (200-258 M)  memimpin gereja selama bertahun-tahunpenuh tantangan. Cyprianus mengajarkan tentang kesatuan gereja, otoritas yang berhubungan dengan keimanan ara uskup dan ketegasannya tentang babtisan ulang.
2.      Periode Pasca Konstantinus[5]
Pada masa Kekristenan Primitif sampai Tahun 180, situasi pada zaman ini ialah gereja bukan hanya identik sebagai pengikut Kristus, tetapi juga sebagai pemelihara kebudayaan Hellenis. Pusat Kekristenan pada waktu itu di Yerusalem, Anthiokhia, Alexandria, Roma dan Efesus. Namun yang paling besar adalah Kota Roma, tempat Kaisar-kaisar bersemayam. Setiap tempat memiliki kebudayaan yang berbeda seperti adat, pelayanan-pelayanan liturgi, tradisi, penyampaian teologia, pemahaman tentang Alkitab dan praktek Pastoral.
Pastor/Gembala di beberapa tempat dibedakan dari Nabi, Evangelis, Guru, Missionaris, dan Fungsionaris Gereja. Gembala adalah seorang yang memperhatikan, memperdulikan orang lain dengan penuh kasih sayang. Pekerjaannya adalah memelihara dan melindungi kawanan domba-dombanya. Jemaat pada saat ini selalu dibayangi dengan rasa ketakutan, yang meliputi banyak hal seperti pergumulan pribadi, penyakit, kematian, kehilangan, perselisihan, bahkan sampai pada perkawinan dan dosa. Ketakutan seperti ini dialami oleh setiap individu. Fungsi Pastoral yang dominan diberlakukan pada zaman ini menurut W.A. Clebsch dan Ch. R. Jeckle adalah “peneguhan jiwa-jiwa, melalui perubahan kehidupan di dunia”, sehingga orang Kristen berbeda dengan orang-orang yang disekitarnya. Pelayanan Pastoral telah melihat bahwa situasi diatas merupakan suatu penderitaan. Fokus permasalahan Pastoral pada waktu itu adalah “untuk menyangkal sementara iman Kristen karena kelak timbul lagi. Tetapi Tertulianus waktu itu tegas dan sangat keras. Menurut dia, kalaupun nanti terjadi pertukaran klik raja (penguasa) yang anti kekristenan, tentu akan diganti klik lain yang anti juga. Oleh karena itu, sekarang juga orang Kristen harus menyaksikan imannya. Fungsi Pastoral yang lain ada juga dilakukan namun hanya sebagai melengkapi fungsi pendukungan (Sustaining) seperti:
·         Penyembuhan (Healing): yang dipraktekkan oleh gembala dengan meniru penyembuhan yang dilakukan oleh Kristus. Selain itu gembala meneguhkan jemaatnya untuk tidak takut menghadapi penyakit dan kematian.
·         Bimbingan (guidance) : jemaat dibimbing untuk mengelak dari perbuatan-perbuatan dosa sesuai dengan karakter budaya Yunani pada saat itu, yang kental dengan penyembahan terhadap dewa-dewa dan mengadakan prostitusi suci.
·         Pendamaian (reconsiling) : jemaat dibaptis dalam nama Kristus. Dengan pembaptisan ini gembala tetap meneguhkan jemaat supaya mereka menjalin hubungan dengan masyarakat sekitarnya karena Kristus sudah berkenan berdamai dengan mereka. Kemurahan hati Allah terus-menerus diberikan kepada orang lain, orang Kristen selalu hidup dalam kebenaran dan pertobatan.
Kekeristenan mulai berkembang dengan pesat pada zaman pemerintahan kekaisaran Romawi. Pusat kekaisaran yang besar itu adalah kota Roma tempat kaisar-kaisar bersemayam. Meskipun nampaknya kaisar ini memberi hak kepada rakyat namun sebenarnya Kaisar inilah yang memegang kuasa (monarkhi mutlak). Dengan monarkhi yang mutlak, kaisar Roma berhak membuat peraturannya sendiri. Akibatnya banyak kalangan masyarakat tertindas, misalnya pada masa pemerintahan kaisar Nero (54-68), yang mempersalahkan orang Kristen karena kebakaran besar yang memusnahkan sebagian kota Roma, padahal Nero sendiri telah menyuruh orang-orangnya melakukan pembakaran itu untuk rencana perluasan kota Roma. Orang Kristen harus meniggalkan agamanya, mereka harus menyembah kaisar, kalau tidak patuh dijatuhi hukuman mati. Ibadah kepada kaisar adalah salah satu pernyataan yang sangat penting dari kehidupan keagamaaan pada permulaan tahun masehi. Kebiasaan ini timbul dari pandangan umum di Timur yaitu bahwa Kaisar mengandung khasiat yang mengatasi dunia kodrati bahkan berasal dari dunia Ilahi, Ia dianggap sebagai makhluk Ilahi dan Tuhan. Peraturan ini membuat orang Kristen sangat tertindas. Dari sudut pemerintahan, orang Kristen diakui sebagai warga negara Roma apabila mereka mendukung/setia terhadap aspirasi pemerintah tanpa terkecuali. Kesetiaan itu diwujudkan dalam mengkulturkan patung (dewa-dewa).
Penindasan terhadap orang Kristen terus berlangsung dari generasi ke generasi. Pemerintah terus mencurigai kesetiaan dan kejujuran kaum Kristen terhadap negara, karena mereka tidak mau mempersembahkan korban kepada Kaisar. Hal inilah dipakai pegawai pemerintah untuk menuduh bahwa orang-orang Kristen tidak dapat dipercaya selaku warga negara. Para pegawai negeri menyarankan supaya orang-orang Kristen meninggalkan imannya dan menjadi serdadu-serdadu pemerintah. Pada akhir abad kedua, orang-orang Kristen bangkit dari ketertindasan mereka dengan mengadakan perlawanan terhadap pemerintah dan menentang budaya imperial (penjajahan). Adanya penindasan pemerintah terhadap orang Kristen, mengakibatkan orang Kristen banyak yang pindah/murtad, keluar dari gereja dan menjadi serdadu pemerintah. Setelah penindasan terhadap Kekristenan berakhir, gereje-gereja mulai tumbuh dan melembaga. Dalam situasi inilah fungsi pastoral melakukan fungsi reconciliation yang dominan pada zaman ini yaitu fungsi pendamaian. Pelayanan pastoral segera datang untuk mendamaikan hati orang-orang yang ingkar terhadap agama dan gerejanya, mendamaikan hati orang-orang Kristen yang waswas terhadap penindasan dari pihak pemerintah, dengan cara mengaku secara umum akan dosa mereka dan pengakuan pertobatan dari dosa. Untuk mendukung fungsi pendamaian ini pelayanan pastoral juga memakai fungsi pastoral yang lain yaitu:
·         Peneguhan       : menopang keteguhan hati dan iman dari orang-orang percaya yang sempat dihukum, dipenjarakan atau menghadapi kematian.
·         Penyembuhan dan bimbingan : dengan mengahadapi keputusan-keputusan pemerintah, dalam hubungan dengan penyiksaan.
Jadi pelayanan pastoral di sini sangat menekankan pembimbingan pendamaian yakni bagi orang-orang yang telah hilang kembali diperdamaikan dengan Allah dan menjadi jemaat Allah.
Namun pada masa pemerintahan kaisar Konstantinus (tahun 312), Iman Kristen tidak hanya diperbolehkan tetapi bahkan menjadi agama resmi kekaisaran Romawi. Dan diteruskan dalam kekristenan Barat melalui pengikut-pengikut budaya Byzantine Agung. Budaya kekristenan pada masa ini semakin bertumbuh dan menjadi pemersatu walaupun ada tanda-tanda Anti Kristus dalam pemerintahan Julia. Dalam kepemimpinan bapa-bapa gereja, para teolog mulai lebih dominan dalam peneguhan iman kekristenan. Pada saat ini gereja mengalami beban yang berat, yaitu agar ada kesatuan dalam ajaran gereja, karena itu pelayan-pelayan gereja harus mempersatukan dirinya sendiri sebagai bukti kesatuan mereka. Seperti yang dikatakan oleh Chrysostomus[6], gembala tidak boleh tercemar dalam kesucian dan harus memiliki sifat-sifat seorang malaikat, karena tidak mungkin kesalahan-kesalahannya disembunyikan dari pandangan umum. Mayoritas Kristen waktu itu adalah orang Yunani, mereka sering berdiskusi secara filosofis tentang dua hakekat tabiat Kristus. Perbedaan pemikiran ini mengacaukan pikiran banyak orang Kristen 250 tahun lamanya. Yang menjadi masalah dalam pastoral ialah fanatisme terhadap salah satu ajaran tentang hakikat Kristus, karena jika sifat fanatisme tidak diredakan akan terus ada konflik dan perpecahan. Tetapi jika hanya dingin (kurang serius) tentu juga ada masalah kurang serius dan iman kekristenan tidak kelihatan. Jadi tugas pastoral adalah “guiding” atau membimbing pribadi-pribadi kepada budaya kekristenan dari peradaban yang standar dan norma-norma yang dibuka oleh mereka sendiri. Meskipun dalam ibadah yang memimpin adalah pejabat-pejabat gereja (Imam/ Pendeta/ Pastor), mereka juga berperan penting sebagai juru bicara tentang sosial dan moralitas pribadi.
2.3. Bentuk penggembalaa pada Abad Mula- Mula
Jenis- jenis bentuk pelayanan Penggembalaan ada beberapa jenis pada abad- abad mula- mula:
a)       Bentuk Perkunjungan rumah Tangga
Gembala atau pelayanan Kristen lainnya mengadakan perkunjungan rumah tangga agar mengenal anggota jemaat dari dekat. Perkunjungan ke rumah ialah perkunjungan para penggembala kerumah anggota atau perkunjungan keluarga. Prinsip adalah jauh lebih perlu perkunjungan seorang gembala kerumah anggotanya daripada kedatangan anggota kerumah gembala.
Soal utama bukan problem- problem orang itu tapi orang itu sendiri. Tentu kita perlu mengetahui tentang problem- problem mereka, namun jauh lebih perlu bagi seorang gembala lainnya ialah agar dapat mengenal mereka. Mengenal akan rahasia mereka terhadap reaksi – reaksi dari luar.
b.      Bentuk Percakapan
Yang dimaksud dengan percakapan bukan menolong melainkan dialog antara gembala/ pelayan Kristen dengan anggota jemaat. Percakapan yang dimaksud bukan menggurui. Dalam percakapan tersebut dapat kita menyadari konsep trilogi sehingga kita hanyalah sebagai alat Tuhan. Sebab dalam pelayanan tersebut Allah sendiri menjadi Subyek ( Mat.10; Mark.6). dan Roh Allah yang memimpin percakapan tersebut. Karena tugas penggembalaan adalah tugas yang berat dan penuh tanggung jawab; tidak dapat dilakukan dengan kekuatan serta kemampuan diri sendiri. Oleh sebab itu, tugas penggembalaan harus dilaksanakan di dalam doa meminta pemimpin dan pertolongan Tuhan.[7]
b)      Bentuk penilik dan disiplin gereja
Peraturan penggembalaan khusus itu secara umum terdiri dari:
1.      Anggota gereja yang bersalah ditegur ( dinasehati) oleh kawannya yang mengetahui tanpa gembar- gembor kepada orang lain atau kepada majelis.
2.      Jika tidak mendengar teguran, hendaknya diminta kepada satu atau dua orang anggota jemaat.
c)      Bentuk persekutuan
Dalam masyarakat Timur yang bersifat komunal perlu dikembangkan penggembalaan bentuk perseketuan yaitu menumbuhkan “ sense of fellowship”. Warga jemaat dengan rendah hati saling menerima dan rasa solidaritas yang tinggi sebagai keluarga Allah atau tubuh Kristus
Perseketuan merupakan sasaran yang hendak dirusak oleh pengaruh roh individualisme. Penebusan Kristus kepada manusia didalam tugas penggembalaan bukanlah individu tersebut di tempatkan dalam isolasi tapi dalam relasi sebagai komunitas yang telah di tebus Kristus. Jemaat adalah tubuh Kristus dan setiap individu beroleh persekutuan dengan anggota jemaat yang lain. Perseketuan yang hidup dan bertumbuh akan banyak memberikan kesehatan mental bagi warga gereja.
d)     Bentuk pelayanan dalam arti luas
Diakonat gereja adalah unsur pelayanan dalam arti luas yang bersifat esensial dalam kehidupan gereja. Pelayanan merupakan bentuk nyata sesuainya kata (Firman yang diberitakan) dengan perbuatan nyata yaitu untuk “mendemonstrasikan” kasih. Hal ini dapat dikembangkan melalui tugas diakonat gereja yang bersifat karikatif dan yang bersifat pengembangan masyarakat yang dilayani. Pelayanan kontemporer ialah gereja yang menyatakan kasih kepada para korban-korban di jalan Jericho modern (bnd. Luk. 10:25-37). Dalam misi seperti inilah gereja-gereja kita mengadakan para diaken. Pelayanan gereja bukan hanya bagi anggota gereja tapi juga untuk masyarakat luas.[8]
III.             KESIMPULAN
Penggembalaan pada abad mula-mula dimulai dari pekerjaan  Para Rasul lalu dilanjutkan pada Konstantinopel. Bentuk-bentuk penggembalaan ada yang melalui kunjungan rumah tangga, persekutuan, percakapan dan yang lainnya. Penggembalaan dilakukan agar setiap domma-domba tidak tertarik dengan yang lainnya melainkan domba-domba akan mendapat penghiburan dan kekuatan.
IV.             DAFTAR PUSTAKA
Gintings, E. P., Gembala dan Pastoral Klinis, Bandung: Bina Media Informasi, 2007
Gintings, E. P., Penggembalaan Hal- Hal Pastoral,  Bandung: Info Media, 2009
Tidball, Derek J.,Teologi Penggembalaan,Malang:Gandum Mas, 2002
Wellem, F.D., Kamus Sejarah Gereja,Jakarta:BPK-GM, 2010
Wellem, F.D.,Riwayat Hidup Singka


[1]  E. P. Gintings, Penggembalaan Hal- Hal Pastoral, ( Bandung: INFO MEDIA, 2009), 11-12
[2]  Ibid, 12
[3]  Derek J. Tidball,Teologi Penggembalaan,(Malang:Gandum Mas), 168-174
[4]  Didakhe memuat banyak tata ibadah gereja mula-mula. doa bapa kami dimuat selengkapnya. babtisan dilaksanakan dengan penyelamatan jika keadaan memungkinkan atau dengan cara pemercikan selam tiga kali. puasa diadakan pada hari rabu dan jumat. ada dua doa ekaristi yang tidak biasa dalam gereja mula-mula. selain uskup dan diakon, terdapat pula nabi yang berkeliling. mereka dapat dan diperboleh merayakan ekaristi. [F.D.  Wellem, Kamus Sejarah Gereja,(Jakarta:BPK-GM,2010),68]
[5] E. P. Gintings, Gembala dan Pastoral Klinis, (bandung: bina media informasi, 2007), 11-15
[6]  Chrystomos adalah seorang pengkotbah yang sangat terkenal sehingga ia dijuluki sibermulut emas.  Ia lahir di anthiokia pada tahun 374. [F.D. Wellem,Riwayat Hidup Singkat,(Jakarta :Bpk-Gm,2011),57]
[7] P. Gintings, Penggembalaan Hal- Hal Pastoral, 60-61
[8] Ibid, 61-62

Tidak ada komentar:

Posting Komentar