Kamis, 17 Maret 2016

Sejarah Gereja Di Jawa Timur

Nama                          : Jhoni Pranata Purba
Ting/Jur                     : III-B/Teologi
M. Kuliah                   : Sejarah Gereja Indonesia II
Dosen                          : Pdt. Dr. Jan J. Damanik
SEJARAH GEREJA DI JAWA TIMUR
A.    Pendahuluan
Lahirnya sesuatu yang ada di dunia ini pasti ada sejarahnya. Begitu juga gereja. Tidak akan mungkin suatu gereja berkembang apabila tidak menjalani berbagai proses. Baik itu proses yang mulus ataupun proses yang berat. Gereja mengalami perkembangan maju atau mundur, Dan tidak terlepas juga dengan tokoh yang berperan. Begitu jugalah sejarah gereja di Jawa Timur. Mari kita membahasnya dengan seksama.
B.     Gambaran Umum Situasi Sosial, Budaya, Agama dan Politik Sebelum Kekristenan
1.      Kehidupan Masyarakat Tradisional
1.1. Letak Geografis
Provinsi Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa di Utara, Selat Bali di Timur, Samudera Hindia di Selatan, serta provinsi Jawa Tengah di Barat. Panjanrg bentang barat-timur sekitar 400 km. Lebar bentangan utara selatan di bagian barat sekitar 200 km, namun di bagian timur lebih sempit hingga 60 km. Madura adalah pulau terbesar di Jawa timur, dipisahkan dengan daratan jawa oleh Selat Madura. Pulau Bawean berada sekitar 150 km sebelah utara jawa. Di sebelah timur Madura terdapat guguan pulau-pulau, yang paling timur adalah kepulauan Kangean dan yang paling utara adalah kepulauan Masalembu. Di bagian selatan terdapat dua pulau kecil yakni Nusa Barung dan Pulau Sempu.[1]
1.2. Mata Pencaharian
Kekristenan di Jawa Timur mata pencaharian mereka adalah bercocok tanam padi dipersawahan basah. Pengelolaan sawah (dengan lahan-lahan beririgasi) kerap melibatkan teknik dan sistem hukum irigrasi yang rumit, serta karaya kolektif didasarkan atas banyak konsultasi dan solidaritas. Diperlukan pembendungan air dari sungai atau mata air untuk mengalirkan lewat parit-parit terbuka, kerap melalui jarak yang jauh untuk dibagikan secara merata ke sawah-sawah. Teknik seperti ini menyiratkan banyak disiplin dan penguasaan diri, ini juga mensyaratkan bentuk pemerintahan yang teratur. Oleh karena itu seluruh masyarakat peradaban Jawa dipengaruhi oleh teknik irigasi. Inilah salah satu faktor yang menjadikan pula Jawa terkemuka diantara pula-pula Indonesia lainnya, sejauh yang berkenan dengan perkembangan budaya dan sosial ekonomi.[2] 
1.3. Sistem kepercayaan Tradisional
Ngelmu dalam pemahaman Jawa Timur adalah belajar mendapatkan kawaruh yang lebih bersifat batiniah atau gaib (ilmu gaib), maka ngelmu dalam masyarakat Jawa Timur berfungsi sebagai spritual yang ditempuh dengan perjuangan penegakan diri dan penyerahan seutuhnya agar dapat mencapai ke-manunggalan dengan Ilahi singga mampu menjadi seorang Jawa yang bijaksana dalam segala tindakan lebih berhati-hati dan tidak ceroboh.[3]
1.4. Bahasa Penduduk Pribumi
Bahasa sehari-hari masyarakat Jawa Timur adalah adalah bahasa Indonesia, selaku bahasa peraturan nasional dan bahasa Jawa dengan dialek ‘Jawa Timuran’ selaku mayoritas. Bahasa Jawa Timur yang lainya adalah; bahasa Madura, bahasa Osing, bahasa Tengger dan lain-lain.[4]
C.    Awal Penginjilan dan Sambutan Penduduk Pribumi
Kekristenan di Jawa Timur sudah masuk sejak tahun 1528 dimana perjanjian antara Portugis dengan kerajaan Blambangan, di kota pelabuhan penarukan yang masih termasuk dalam kerajaan ini berdiam sejumlah orang Portugis. Penduduk kerajaan sisa Majapahit ini umumnya masih Hindu dan tidak bersedia masuk Islam yang tersebar dari kerajaan tetangganya (pasuruan, Surabaya, dll). Diantara mereka tertarik menjadi Kristen, tetapi tidak ada rohaniawan yang mengajarkan agama baru itu kepada mereka. Baru setelah tahun 1584/85 datang sejumlah misionaris ke Blambangan. Mereka sempat membaptis sejumlah orang, termasuk dari kalangan keluarga raja. Tetapi sejak pertengahan 1590-an raja Blambangan semakin tidak menyukai kehadiran Portugis dan agama Kristen, karena kedekatan para misionaris dengan ibunda raja yang sekaligus menjadi sainganya dalam menduduki tahta kerajaan. Tidak lama kemudian, pada tahun 1599, kerajaan itu diserang, diruntuhkan, dan diislamkan oleh Adipati kerajaan Pasuruan yang sudah menganut agama Islam.dalam kejadian ini umat Kristen-Portugis maupun pribumi mengalami penderitaan besar, tempat kediaman orang Kristen di dekat Panurukan dihancurkan dan kosong, tidak berpenghuni. Dengan demikian, berakhirlah karya misi di sana.[5]
Sejak abad ke-18, sebagian besar pulau Jawa dikuasai oleh orang-orang Belanda secara langsung.[6] Sejak zaman VOC hingga sekitar tahun 1820-an sudah ada jemaat-jemaat Kristen, terutama di kota-kota besar (terutama Batavia, Semarang, dan Surabaya), dan anggotanya pada umumnya masih orang Eropa, peranakan Eropa  (Indonesia), dan perantauan dari Indonesia Timur. Ada juga segelintir yang tinggal di tempat terpencil, menjadi pengusaha pertanian atau tuan tanah. Mereka ini baik yang di kota maupun di pedusunan sama sekali tidak terpanggil untuk mengabarkan injil kepada orang-orang pribumi di sekitar mereka.[7] VOC tidak pernah mengabarkan Injil di tengah-tengah orang Jawa. Dan juga GPI, yang mempunyai jemaat-jemaat di Surabaya dan ditempat-tempat lain, tidak mempedulikan penduduk-penduduk pribumi. Bahkan pemerintah Hindia-Belanda menutup tanah Jawa dari pengabaran Injil kerena takut akan terjadi kerusushan. Penyebaran Perjanjian Baru dalam bahasa Jawa, yang sudah selesai diterjemahkan pada tahun 1831, tidak diperbolehkan seluruh penerbit disita oleh pemerintahan Hindia-Belanda.[8] Setelah mengganti VOC yang bubar pada tahun 1799 keadaan politik tidaklah tetap pemerintah Hindia-Belanda yang menggantikanya. Pemerintahan Hindia-Belanda diusir oleh orang-orang Inggris (1811), tetapi lima tahun kemudian orang-orang belanda kembali lagi (1816). Tetapi negeri Belanda menghadapi peperangan di Jawa yaitu perang Diponegoro (1825-1830), dan Eropa (1830-1839). Akibatnya, perbendeharaan negara Belanda kosong, dan tenaga orang Jawa dikerahkan untuk mengisinya kembali dengan menggunakan sistem tanam paksa. Negara Belanda membutuhkan banyak uang, dan  jangan hendaknya ada yang menggangu keamanan dan ketertiban. Oleh karena itu pemerintah enggan mengizinkan lembaga-lembaga zending bekerja di Jawa pada masa itu, dan sesudah itu pun pekerjaan mereka sering mengalami rintangan dari pihak para pejabat pemerintah. [9]
Walaupun ada larangan dan pembatasan dari terhadap zending, namun sejak 1830-an terutama sejak 1850-an mulai tampil sejumlah pribadi Kristen asal Eropa ataupun peranakan melaksanakan tugas pekabaran Injil secara perorangan. Dengan kata lain, di luar kerangka pekerjaan badan-badan Zending. Kita boleh mencatat beberapa nama, antara lain Johanes Emde, C.L. Coolen, Jallesma dan Paulus Tosari.[10]
Di Jawa Timur, kegiatan PI dimulai oleh seorang Jerman yang telah merantau ke Indonesia, Bapa Emde (1774-1885) adalah seorang Pietis dari Jerman yang berlayar ke Indonesia untuk melihat dengan mata kepala sendiri, apakah benar bahwa perkataan dalam Kejadian 8:22, tentang musim dingin dan musim panas tidaklah sesuai dengan keadaan di daerah Kathulistiwa. Ia menetap di Surabaya, di mana dia bekerja sebagai tukang arloji. Di situ dia dikunjungi oleh Joseph Kam, ketika ia sedang dalam perjalanan ke Maluku. Dan kunjungan Kam itu membangkitkan semangat missioner pada Emde.[11] Kam memberikan inspirasi kepada  Emde untuk mengabarkan injil kepada mereka yang belum mengenal Kristus. Setelah kepergian Pdt. Joseph Kam ke Ambon maka perkumpulan Traktak Alkitab dan misi yang didirikan Kam menggantikannya. Dalam masyarakat kolonial pada saat itu orang orang inilah yang dijuluki ‘orang-orang saleh Surabaya’.[12] Akan tetapi, bagi Emde belum cukup kalau mereka masuk Kristen, pada hematnya seorang Kristen harus menerima kebudayaan Kristen yang bagi dia adalah kebudayaan Eropah. Dari sebab ia menuntut, supaya orang-orang Jawa yang baru bertobat itu memotong rambutnya yang panjang, meninggalkan pakaian khas Jawanya, termasuk Kerisnya, dan mengenakan pakaian Khas Eropah.[13]
Emde walaupun seorang yang memiliki ketulusan hati yang tinggi, dan tidak memiliki pendidikan yang tinggi dari sekolah dasar, yang ia sebut ‘pengajaran duniawi ’, dan bahkan ‘terang batinlah’ yang menerangi jalan baginya ke dalam soal-soal rohani. Lagi pula seluruh sifatnya bersifat Barat, dan sedemikian percaya diri sehingga sulit baginya dapat memahami dan melakukan kontak dengan dunia Jawa bukan Kristen dan merelevansikan kesaksiannya atas Kristus di sana. Kendati dia bersemangat menyebarkan Injil kepada orang-orang Jawa, disertai kesaksian istri Jawanya, ia tidak menemukan jalan terbuka di Surabaya, dan ia pun tidak diperbolehkan menjadi pendiri Gereja Kristen di Jawa.[14] Dan pekerjaan Emde tidak banyak membawa hasil. Pendeta GPI di Surabaya memandang dia sebagai saingan dan mengadukannya kepada pemerintah. Akibatnya Emde harus meringkus dalam penjara selama beberapa Minggu. Hal ini terjadi pada tahun 1820: di kemudian hari sikap GPI menjadi lebih positif. Tetapi di kalangan orang Jawa juga pekerjaan Emde pada mulanya tidak mendapat sambutan yang hangat.[15]
Tidak hanya Emde muncul juga di Jawa Timur muncul pusat penyiaran agama Kristen yang kedua. Pusat kedua ini adalah Ngoro, dan peminpinya adalah Coolen (1775-1873). Coolen lahir dari keluarga Belanda, tetapi ibunya putri bangsawan Jawa. Dari ibunya dia diwariskan tradisi kebudayaan Jawa, sehingga dia menguasai wayang, musik dan tari-tarian Jawa.[16] Pada tahun 1827 ia memperoleh sebidang hutan yang luas. Sesudah membuka hutan itu, diserahkannya kepada petani-petani di Jawa. Dengan demikian Coolen menjadi tuan tanah di Ngoro. Tanpa sesuatu tindakan paksaan apapun ia menyebarkan Injil diantara mereka. Tetapi pekabaran ini berlangsung dalam bentuk-bentuk Khas Jawa. Dengan memakai wayang, musik Jawa dan tarian Khas Jawa. Agama Kristen adalah suatu ‘ngelmu’ yaitu ngelmu yang paling tinggi, yang telah dinyatakan oleh Allah melalui Yesus Kristus. Dalam kebaktian di pendopo Coolen, wayang dan gamelan dipakai juga dan cerita-cerita Alkitab dibawakan dalam irama tembang.[17] Di Ngoro tidak ada paksaan dalam hal agama. Coolen menyuruh orang membangun Mesjid. Tetapi dalam membangun desanya diapun tetap bertindak sebagai orang Kristen. Beberapa diantara orang yang ke Ngoro adalah orang yang pernah melakukan kejahatan. Coolen mengizinkan mereka tinggal di Ngoro, dan Coolen menunjuk jalan kepada mereka untuk memperbaiki diri. Kepada mereka diberitakan ‘ilmu Kristen’ tentang pelepasan manusia dari dosa oleh juruselamat dunia. Pada hari minggu Coolen mengadakan kebaktian di pendopo rumahnya sendiri: disitu dia berdoa dan membacakan suatu pasal dari Alkitab, lalu orang mengangkat nyanyian serta doa dengan gaya tembang. Sepanjang hari minggu, orang menghabiskan waktunya dengan bermain gamelan, dengan wayang dan dikir, yaitu dengan mengulang-ulang rumus-rumus Kristen. Coolen mengangkat seorang pengantar jemaat yang disebut Kyai penghulu, dan dua orang penatua. Tetapi semua yang dilakukan Coolen berlangsung tanpa ada hubungan dengan pendeta serta jemaat GPI di Surabaya. Pun Sakramen baptisan dan perjamuan kudus tidak dilayangkan di Ngoro.[18]
Suatu kelompok orang yang taat beragama letaknya di desa Wiung tidak jauh dari Surabaya, mereka berkumpul di rumah Pak Dasimah. Pada suatu hari salah seorang anggota kelompok ia membawa serta sebuah buku kecil dalam bahasa Jawa yang diberikan kepadanya oleh seorang perempuan keturunan Eropa di Surabaya. Pak dasimah membukanya dan heran sekali ia melihat kata-kata yang pertama: “inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus … (Mrk. 1:1).” Ia tidak begitu suka namun tidak membuangnya karena mengandung hal keagamaan yang belum dikenalnya melainkan membuatnya menjadi pokok pembicaraan dalam kelompoknya. Pada 1834 seorang anggota kelompok Wiung bertemu dengan Kyai yang telah berguru kepada Coolen. Kyai mengucapkan sebuah rapal yang isinya kedua belas Pasal Iman. Pengunjung dari Wiung itu teringat akan buku yang telah dikenalnya disana dan segera membawa kabar kepada Pak Dasimah. Maka Pak dasimah dan rombongannya berjalan ke Ngoro meminta ‘Toya wening, air jernih (hidup)’. Coolen menyambut mereka dengan ramah dan selama sepuluh hari mendapatkan pengajaran Agama Kristen di Ngoro setelah itu mereka pulang. Tetapi di Wiung ajaran itu tetap menjadi pokok renungan dan pembicaraan kepada mereka. Dan setiap tahun mereka kembali ke Ngoro. Pak Dasimah menyebarkan ilmu baru yang telah diperolehnya dengan dengan cara yang sudah dilihatnya di Ngoro, yaitu melalui wayang.
Setelah lima tahun mendapat kunjungan dari orang-orang Wiung, Coolen memberi nasehat agar pergi ke Surabaya mencari orang Kristen bernama Nyonya Emde. Dan Pak Dasimah menjadi orang Kristen dan menerima babtisan maka mereka lebih jauh lagi dari dunia kerohanian Jawa asli. Di Surabaya, Pak Dasimah dan kawan-kawan belajar juga mengenai baptisan. Mereka merasa bahwa Coolen belum memberitahukan ilmu Kristen kepada mereka sepenuhnya. Pada bulan Desember 1843 tigapululima, orang jawa di baptis oleh pendeta GPI Surabaya. Tetapi Coolen sama sekali tidak senang mendengar hal itu Ia melarang mereka untuk tetap tinggal di Ngoro. Dalam tahun-tahun berikutnya beberapa ratus orang penduduk Ngoro pergi ke Surabaya untuk di Baptis pula. Salah seorang di antara mereka minta untuk di Baptis ialah Paulus Tosari (1813-1882), Coolen tidak tahan melihat anak-anak buahnya menerima baptisan serta adat orang Belanda. Akhirnya mereka di usir dari Ngoro. Dalam kawasan hutan yang angker, mereka mendirikan sebuah desa baru yang di beri nama Mojowarno (1844). Tosari menjadi guru jemaat mereka dan beberapa tahun jemaat ini berjalan dengan pemimpin yang hanya terdiri dari orang-orang Jawa saja. Tetapi dalam tata kebaktian dan dalam hal-hal lain mereka memakai bentuk-bentuk dari Barat.[19] Pemerintah Belanda, yang belum memberi ijin kepada Zending untuk masuk ke Jawa Timur, berusaha merintangi Tosari, tetapi ia tidak dapat di halangi. Ia menetap di Mojowarno pada tahun 1844 dan memimpin jemaat itu sampai Ia meninggal.[20]
D.    Karya Zending dan perkembangan Kekristenan
1.      Karya Zending
Pada tahun 1851, NZG mulai memberitakan Injil kepada orang-orang Jawa dengan mengutus misionarisnya yang pertama, yaitu Pdt. J.L. Jallesma. Ia berkedudukan di Mojowarno. Disana sudah terdapat jemaat yang terdiri dari orang Kristen Jawa yang diusir dari Ngoro karena mereka menerima corak kekristenan Emde (Barat). Setelah Coolen meninggal (1873), pengikut Coolen diasuh oleh NZG. Dengan demikian NZG membangun di atas pekerjaan Emde dan Coolen.[21] Kerjasama antara Tosari dan Jellesma berlangsung dalam suasana baik dan memberi hasil yang baik. Selama Jellesma di Jawa, ia membaptis duaribu orang lebih. Jallesma juga mengadakan sekolah rakyat, dan disamping ia mendidik sejumlah pemuda menjadi guru sekolah merangkap guru jemaat,. Bersama Tosari ia mendirikan pula “lumbung orang miskin” jemaat mengumpulkan padi yang kemudian “dipinjamkan” atau diberikan kepada orang-orang yang berkekurangan. Jallesma menerbitkan juga riwayat-riwayat Alkitab dan sebuah Bundel Nyanyian Rohani dalam bahasa Jawa.[22]
Namun akibat dari karya zending maka berdampak pada kehidupan masyarakat setempat. Hal ini terlihat bagaimna Emde mengeluarkan perintah baru apabila ingin masuk kristen yaitu. Dan emde mengeluarkan 10 perintah yang ditetapkan untuk mengatur jemaat, yaitu:
·         Potonglah rambutmu pendek-pendek
·         Jangan memakai ikat kepala di gereja
·         Jangan mendengarkan gamelan
·         Jangan menonton wayang
·         Jangan melakukan khitanan
·         Jangan menyelenggarakan selamatan
·         Jangan menyanyikan tembang Jawa
·         Jangan merawat pekuburan
·         Jangan menaburkan bunga di makam
·         Jangan membiarkan anakmu bermain-main.
1.1. Bidang Penginjilan
Pada masa 1870-1910 berlangsung perkembangan yang berangsur-angsur menurut garis-garis yang telah ditetapkan zending.
a.       Zending tetap lebih banyak memperhatikan desa daripada kota. Para zendeling mendirikan desa-desa Kristen yang baru dengan cara membuka tanah. Surabaya ditinggalkan Jellesma pada tahun 1851: baru pada tahun 1930 seorang utusan zending kembali bekerja disitu. Zending memilih desa diatas kota disebabkan pula oleh faktor social; pada zaman itu Jawa Timur kota-kota terutama merupakan tempat pemukiman orang Eropah dan Tionghoa, dan para zendeling tidak suka berada di tengah masyarakat Eropa yang sikap dan kelakuannya merupakan rintangan bagi pekabar injil.
b.      Orang Jawa tidak dapat menerima Firman tok, sebab belum tau membedakan yang baik dan yang jahat.[23]
1.2. Bidang Pendidikan
             NZG sendiri membuka sekolah dan desa-desa Kristen. Desa itu antara lain Swaru, Peniwen, Sitiarjo, Talungagung, Sumberagung, Dupak, dan Tanjungrejo. Mulai tahun 1910 datanglah perkembangan-perkembangan menantang wawasan zending yang lama. Yang pertama adalah bangkitnya gerakan nasional dikalangan orang Jawa. Pada tahun 1909 di Surabaya didirikan cabang ‘ Boedi Oetomo’. Kejadian ini mendorong pemuda Kristen Jawa di kota itu meningkatkan kegiatan organisasi mereka, ‘Rentjono Boedijo’, yang selama ini bersifat kelompok Penelaahan Alkitab. Perhimpunan ‘mardi Pratjojo’ mengiatkan cabang-cabangnya agar bergerak di bidang penelaahan Alkitab, penyiaran Injil, paduan suara, dana kematian, dana pinjaman, dan sebagainya.
1.3. Bidang Kesehatan
Pada tahun 1938 ada 101 rumah sakit dan 7 rumah sakit kusta zending, diantaranya 58 dan 5 di Jawa. Dari seluruh kegiatan di Hindia Belanda pada tahun 1938, serempat diselenggarakan oleh badan-badan zending, sama seperti dalam hal sekolah rakyat, begitu juga dengan perawatan orang-orang sakit dirumah-rumah sakit, kegiatan zending ini menjadi contoh bagi Hindia Belanda. Dalam praktik, alasan yang terpenting ialah bahwa melalui kegiatan dibidang pendidikan dan kesehatanitu, zending sanggip memikat hati orang yang masih bersikap menolak terhadap pekabaran injil secara langsung. Dinas medis dilihat sebagai pelayanan Kristen kepada sesama manusia yang sedang menderita sengsara.  Didalam abad 20 terjadilah perdebatan tentang makna kegiatan dikedua bidang tersebut dalam rangka pengabaran injil.
1.4. Bidang Ekonomi
Zending bergerak dibidang ekonomi alasannya untuk memlakukan kegiatan dibidang itu berbeda-beda. Pengadaan “lumbung padi” didesa-desa Kristen jawa timur bertujuan melindungi penduduk desa yang miskin akbiat pacelik. Ditapanuli dan Kalimantan, perserikatan dagang RMG (took Hennemann) menjadikan took-toko dengan maksud mencegah penduduk setempat diperas oleh pedagang-pedang dari luar.[24]
1.5.Bidang Budaya / adat-istiadat
Kebijakan yang dilakukan menghasilakan konsolidasi kedalam dan keluar. Berdirilah sejumlah jemaat yang sudah terbiasa dengan kehidupan Kristen yang diatur oleh “Pranata”, peraturan adat, yang disusununtuk setiap orang Kristen. Jumalah orang Kristen meningkat berlahan-lahan. Atas prakarsa panitia jawa, dimulailah pekabar injil ditengah orang Madura dipantai utara jawa timur, yang kemudian bersatu dengan karya NZG dikalangan suku jawa.[25]
2.      Faktor-faktor penghambat dan Pendorong Perluasan Kekristenan
2.1. Faktor Penghambat
·         Pada masa Hindia-Belanda tenaga pendeta atau yang dapat meneybarkan Injil tidak ada sehingga sangat sulit dalam pekabaran injil.
·         lokasi penginjilan yang jauh. Dimana harus ditempuh berpuluh kilo meter ke arah hutan seingga menjadi kendala dalam penginjilan.
·         Pemerintahan Hindia-Belanda menutup pekabaran Injil karena takut mengganggu usaha yang dilakukan pemerintah terkhusus dalamhal mengisi perbendeharan Belanda.
·         perbedaan pendapat dari para Zendeling sehingga menyebabkan perpecahan dalam jemaat. hal ini terlihat ketika jemaat Collen bertemu dengan ajaran Emde dan Coolen tidak suka dan harus mengusir mereka dari Ngoro.
·         Kentalnya budaya Kejawenan dalam masyarakat pribumi sehingga sulit memasukkan Injil dan mengkontekstualkannya.
2.2. Faktor Pendorong
·         Walaupun tenaga Zending ditolak oleh peerintahan Hindia-Belanda namun ada yang mau dengan iklas melayani yaitu Coolen dan Emde.
·         Semangat para zendeling untuk mengabarkan Injil dan melakukan pendekatan dengan jemaat pribumi
·         Para zendeling mau menerima adat-istiadat yang ada di tempat penginjilan. Hal ini terlihat ketika Jallesma menggabungkan antara kebudayan Barat dan kebudayaan asli Jawa Timur.
·         Ketika Injil sudah sampai kepada orang Pribumi adanya usaha utuk memberitakanya langsung kepada orang lain yaitu sepertu Pak Dasimah dan Wulung.
·         Pelayanan kesehatan dan pendidikan

3.      Para Tokoh / Umat Kristen Pribumi
3.1. Bidang Penginjilan
Pengaruh orang Kristen jawa terhadap pada zendeling dampak pula dalam hal pola pekabar injil. Pada masa jemaat-jemaat masih dipandang para zendeling sebagai pulau-pulau ditengah lautan islam, sebagai daerah-kantong yang dikelilingi lawan, maka pergaulan utusan zending serta anak buahnya dengan orang islam mudah bersifat bantah membantah. Dan karena pada jemaat diajukan tuntutan supaya menjadi teladan bagi dunia dan sekeliling, maka jemaat pun cendrung mementingkan segi persekutuan kedalam ketimabngan pemangilan keluar. Tetapi sebagai hasil pergaulan, nahkan hasil kerja sama, dengan orang yang bukan Kristen dalam berbagai organisasi dan kegiatan, sekap antitetis itu berkurang dan diganti oleh penyiaran injil secara sederhana yang sedapat mungkin menghindari suasana bantah membantah, metode itu dipakai secara sistematis oleh “bale Weata”, yang secara teratur mengutus rombongan teridri dari staf pengajar dan siswa-siswa untuk berkeliling mengabarkan kabar kesuksesan dikota-kota dan didesa-desa.[26]
3.2.Bidang Pendidikan
Ø  Tokoh kekristenan Jawa abad ke-19 yang terkenal, seperti Ibrahim Tunggul Wulung, Kyai Sadrach, tetapi juga yang tidak ternama, seperti Pong Lengko di Toraja, Filipus di Mansinam (irian). Para zendeling cenderung mengoreksi pola berpikir yang terdapat pada para pengerja yang tidak mereka didik. Dalam hal Sadrach, upaya itu menyebabkan retakan. Ternyata karya pekabaran injik yang sedang meluas tidak mungkin diselenggarakan hanya dengan tenaga yang muncul secara spontan. Terutama dalam jaringan sekolah, yang didirikan oleh zending hampir setiap daerah, dibutuhkan guru-guru pendidikan foral, biar pendidikan itu tidak begitu tinggi. Dan guru-guru tersebut diberikan tugas untuk melakukan PI dikampung-kampung dan mengembalakan jemaat hasil upaya mereka.[27]
Ø  Pdt. J.L. Jallesma Ia berkedudukan di Mojowarno Kerjasama antara Tosari dan Jellesma berlangsung dalam suasana baik dan memberi hasil yang baik. Selama Jellesma di Jawa, ia membaptis dua ribu orang lebih. Jallesma juga mengadakan sekolah rakyat, dan disamping ia mendidik sejumlah pemuda menjadi guru sekolah merangkap guru jemaat,. Bersama Tosari ia mendirikan pula “lumbung orang miskin” jemaat mengumpulkan padi yang kemudian “dipinjamkan” atau diberikan kepada orang-orang yang berkekurangan. Jallesma menerbitkan juga riwayat-riwayat Alkitab dan sebuah Bundel Nyanyian Rohani dalam bahasa Jawa.[28]
E.     Kemandirian Gereja
Jemaat-jemaat NZG di Jawa Timur didewasakan pada 11 Desember 1931 dengan nama Gereja Kristen Jawi wetan (GKJW), dengan system pemerintahan grejawi presbiterial-sinodal. GKJW berjasa bagipekebaran injil di Bali. GKJW memberitakan Injil ke Bali pada Tahun 1933 sehingga memberi sumbangan bagi lahirnya Gereja Kristen Protestan di Bali. Pada masa pendudukan Jepang dan perang kemardekaan, jemaat-jemaat GKJW mengalami penderitaan,. Pada tahun 1947, GKJW ikut mendirikan Dewan Permusyawaratan Gereja-Gereja dan menjadi anggota PGI pada tahun 1950. Kantor pusatnya berada di Malang, Jawa Timur. Gereja ini mendirikan sekolah teologinya sendiri pada tahun 1920 di Kediri. Pada tahun 1925 sekolah ini dipindahkan  ke malang dan diberi nama Sekolah Teologi Bale Wiyoto, yang artinya balai murid. Pada tahun 1962  sekolah ini ditutup  karena GKJW bersama-sama dengan gereja lainnya mendirikan sekolah teologi bersama, yaitu Sekolah Tinggi Teologi Duta Wacana. Kini sekolah teologi ini menjadi pusat pembinaan anggota jemaat.[29]
A.    Hambatan dalam perkembangan GKJW
Ketika Jepang menduduki Indonesia secara sah pada Maret 1942, salah satu yang menjadi pihak yang banyak menjadi korban penyiksaan hingga pembunuhan adalah kalangan Kristen. GKJW juga mengalami penderitaan yang sangat hebat semasa kedudukan Jepang di Indonesia. Serangan-serangan militer yang menggelisahkan jemaat-jemaat yang ada pada saat itu.[30] Namun walupun demikian gereja di Jawa Timur tetap berdiri tegak, gereja itu sudah berakar di Jawa Timur, tempat gereja itu menjalankan tugasnya yang diamanatkan Than kepadanya.
B.     GKJW pada masa Orde Lama dan Orde Baru
Penderitaan dari pihak Jepang sendiri mencoba bangkit pada buln April 1946 diselenggarakan pertemuan pendeta se GKJW dengan inti acara kebaktian Umum. Atas dasar itu, pada 6 Agustus berkumpul sidang majelis Agung GKJW yang pertama sejak tahun 1940. Maka pada tanggal 6 Agustus dirayakan sebagai hari kebangunan GKJW. Organisasi gereja dirapikan. GKJW ikut memandirikan Dewan Permusyawaratan Gereja-gereja berbahasa Jawa pada tahun 1947. Dewan gereja-gereja sedunia pada 1948, DGI pada tahun 1950.[31]
C.     GKJW pada masa Reformasi sampai sekarang.
Sampai sekarang ini jumlah warga GKJW sudah berkembang menjadi 148.000 orang. Terdiri atas 152 jemaat yang tersebar di 12 majelis daerah (Klasis), dengan jumlah jemaat atau calon jemaat 400. Adapun bahasa yang digunakan dalam beribadah minggu beragam. Mulai dari bahasa Indonesia, Jawa, Medan, Ingris, dan Madura. GKJW terlibat dalam persekutuan gereja-gereja Indonesia (PGI, WCC-Genewa, UEM-Germany, warc Genewa). Sementara dengan lembaga Lain, GKJW terlibat dalam Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW-Yogyakarta), Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), dan Sekolah Tinggi Theologia Jakarta (STT-Jakarta). Misi Sosial GKJW adalah Yayasan Kesehatan (YK GKJW), Yayasan Badan Pendidik Kristen (YBPK GKJW), lembaga Pendampingan Masyarakat (LMP GKJW).

F.     Refleksi Teologis
Melalui sejarah gereja Jawa Timur yang telah kita pelajari ini, banyak sekali pelajaran yang kita yang dapat kita pelajari bagaimana semangat pelayanan yang dilakukan oleh para Zendeling dalam usaha dalam mengabarkan Injil keselamatan kepada orang kafir. Mereka bukan tanpa tantangan dan rintangan. Namun dibalik rintangan yang dihadapi panggilan Tuhan dan semangat pelayanan dapat mengalahkan segalanya. Hal ini terlihat dari usaha yang dilakukan Coolen dengan membuka tanah dan membagikanya kepada masyarakat Ngoro begitu luar biasa dan menunjukkan kasih yang besar terhadap sesama dan di samping itu juga memberikan jalan keselamatan kepada warga pribumi. Seperti ada tertulis dalam Yohanes 1:12 “tetapi semua orang yang menerimanya diberin-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya kepada-Nya”. Jadi selaku hamba Tuhan apabila kita mau memberitakan injil kepada audara kita yang belum mengenal Kristus kita telah diberi kuasa untuk melakukan kehendak Allah dan kita jangan kawatir terhadap rintangan yang terjadi sebab dalam 1 Petrus 5:7 “serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya. Sebab Ia yang memelihara kamu.” Supaya apabila kita menginjili Roh-Kudus Tuhan senantiasa bersama dengan kita dan orang yang kita Injili dan bawa kepada terang Kristus dapat bertumbuh dan menjadi jemaat yang besar. Dan sebagai benteng yang kuat dalam membuat perubahan adalah kita harus memiliki Iman yang kuat seperti Jallesma dan para tokoh sejarah gereja yang lain
G.    Kesimpulan
Jadi melalui sajian ini dapat kita simpulkan bahwa sejarah gereja di Jawa Timur sebelumnya sudah masuk dibawa oleh bangsa Portugis namun setelah mengalami berbagai penghambatan maka perkembanganya terhenti. Namun kekristenan juga dibawa VOC namun masi belum berkembang karena berbagai alasan. Namun perkembangan kekristenan mulai dikembangkan oleh perseorangan yang memberikan hatinya untuk melayani  dengan menggunakan metode pendekatan ke desa-desa. Namun setelah lembaga NZG di ijinkan untuk melayani maka semakin berkembanglah perluasan kekristenan. Hasil dari pekabaran injil NZG ini menhasilkan sebuah gereja yaitu GKJW (Gereja Kristen Jawi Wetan). GKJW pun semakin berkembang dan mencapai kemandiriannya pada tahun 1931.
H.    Daftar Pustaka
Arintonang Jan S., Sejarah Perjumpaan Kristen Dan Islam Di Indonesia Jakarta: BPK-GM 2006
Den And, Th. Van Harta Dalam Bejana, Jakarta: BPK-GM 1987
Den And, Th. Van Ragi Cerita 1, Jakarta: BPK-GM, 1993
Gamal. Komandoko, Ensiklopedia Pelajar dan Umum Pustaka Widyatama, 2010
http//www.jatimprov.go.id
J. weitjens, Sj TH. Van den End., RAGI CARITA 2 Jakarta:BPK-GM 2012
Jan S. Arintonang, Sejarah Perjumpaan Kristen Dan Islam Di Indonesia, 85
Van Akkeren. Philip., Dewi Sri dan Kristus, BPK-GM, 1994
Wallem F.D., Kamus Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM 2011




[1] http//www.jatimprov.go.id
[2]  Philip.Van Akkeren, Dewi Sri dan Kristus, (BPK-GM, 1994), 4-5
[3]  Sartono Kartodirjo dkk, Beberapa Segi Etika dan Etiket Jawa, (Yogyakarta: Depertemen Ditjen Kebudayaan , 1987), 111
[4]  Gamal. Komandoko, Ensiklopedia Pelajar dan Umum (Pustaka Widyatama, 2010), 155
[5] Jan S. Arintonang, Sejarah Perjumpaan Kristen Dan Islam Di Indonesia (Jakarta: BPK-GM 2006). 44-45
[6] Th. Van Den And, Ragi Cerita 1, (Jakarta: BPK-GM, 1993), 1997
[7] Jan S. Arintonang, Sejarah Perjumpaan Kristen Dan Islam Di Indonesia, 82-83
[8] Th. Van Den And, Harta Dalam Bejana, (Jakarta: BPK-GM 1987), 270
[9]  Th. Van Den And, Ragi Cerita 1, 197-198
[10]  Jan S. Arintonang, Sejarah Perjumpaan Kristen Dan Islam Di Indonesia, 85
[11]  Th. Van Den And, Ragi Cerita 1, 199
[12]  Philip Van Akkeren, Dewi Sri Dan Kristus, (Jakarta: BPK-GM 1995), 69
[13] Th. Van Den And, Harta Dalam Bejana, (Jakarta: BPK-GM 1987), 271
[14] Philip Van Akkeren, Dewi Sri Dan Kristus, 69
[15] Th. Van Den And, Ragi Cerita 1, 200
[16] Th. Van Den And, Ragi Cerita 1, 200
[17] Th. Van Den And, Harta Dalam Bejana, 271
[18] Th. Van Den And, Harta Dalam Bejana, 201
[19] Th. Van Den And, Ragi Cerita 1, 203
[20] Th. Van Den And, Harta Dalam Bejana, 272
[21]  F.D. Wallem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM 2011), 126
[22]  Th. Van Den And, Ragi Cerita 1, 205
[23]  TH. Van den End. J. weitjens, Sj, RAGI CARITA 2 (Jakarta:BPK-GM 2012), 250
[24]  TH. Van den End. J. weitjens, Sj, RAGI CARITA 2, 301
[25]  TH. Van den End. J. weitjens, Sj, RAGI CARITA 2, 252
[26]  TH. Van den End. J. weitjens, Sj, RAGI CARITA 2, 253
[27]  TH. Van den End. J. weitjens, Sj, RAGI CARITA 2, 368
[28]  Th. Van Den And, Ragi Cerita 1, 205
            [29] F.D. Wallem, Kamus Sejarah Gereja, 127                                     
[30] Muller Kruger, Sedjarah Geredja di Indonesia, (Jakarta: BPK-GM, 1966), 156
 [31] M.C.Reckiefs, Sejarah Indonesa Modern,1200-2008, (Jakarta; Serambi ilmu Semester), 591

2 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus