Nama : Jhoni Pranata Purba
Ting/Jur : III-B/Teologi
M. Kuliah : Sejarah Gereja Indonesia II
Dosen : Pdt. Dr. Jan J.
Damanik
SEJARAH GEREJA DI JAWA
TIMUR
A.
Pendahuluan
Lahirnya sesuatu yang ada di dunia ini pasti ada
sejarahnya. Begitu juga gereja. Tidak akan mungkin suatu gereja berkembang
apabila tidak menjalani berbagai proses. Baik itu proses yang mulus ataupun
proses yang berat. Gereja mengalami perkembangan maju atau mundur, Dan tidak terlepas
juga dengan tokoh yang berperan. Begitu jugalah sejarah gereja di Jawa Timur.
Mari kita membahasnya dengan seksama.
B.
Gambaran
Umum Situasi Sosial, Budaya, Agama dan Politik Sebelum Kekristenan
1.
Kehidupan
Masyarakat Tradisional
1.1. Letak Geografis
Provinsi Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa di Utara,
Selat Bali di Timur, Samudera Hindia di Selatan, serta provinsi Jawa Tengah di
Barat. Panjanrg bentang barat-timur sekitar 400 km. Lebar bentangan utara
selatan di bagian barat sekitar 200 km, namun di bagian timur lebih sempit
hingga 60 km. Madura adalah pulau terbesar di Jawa timur, dipisahkan dengan
daratan jawa oleh Selat Madura. Pulau Bawean berada sekitar 150 km sebelah
utara jawa. Di sebelah timur Madura terdapat guguan pulau-pulau, yang paling
timur adalah kepulauan Kangean dan yang paling utara adalah kepulauan
Masalembu. Di bagian selatan terdapat dua pulau kecil yakni Nusa Barung dan
Pulau Sempu.[1]
1.2. Mata Pencaharian
Kekristenan di Jawa Timur mata pencaharian mereka adalah bercocok tanam
padi dipersawahan basah. Pengelolaan sawah (dengan lahan-lahan beririgasi)
kerap melibatkan
teknik dan sistem hukum irigrasi yang rumit, serta karaya kolektif didasarkan
atas banyak konsultasi dan solidaritas. Diperlukan pembendungan air dari sungai
atau mata air untuk mengalirkan lewat parit-parit terbuka,
kerap melalui jarak yang jauh untuk dibagikan secara
merata ke sawah-sawah.
Teknik seperti ini menyiratkan banyak disiplin dan penguasaan diri, ini juga mensyaratkan bentuk pemerintahan yang teratur. Oleh karena itu seluruh
masyarakat peradaban
Jawa
dipengaruhi oleh teknik irigasi. Inilah salah satu faktor yang menjadikan pula Jawa terkemuka diantara pula-pula Indonesia lainnya, sejauh yang berkenan dengan
perkembangan budaya dan sosial ekonomi.[2]
1.3. Sistem
kepercayaan Tradisional
Ngelmu
dalam pemahaman Jawa Timur adalah belajar mendapatkan kawaruh yang lebih bersifat batiniah atau gaib (ilmu gaib), maka
ngelmu dalam masyarakat Jawa Timur berfungsi sebagai spritual yang ditempuh
dengan perjuangan penegakan diri dan penyerahan seutuhnya agar dapat mencapai
ke-manunggalan dengan Ilahi singga
mampu menjadi seorang Jawa yang bijaksana dalam segala tindakan lebih
berhati-hati dan tidak ceroboh.[3]
1.4. Bahasa Penduduk
Pribumi
Bahasa sehari-hari masyarakat Jawa Timur adalah
adalah bahasa Indonesia, selaku bahasa peraturan nasional dan bahasa Jawa
dengan dialek ‘Jawa Timuran’ selaku mayoritas. Bahasa Jawa Timur yang lainya
adalah; bahasa Madura, bahasa Osing, bahasa Tengger dan lain-lain.[4]
C.
Awal
Penginjilan dan Sambutan Penduduk Pribumi
Kekristenan di Jawa Timur sudah masuk sejak tahun
1528 dimana perjanjian antara Portugis dengan kerajaan Blambangan, di kota
pelabuhan penarukan yang masih termasuk dalam kerajaan ini berdiam sejumlah
orang Portugis. Penduduk kerajaan sisa Majapahit ini umumnya masih Hindu dan
tidak bersedia masuk Islam yang tersebar dari kerajaan tetangganya (pasuruan,
Surabaya, dll). Diantara mereka tertarik menjadi Kristen, tetapi tidak ada
rohaniawan yang mengajarkan agama baru itu kepada mereka. Baru setelah tahun
1584/85 datang sejumlah misionaris ke Blambangan. Mereka sempat membaptis
sejumlah orang, termasuk dari kalangan keluarga raja. Tetapi sejak pertengahan
1590-an raja Blambangan semakin tidak menyukai kehadiran Portugis dan agama
Kristen, karena kedekatan para misionaris dengan ibunda raja yang sekaligus
menjadi sainganya dalam menduduki tahta kerajaan. Tidak lama kemudian, pada
tahun 1599, kerajaan itu diserang, diruntuhkan, dan diislamkan oleh Adipati
kerajaan Pasuruan yang sudah menganut agama Islam.dalam kejadian ini umat Kristen-Portugis
maupun pribumi mengalami penderitaan besar, tempat kediaman orang Kristen di
dekat Panurukan dihancurkan dan kosong, tidak berpenghuni. Dengan demikian,
berakhirlah karya misi di sana.[5]
Sejak abad ke-18, sebagian besar pulau Jawa dikuasai
oleh orang-orang Belanda secara langsung.[6]
Sejak zaman VOC hingga sekitar tahun 1820-an sudah ada jemaat-jemaat Kristen,
terutama di kota-kota besar (terutama Batavia, Semarang, dan Surabaya), dan
anggotanya pada umumnya masih orang Eropa, peranakan Eropa (Indonesia), dan perantauan dari Indonesia
Timur. Ada juga segelintir yang tinggal di tempat terpencil, menjadi pengusaha
pertanian atau tuan tanah. Mereka ini baik yang di kota maupun di pedusunan
sama sekali tidak terpanggil untuk mengabarkan injil kepada orang-orang pribumi
di sekitar mereka.[7]
VOC tidak pernah mengabarkan Injil di tengah-tengah orang Jawa. Dan juga GPI,
yang mempunyai jemaat-jemaat di Surabaya dan ditempat-tempat lain, tidak
mempedulikan penduduk-penduduk pribumi. Bahkan pemerintah Hindia-Belanda
menutup tanah Jawa dari pengabaran Injil kerena takut akan terjadi kerusushan.
Penyebaran Perjanjian Baru dalam bahasa Jawa, yang sudah selesai diterjemahkan
pada tahun 1831, tidak diperbolehkan seluruh penerbit disita oleh pemerintahan
Hindia-Belanda.[8]
Setelah mengganti VOC yang bubar pada tahun 1799 keadaan politik tidaklah tetap
pemerintah Hindia-Belanda yang menggantikanya. Pemerintahan Hindia-Belanda
diusir oleh orang-orang Inggris (1811), tetapi lima tahun kemudian orang-orang
belanda kembali lagi (1816). Tetapi negeri Belanda menghadapi peperangan di Jawa
yaitu perang Diponegoro (1825-1830), dan Eropa (1830-1839). Akibatnya,
perbendeharaan negara Belanda kosong, dan tenaga orang Jawa dikerahkan untuk
mengisinya kembali dengan menggunakan sistem tanam paksa. Negara Belanda
membutuhkan banyak uang, dan jangan
hendaknya ada yang menggangu keamanan dan ketertiban. Oleh karena itu
pemerintah enggan mengizinkan lembaga-lembaga zending bekerja di Jawa pada masa
itu, dan sesudah itu pun pekerjaan mereka sering mengalami rintangan dari pihak
para pejabat pemerintah. [9]
Walaupun ada larangan dan pembatasan dari terhadap zending,
namun sejak 1830-an terutama sejak 1850-an mulai tampil sejumlah pribadi
Kristen asal Eropa ataupun peranakan melaksanakan tugas pekabaran Injil secara
perorangan. Dengan kata lain, di luar kerangka pekerjaan badan-badan Zending.
Kita boleh mencatat beberapa nama, antara lain Johanes Emde, C.L. Coolen,
Jallesma dan Paulus Tosari.[10]
Di Jawa Timur, kegiatan PI dimulai oleh seorang
Jerman yang telah merantau ke Indonesia, Bapa Emde (1774-1885) adalah seorang
Pietis dari Jerman yang berlayar ke Indonesia untuk melihat dengan mata kepala
sendiri, apakah benar bahwa perkataan dalam Kejadian 8:22, tentang musim dingin
dan musim panas tidaklah sesuai dengan keadaan di daerah Kathulistiwa. Ia
menetap di Surabaya, di mana dia bekerja sebagai tukang arloji. Di situ dia
dikunjungi oleh Joseph Kam, ketika ia sedang dalam perjalanan ke Maluku. Dan
kunjungan Kam itu membangkitkan semangat missioner pada Emde.[11]
Kam memberikan inspirasi kepada Emde untuk
mengabarkan injil kepada mereka yang belum mengenal Kristus. Setelah kepergian
Pdt. Joseph Kam ke Ambon maka perkumpulan Traktak Alkitab dan misi yang
didirikan Kam menggantikannya. Dalam masyarakat kolonial pada saat itu orang
orang inilah yang dijuluki ‘orang-orang saleh Surabaya’.[12]
Akan tetapi, bagi Emde belum cukup kalau mereka masuk Kristen, pada hematnya seorang
Kristen harus menerima kebudayaan Kristen yang bagi dia adalah kebudayaan
Eropah. Dari sebab ia menuntut, supaya orang-orang Jawa yang baru bertobat itu
memotong rambutnya yang panjang, meninggalkan pakaian khas Jawanya, termasuk
Kerisnya, dan mengenakan pakaian Khas Eropah.[13]
Emde walaupun seorang yang memiliki ketulusan hati
yang tinggi, dan tidak memiliki pendidikan yang tinggi dari sekolah dasar, yang
ia sebut ‘pengajaran duniawi ’, dan bahkan ‘terang batinlah’ yang menerangi
jalan baginya ke dalam soal-soal rohani. Lagi pula seluruh sifatnya bersifat
Barat, dan sedemikian percaya diri sehingga sulit baginya dapat memahami dan
melakukan kontak dengan dunia Jawa bukan Kristen dan merelevansikan kesaksiannya
atas Kristus di sana. Kendati dia bersemangat menyebarkan Injil kepada
orang-orang Jawa, disertai kesaksian istri Jawanya, ia tidak menemukan jalan
terbuka di Surabaya, dan ia pun tidak diperbolehkan menjadi pendiri Gereja
Kristen di Jawa.[14]
Dan pekerjaan Emde tidak banyak membawa hasil. Pendeta GPI di Surabaya
memandang dia sebagai saingan dan mengadukannya kepada pemerintah. Akibatnya
Emde harus meringkus dalam penjara selama beberapa Minggu. Hal ini terjadi pada
tahun 1820: di kemudian hari sikap GPI menjadi lebih positif. Tetapi di
kalangan orang Jawa juga pekerjaan Emde pada mulanya tidak mendapat sambutan
yang hangat.[15]
Tidak hanya Emde muncul juga di Jawa Timur muncul
pusat penyiaran agama Kristen yang kedua. Pusat kedua ini adalah Ngoro, dan
peminpinya adalah Coolen (1775-1873). Coolen lahir dari keluarga Belanda,
tetapi ibunya putri bangsawan Jawa. Dari ibunya dia diwariskan tradisi
kebudayaan Jawa, sehingga dia menguasai wayang, musik dan tari-tarian Jawa.[16]
Pada tahun 1827 ia memperoleh sebidang hutan yang luas. Sesudah membuka hutan
itu, diserahkannya kepada petani-petani di Jawa. Dengan demikian Coolen menjadi
tuan tanah di Ngoro. Tanpa sesuatu tindakan paksaan apapun ia menyebarkan Injil
diantara mereka. Tetapi pekabaran ini berlangsung dalam bentuk-bentuk Khas Jawa.
Dengan memakai wayang, musik Jawa dan tarian Khas Jawa. Agama Kristen adalah
suatu ‘ngelmu’ yaitu ngelmu yang
paling tinggi, yang telah dinyatakan oleh Allah melalui Yesus Kristus. Dalam
kebaktian di pendopo Coolen, wayang dan gamelan dipakai juga dan cerita-cerita
Alkitab dibawakan dalam irama tembang.[17]
Di Ngoro tidak ada paksaan dalam hal agama. Coolen menyuruh orang membangun
Mesjid. Tetapi dalam membangun desanya diapun tetap bertindak sebagai orang
Kristen. Beberapa diantara orang yang ke Ngoro adalah orang yang pernah
melakukan kejahatan. Coolen mengizinkan mereka tinggal di Ngoro, dan Coolen
menunjuk jalan kepada mereka untuk memperbaiki diri. Kepada mereka diberitakan
‘ilmu Kristen’ tentang pelepasan manusia dari dosa oleh juruselamat dunia. Pada
hari minggu Coolen mengadakan kebaktian di pendopo rumahnya sendiri: disitu dia
berdoa dan membacakan suatu pasal dari Alkitab, lalu orang mengangkat nyanyian
serta doa dengan gaya tembang. Sepanjang hari minggu, orang menghabiskan
waktunya dengan bermain gamelan, dengan wayang dan dikir, yaitu dengan
mengulang-ulang rumus-rumus Kristen. Coolen mengangkat seorang pengantar jemaat
yang disebut Kyai penghulu, dan dua orang penatua. Tetapi semua yang dilakukan
Coolen berlangsung tanpa ada hubungan dengan pendeta serta jemaat GPI di
Surabaya. Pun Sakramen baptisan dan perjamuan kudus tidak dilayangkan di Ngoro.[18]
Suatu kelompok orang yang taat beragama letaknya di
desa Wiung tidak jauh dari Surabaya, mereka berkumpul di rumah Pak Dasimah.
Pada suatu hari salah seorang anggota kelompok ia membawa serta sebuah buku
kecil dalam bahasa Jawa yang diberikan kepadanya oleh seorang perempuan
keturunan Eropa di Surabaya. Pak dasimah membukanya dan heran sekali ia melihat
kata-kata yang pertama: “inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus … (Mrk. 1:1).”
Ia tidak begitu suka namun tidak membuangnya karena mengandung hal keagamaan
yang belum dikenalnya melainkan membuatnya menjadi pokok pembicaraan dalam
kelompoknya. Pada 1834 seorang anggota kelompok Wiung bertemu dengan Kyai yang
telah berguru kepada Coolen. Kyai mengucapkan sebuah rapal yang isinya kedua
belas Pasal Iman. Pengunjung dari Wiung itu teringat akan buku yang telah
dikenalnya disana dan segera membawa kabar kepada Pak Dasimah. Maka Pak dasimah
dan rombongannya berjalan ke Ngoro meminta ‘Toya wening, air jernih (hidup)’.
Coolen menyambut mereka dengan ramah dan selama sepuluh hari mendapatkan pengajaran
Agama Kristen di Ngoro setelah itu mereka pulang. Tetapi di Wiung ajaran itu
tetap menjadi pokok renungan dan pembicaraan kepada mereka. Dan setiap tahun mereka
kembali ke Ngoro. Pak Dasimah menyebarkan ilmu baru yang telah diperolehnya
dengan dengan cara yang sudah dilihatnya di Ngoro, yaitu melalui wayang.
Setelah lima tahun mendapat kunjungan dari
orang-orang Wiung, Coolen memberi nasehat agar pergi ke Surabaya mencari orang
Kristen bernama Nyonya Emde. Dan Pak Dasimah menjadi orang Kristen dan menerima
babtisan maka mereka lebih jauh lagi dari dunia kerohanian Jawa asli. Di
Surabaya, Pak Dasimah dan kawan-kawan belajar juga mengenai baptisan. Mereka
merasa bahwa Coolen belum memberitahukan ilmu Kristen kepada mereka sepenuhnya.
Pada bulan Desember 1843 tigapululima, orang jawa di baptis oleh pendeta GPI
Surabaya. Tetapi Coolen sama sekali tidak senang mendengar hal itu Ia melarang
mereka untuk tetap tinggal di Ngoro. Dalam tahun-tahun berikutnya beberapa ratus
orang penduduk Ngoro pergi ke Surabaya untuk di Baptis pula. Salah seorang di
antara mereka minta untuk di Baptis ialah Paulus Tosari (1813-1882), Coolen
tidak tahan melihat anak-anak buahnya menerima baptisan serta adat orang
Belanda. Akhirnya mereka di usir dari Ngoro. Dalam kawasan hutan yang angker,
mereka mendirikan sebuah desa baru yang di beri nama Mojowarno (1844). Tosari
menjadi guru jemaat mereka dan beberapa tahun jemaat ini berjalan dengan
pemimpin yang hanya terdiri dari orang-orang Jawa saja. Tetapi dalam tata
kebaktian dan dalam hal-hal lain mereka memakai bentuk-bentuk dari Barat.[19]
Pemerintah Belanda, yang belum memberi ijin kepada Zending untuk masuk ke Jawa
Timur, berusaha merintangi Tosari, tetapi ia tidak dapat di halangi. Ia menetap
di Mojowarno pada tahun 1844 dan memimpin jemaat itu sampai Ia meninggal.[20]
D.
Karya
Zending dan perkembangan Kekristenan
1.
Karya
Zending
Pada tahun 1851, NZG mulai memberitakan Injil kepada
orang-orang Jawa dengan mengutus misionarisnya yang pertama, yaitu Pdt. J.L.
Jallesma. Ia berkedudukan di Mojowarno. Disana sudah terdapat jemaat yang
terdiri dari orang Kristen Jawa yang diusir dari Ngoro karena mereka menerima
corak kekristenan Emde (Barat). Setelah Coolen meninggal (1873), pengikut
Coolen diasuh oleh NZG. Dengan demikian NZG membangun di atas pekerjaan Emde
dan Coolen.[21]
Kerjasama antara Tosari dan Jellesma berlangsung dalam suasana baik dan memberi
hasil yang baik. Selama Jellesma di Jawa, ia membaptis duaribu orang lebih.
Jallesma juga mengadakan sekolah rakyat, dan disamping ia mendidik sejumlah
pemuda menjadi guru sekolah merangkap guru jemaat,. Bersama Tosari ia mendirikan
pula “lumbung orang miskin” jemaat mengumpulkan padi yang kemudian “dipinjamkan”
atau diberikan kepada orang-orang yang berkekurangan. Jallesma menerbitkan juga
riwayat-riwayat Alkitab dan sebuah Bundel Nyanyian Rohani dalam bahasa Jawa.[22]
Namun akibat dari karya zending maka berdampak pada
kehidupan masyarakat setempat. Hal ini terlihat bagaimna Emde mengeluarkan
perintah baru apabila ingin masuk kristen yaitu. Dan emde mengeluarkan 10
perintah yang ditetapkan untuk mengatur jemaat, yaitu:
·
Potonglah rambutmu
pendek-pendek
·
Jangan memakai ikat
kepala di gereja
·
Jangan mendengarkan
gamelan
·
Jangan menonton wayang
·
Jangan melakukan
khitanan
·
Jangan menyelenggarakan
selamatan
·
Jangan menyanyikan
tembang Jawa
·
Jangan merawat
pekuburan
·
Jangan menaburkan bunga
di makam
·
Jangan membiarkan
anakmu bermain-main.
1.1. Bidang Penginjilan
Pada masa 1870-1910 berlangsung perkembangan yang
berangsur-angsur menurut garis-garis yang telah ditetapkan zending.
a. Zending
tetap lebih banyak memperhatikan desa daripada kota. Para zendeling mendirikan
desa-desa Kristen yang baru dengan cara membuka tanah. Surabaya ditinggalkan
Jellesma pada tahun 1851: baru pada tahun 1930 seorang utusan zending kembali
bekerja disitu. Zending memilih desa diatas kota disebabkan pula oleh faktor
social; pada zaman itu Jawa Timur kota-kota terutama merupakan tempat pemukiman
orang Eropah dan Tionghoa, dan para zendeling tidak suka berada di tengah
masyarakat Eropa yang sikap dan kelakuannya merupakan rintangan bagi pekabar
injil.
b. Orang
Jawa tidak dapat menerima Firman tok, sebab belum tau membedakan yang baik dan
yang jahat.[23]
1.2. Bidang Pendidikan
NZG sendiri membuka sekolah dan desa-desa
Kristen. Desa itu antara lain Swaru, Peniwen, Sitiarjo, Talungagung,
Sumberagung, Dupak, dan Tanjungrejo. Mulai tahun 1910 datanglah
perkembangan-perkembangan menantang wawasan zending yang lama. Yang pertama
adalah bangkitnya gerakan nasional dikalangan orang Jawa. Pada tahun 1909 di
Surabaya didirikan cabang ‘ Boedi Oetomo’. Kejadian ini mendorong pemuda
Kristen Jawa di kota itu meningkatkan kegiatan organisasi mereka, ‘Rentjono
Boedijo’, yang selama ini bersifat kelompok Penelaahan Alkitab. Perhimpunan
‘mardi Pratjojo’ mengiatkan cabang-cabangnya agar bergerak di bidang penelaahan
Alkitab, penyiaran Injil, paduan suara, dana kematian, dana pinjaman, dan
sebagainya.
1.3. Bidang Kesehatan
Pada tahun 1938 ada 101 rumah sakit dan 7 rumah
sakit kusta zending, diantaranya 58 dan 5 di Jawa. Dari seluruh kegiatan di
Hindia Belanda pada tahun 1938, serempat diselenggarakan oleh badan-badan
zending, sama seperti dalam hal sekolah rakyat, begitu juga dengan perawatan
orang-orang sakit dirumah-rumah sakit, kegiatan zending ini menjadi contoh bagi
Hindia Belanda. Dalam praktik, alasan yang terpenting ialah bahwa melalui
kegiatan dibidang pendidikan dan kesehatanitu, zending sanggip memikat hati
orang yang masih bersikap menolak terhadap pekabaran injil secara langsung. Dinas
medis dilihat sebagai pelayanan Kristen kepada sesama manusia yang sedang
menderita sengsara. Didalam abad 20
terjadilah perdebatan tentang makna kegiatan dikedua bidang tersebut dalam rangka
pengabaran injil.
1.4. Bidang Ekonomi
Zending bergerak dibidang ekonomi alasannya untuk
memlakukan kegiatan dibidang itu berbeda-beda. Pengadaan “lumbung padi”
didesa-desa Kristen jawa timur bertujuan melindungi penduduk desa yang miskin
akbiat pacelik. Ditapanuli dan Kalimantan, perserikatan dagang RMG (took
Hennemann) menjadikan took-toko dengan maksud mencegah penduduk setempat
diperas oleh pedagang-pedang dari luar.[24]
1.5.Bidang Budaya / adat-istiadat
Kebijakan yang dilakukan menghasilakan konsolidasi kedalam
dan keluar. Berdirilah sejumlah jemaat yang sudah terbiasa dengan kehidupan
Kristen yang diatur oleh “Pranata”, peraturan adat, yang disusununtuk setiap
orang Kristen. Jumalah orang Kristen meningkat berlahan-lahan. Atas prakarsa
panitia jawa, dimulailah pekabar injil ditengah orang Madura dipantai utara
jawa timur, yang kemudian bersatu dengan karya NZG dikalangan suku jawa.[25]
2.
Faktor-faktor
penghambat dan Pendorong Perluasan Kekristenan
2.1. Faktor Penghambat
·
Pada masa
Hindia-Belanda tenaga pendeta atau yang dapat meneybarkan Injil tidak ada
sehingga sangat sulit dalam pekabaran injil.
·
lokasi penginjilan yang
jauh. Dimana harus ditempuh berpuluh kilo meter ke arah hutan seingga menjadi
kendala dalam penginjilan.
·
Pemerintahan
Hindia-Belanda menutup pekabaran Injil karena takut mengganggu usaha yang
dilakukan pemerintah terkhusus dalamhal mengisi perbendeharan Belanda.
·
perbedaan pendapat dari
para Zendeling sehingga menyebabkan perpecahan dalam jemaat. hal ini terlihat
ketika jemaat Collen bertemu dengan ajaran Emde dan Coolen tidak suka dan harus
mengusir mereka dari Ngoro.
·
Kentalnya budaya
Kejawenan dalam masyarakat pribumi sehingga sulit memasukkan Injil dan
mengkontekstualkannya.
2.2. Faktor Pendorong
·
Walaupun tenaga Zending
ditolak oleh peerintahan Hindia-Belanda namun ada yang mau dengan iklas
melayani yaitu Coolen dan Emde.
·
Semangat para zendeling
untuk mengabarkan Injil dan melakukan pendekatan dengan jemaat pribumi
·
Para zendeling mau
menerima adat-istiadat yang ada di tempat penginjilan. Hal ini terlihat ketika
Jallesma menggabungkan antara kebudayan Barat dan kebudayaan asli Jawa Timur.
·
Ketika Injil sudah
sampai kepada orang Pribumi adanya usaha utuk memberitakanya langsung kepada
orang lain yaitu sepertu Pak Dasimah dan Wulung.
·
Pelayanan kesehatan dan
pendidikan
3.
Para
Tokoh / Umat Kristen Pribumi
3.1. Bidang Penginjilan
Pengaruh orang Kristen jawa terhadap pada zendeling
dampak pula dalam hal pola pekabar injil. Pada masa jemaat-jemaat masih
dipandang para zendeling sebagai pulau-pulau ditengah lautan islam, sebagai
daerah-kantong yang dikelilingi lawan, maka pergaulan utusan zending serta anak
buahnya dengan orang islam mudah bersifat bantah membantah. Dan karena pada
jemaat diajukan tuntutan supaya menjadi teladan bagi dunia dan sekeliling, maka
jemaat pun cendrung mementingkan segi persekutuan kedalam ketimabngan
pemangilan keluar. Tetapi sebagai hasil pergaulan, nahkan hasil kerja sama,
dengan orang yang bukan Kristen dalam berbagai organisasi dan kegiatan, sekap
antitetis itu berkurang dan diganti oleh penyiaran injil secara sederhana yang
sedapat mungkin menghindari suasana bantah membantah, metode itu dipakai secara
sistematis oleh “bale Weata”, yang secara teratur mengutus rombongan teridri
dari staf pengajar dan siswa-siswa untuk berkeliling mengabarkan kabar kesuksesan
dikota-kota dan didesa-desa.[26]
3.2.Bidang Pendidikan
Ø Tokoh
kekristenan Jawa abad ke-19 yang terkenal, seperti Ibrahim Tunggul Wulung, Kyai
Sadrach, tetapi juga yang tidak ternama, seperti Pong Lengko di Toraja, Filipus
di Mansinam (irian). Para zendeling cenderung mengoreksi pola berpikir yang
terdapat pada para pengerja yang tidak mereka didik. Dalam hal Sadrach, upaya
itu menyebabkan retakan. Ternyata karya pekabaran injik yang sedang meluas
tidak mungkin diselenggarakan hanya dengan tenaga yang muncul secara spontan.
Terutama dalam jaringan sekolah, yang didirikan oleh zending hampir setiap
daerah, dibutuhkan guru-guru pendidikan foral, biar pendidikan itu tidak begitu
tinggi. Dan guru-guru tersebut diberikan tugas untuk melakukan PI
dikampung-kampung dan mengembalakan jemaat hasil upaya mereka.[27]
Ø Pdt.
J.L. Jallesma Ia berkedudukan di Mojowarno Kerjasama antara Tosari dan Jellesma
berlangsung dalam suasana baik dan memberi hasil yang baik. Selama Jellesma di
Jawa, ia membaptis dua ribu orang lebih. Jallesma juga mengadakan sekolah
rakyat, dan disamping ia mendidik sejumlah pemuda menjadi guru sekolah
merangkap guru jemaat,. Bersama Tosari ia mendirikan pula “lumbung orang
miskin” jemaat mengumpulkan padi yang kemudian “dipinjamkan” atau diberikan
kepada orang-orang yang berkekurangan. Jallesma menerbitkan juga
riwayat-riwayat Alkitab dan sebuah Bundel Nyanyian Rohani dalam bahasa Jawa.[28]
E.
Kemandirian
Gereja
Jemaat-jemaat NZG di Jawa Timur didewasakan pada 11
Desember 1931 dengan nama Gereja Kristen Jawi wetan (GKJW), dengan system
pemerintahan grejawi presbiterial-sinodal. GKJW berjasa bagipekebaran injil di
Bali. GKJW memberitakan Injil ke Bali pada Tahun 1933 sehingga memberi
sumbangan bagi lahirnya Gereja Kristen Protestan di Bali. Pada masa pendudukan
Jepang dan perang kemardekaan, jemaat-jemaat GKJW mengalami penderitaan,. Pada
tahun 1947, GKJW ikut mendirikan Dewan Permusyawaratan Gereja-Gereja dan
menjadi anggota PGI pada tahun 1950. Kantor pusatnya berada di Malang, Jawa
Timur. Gereja ini mendirikan sekolah teologinya sendiri pada tahun 1920 di
Kediri. Pada tahun 1925 sekolah ini dipindahkan
ke malang dan diberi nama Sekolah Teologi Bale Wiyoto, yang artinya
balai murid. Pada tahun 1962 sekolah ini
ditutup karena GKJW bersama-sama dengan
gereja lainnya mendirikan sekolah teologi bersama, yaitu Sekolah Tinggi Teologi
Duta Wacana. Kini sekolah teologi ini menjadi pusat pembinaan anggota jemaat.[29]
A. Hambatan
dalam perkembangan GKJW
Ketika
Jepang menduduki Indonesia secara sah pada Maret 1942, salah satu yang menjadi
pihak yang banyak menjadi korban penyiksaan hingga pembunuhan adalah kalangan
Kristen. GKJW juga mengalami penderitaan yang sangat hebat semasa kedudukan
Jepang di Indonesia. Serangan-serangan militer yang menggelisahkan
jemaat-jemaat yang ada pada saat itu.[30]
Namun walupun demikian gereja di Jawa Timur tetap berdiri tegak, gereja itu
sudah berakar di Jawa Timur, tempat gereja itu menjalankan tugasnya yang
diamanatkan Than kepadanya.
B.
GKJW pada masa Orde
Lama dan Orde Baru
Penderitaan
dari pihak Jepang sendiri mencoba bangkit pada buln April 1946 diselenggarakan
pertemuan pendeta se GKJW dengan inti acara kebaktian Umum. Atas dasar itu,
pada 6 Agustus berkumpul sidang majelis Agung GKJW yang pertama sejak tahun
1940. Maka pada tanggal 6 Agustus dirayakan sebagai hari kebangunan GKJW. Organisasi
gereja dirapikan. GKJW ikut memandirikan Dewan Permusyawaratan Gereja-gereja
berbahasa Jawa pada tahun 1947. Dewan gereja-gereja sedunia pada 1948, DGI pada
tahun 1950.[31]
C.
GKJW pada masa
Reformasi sampai sekarang.
Sampai
sekarang ini jumlah warga GKJW sudah berkembang menjadi 148.000 orang. Terdiri
atas 152 jemaat yang tersebar di 12 majelis daerah (Klasis), dengan jumlah
jemaat atau calon jemaat 400. Adapun bahasa yang digunakan dalam beribadah
minggu beragam. Mulai dari bahasa Indonesia, Jawa, Medan, Ingris, dan Madura.
GKJW terlibat dalam persekutuan gereja-gereja Indonesia (PGI, WCC-Genewa,
UEM-Germany, warc Genewa). Sementara dengan lembaga Lain, GKJW terlibat dalam
Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW-Yogyakarta), Universitas Kristen Satya
Wacana (UKSW), dan Sekolah Tinggi Theologia Jakarta (STT-Jakarta). Misi Sosial
GKJW adalah Yayasan Kesehatan (YK GKJW), Yayasan Badan Pendidik Kristen (YBPK
GKJW), lembaga Pendampingan Masyarakat (LMP GKJW).
F.
Refleksi
Teologis
Melalui sejarah gereja Jawa Timur
yang telah kita pelajari ini, banyak sekali pelajaran yang kita yang dapat kita
pelajari bagaimana semangat pelayanan yang dilakukan oleh para Zendeling dalam
usaha dalam mengabarkan Injil keselamatan kepada orang kafir. Mereka bukan
tanpa tantangan dan rintangan. Namun dibalik rintangan yang dihadapi panggilan
Tuhan dan semangat pelayanan dapat mengalahkan segalanya. Hal ini terlihat dari
usaha yang dilakukan Coolen dengan membuka tanah dan membagikanya kepada
masyarakat Ngoro begitu luar biasa dan menunjukkan kasih yang besar terhadap sesama
dan di samping itu juga memberikan jalan keselamatan kepada warga pribumi.
Seperti ada tertulis dalam Yohanes 1:12 “tetapi
semua orang yang menerimanya diberin-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah,
yaitu mereka yang percaya kepada-Nya”. Jadi selaku hamba Tuhan apabila kita
mau memberitakan injil kepada audara kita yang belum mengenal Kristus kita
telah diberi kuasa untuk melakukan kehendak Allah dan kita jangan kawatir
terhadap rintangan yang terjadi sebab dalam 1 Petrus 5:7 “serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya. Sebab Ia yang memelihara
kamu.” Supaya apabila kita menginjili Roh-Kudus Tuhan senantiasa bersama
dengan kita dan orang yang kita Injili dan bawa kepada terang Kristus dapat
bertumbuh dan menjadi jemaat yang besar. Dan sebagai benteng yang kuat dalam
membuat perubahan adalah kita harus memiliki Iman yang kuat seperti Jallesma
dan para tokoh sejarah gereja yang lain
G.
Kesimpulan
Jadi melalui sajian ini dapat kita simpulkan bahwa
sejarah gereja di Jawa Timur sebelumnya sudah masuk dibawa oleh bangsa Portugis
namun setelah mengalami berbagai penghambatan maka perkembanganya terhenti. Namun
kekristenan juga dibawa VOC namun masi belum berkembang karena berbagai alasan.
Namun perkembangan kekristenan mulai dikembangkan oleh perseorangan yang
memberikan hatinya untuk melayani dengan
menggunakan metode pendekatan ke desa-desa. Namun setelah lembaga NZG di
ijinkan untuk melayani maka semakin berkembanglah perluasan kekristenan. Hasil
dari pekabaran injil NZG ini menhasilkan sebuah gereja yaitu GKJW (Gereja
Kristen Jawi Wetan). GKJW pun semakin berkembang dan mencapai kemandiriannya
pada tahun 1931.
H.
Daftar Pustaka
Arintonang
Jan S., Sejarah Perjumpaan Kristen Dan
Islam Di Indonesia Jakarta: BPK-GM 2006
Den
And, Th. Van Harta Dalam Bejana, Jakarta: BPK-GM 1987
Den
And, Th. Van Ragi Cerita 1, Jakarta:
BPK-GM, 1993
Gamal.
Komandoko, Ensiklopedia Pelajar dan Umum
Pustaka Widyatama, 2010
http//www.jatimprov.go.id
J.
weitjens, Sj TH. Van den End., RAGI
CARITA 2 Jakarta:BPK-GM 2012
Jan
S. Arintonang, Sejarah Perjumpaan Kristen
Dan Islam Di Indonesia, 85
Van Akkeren. Philip., Dewi
Sri dan Kristus, BPK-GM, 1994
Wallem
F.D., Kamus Sejarah Gereja, Jakarta:
BPK-GM 2011
[3] Sartono Kartodirjo dkk, Beberapa Segi Etika dan Etiket Jawa, (Yogyakarta: Depertemen Ditjen
Kebudayaan , 1987), 111
[4] Gamal. Komandoko, Ensiklopedia Pelajar dan Umum (Pustaka Widyatama, 2010), 155
[5] Jan
S. Arintonang, Sejarah Perjumpaan Kristen
Dan Islam Di Indonesia (Jakarta: BPK-GM 2006). 44-45
[6] Th.
Van Den And, Ragi Cerita 1, (Jakarta:
BPK-GM, 1993), 1997
[7] Jan
S. Arintonang, Sejarah Perjumpaan Kristen
Dan Islam Di Indonesia, 82-83
[8] Th.
Van Den And, Harta Dalam Bejana,
(Jakarta: BPK-GM 1987), 270
[9] Th. Van Den And, Ragi Cerita 1, 197-198
[10] Jan S. Arintonang, Sejarah Perjumpaan Kristen Dan Islam Di Indonesia, 85
[11] Th. Van Den And, Ragi Cerita 1, 199
[12] Philip Van Akkeren, Dewi Sri Dan Kristus, (Jakarta: BPK-GM 1995), 69
[13] Th.
Van Den And, Harta Dalam Bejana,
(Jakarta: BPK-GM 1987), 271
[14]
Philip Van Akkeren, Dewi Sri Dan Kristus,
69
[15] Th.
Van Den And, Ragi Cerita 1, 200
[16] Th.
Van Den And, Ragi Cerita 1, 200
[17] Th.
Van Den And, Harta Dalam Bejana, 271
[18] Th.
Van Den And, Harta Dalam Bejana, 201
[19] Th.
Van Den And, Ragi Cerita 1, 203
[20] Th.
Van Den And, Harta Dalam Bejana, 272
[21] F.D. Wallem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM 2011), 126
[22] Th. Van Den And, Ragi Cerita 1, 205
[23] TH. Van den End. J. weitjens, Sj, RAGI CARITA 2 (Jakarta:BPK-GM 2012), 250
[24] TH. Van den End. J. weitjens, Sj, RAGI CARITA 2, 301
[25] TH. Van den End. J. weitjens, Sj, RAGI CARITA 2, 252
[26] TH. Van den End. J. weitjens, Sj, RAGI CARITA 2, 253
[27] TH. Van den End. J. weitjens, Sj, RAGI CARITA 2, 368
[28] Th. Van Den And, Ragi Cerita 1, 205
[30]
Muller Kruger, Sedjarah Geredja di
Indonesia, (Jakarta: BPK-GM, 1966), 156
bagus juga
BalasHapusSaya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut