Kamis, 17 Maret 2016

Dogmatika Kontraversi Ajaran Keselamatan (=Manusia-dosa-Allah-keselamatan) Kontraversi Agustinus, Pelagius, dan Semi pelagiianisme


Nama                          : Jhoni Pranata Purba
NIM                            : 12.01.935
Kontraversi ajaran keselamatan (=manusia-dosa-Allah-keselamatan)
Kontroversi Agustinus, Pelagianisme, dan Semi-Pelagianisme

I.                   Pendahuluan
Pandangan atau konsep keselamatan sudah dirumuskan semenjak jaman Yudaisme sampai Bapa leluhur. Namun pandangan mereka tentang konsep keselamatan itu juga berbeda-beda menurut pemikiran mereka masing-masing. Namun disamping banyaknya pandangan tersebut membuka jalan perdebatan atau kontraversi antar tokoh atau antar aliran. Namun pada kali ini kita akan membahas mengenai pemahaman keselamatan menurut Agustinus, Pelagianisme, Semi-Pelagianisme.Namun dalam konsepan keselamatan tersebut pemahaman Agustinus tentang keselamatan memiliki kontroversi dengan Pelagianisme dan menyebabkan munculnya Semi-Pelagianisme. Semoga sajian ini dapat kita mengerti dan dapat menambah pemahaman kita bersama.
II.                Pembahasan
2.1.                         Pengertian Anugrah dan Keselamatan
Dalam Perjanjian Baru Anugerah (Kharis) pada hakikatnya merupakan pemberian yang tidak harus dibalas.Kata Kharis dipakai secara sinonim dengan kata doraen yang merupakan terjemahan dari yang cocok dengan kat Ibrani Khinam yang berasal dari kata khen yang artinya anugrah.Dengan demikian juga didalam perjanjian lama, anugrah atau kasih karunia merupakan suatu perbuatan yang tak harus dibalas.[1] Sedangkan dalam kamus Teologi  anugrah adalah sesuatu yang baik, yang diberikan tanpa adanya jasa dari sipenerima, meskipun sebenarnya sipenerima seharusnya mendapat hukuman.[2]Keselamatan adalah prihal keadaan selamat, kesejahtraan, dan penderitaan.[3]Namun dalam kamus teologi Keselamatan adalah keadaan bebas dari kejahatan dan penderitaan.Penderitaan diakibatkan oleh dosa, dan keselamatan adalah pembebasan dari dosa dan akibatnya sehingga keselamatan berarti bebas dari penderitaan.[4]
2.2.                      Latar Belakang Terjadinya Kontraversi
Pada zaman Bapa-bapa Gereja Apa yang diajarkan Paulus seolah olah hilang, di zaman Bapa-bapa, ajaran yang berkembang adalah Yudaisme. Memang tidak ada hubunganya tapi seolah-olah menganut Yudaiseme
1.      Moralisme: mulai memunculkan glora-glora, tokoh yang terkenal pada jaman ini adalah Tertulianus, yang mulai berkembang pada abad pertengahan di Eropah ( Gereja Barat) dan ajaran itu dimodifikasi oleh Pelagianisme.
2.      Intelektualisme
3.      Sakramentalisme
Namun kenyataanya mereka menekankan bukti-bukti atau tanda-tanda kepercayaan itu.
·         Ajaran Tertulianus : Adanya dosa warisan
·         Ajaran pelagianisme : Tidak ada dosa warisan
        Namun pelagianisme menghasilkan ajaran yang baru yang menekankan bahwa manusia adalah manusia super yang mampu mengupayakan keselamatan.[5]

2.3.                        Kontroversi Agustinus, Pelagianisme, dan Semi- Pelagianisme
2.3.1.      Agustinus
Agustinus merupakan Bapa Gereja yang paling masyur.Kepribadianya dan jalan hidupnya juga yang paling kita kenal, oleh kitabnya yang bernama Confessiones (pengakuan-pengakuan).[6]Agustinus merupakan seorang bapa yang pandangan-pandangan teologinya sangat berpengaruh dalam gereja Barat. Ia lahir pada tanggal 13 November 354 di Tagaste Afrika Utara. Ayahnya bernama Patricius seorang kafir dan ibunya bernama Monika.[7]Monika adalah ibu yang sangat saleh.Ketika agustinus berumur 16 tahun pergilah dia ke Charhago untuk menuntut ilmu pidato menjadi retor (pengacara, advokat).Ia belajar dengan rajin, ia sangat pintar tetapi ia hidup dalam percabulan saja. Dua tahun kemudian ia mendapat seorang anak dari seorang gadis  yang denganya dia hidup  bersama-sama 14 tahun lamanya. Waktu umurnya 19 tahun Agustinus mulai sadar setelah membaca sebuah kitab filsafat. Mulailah dia ia mencari kebenaran yang satu-satunya. Tetapi Alkitab belum menarik perhatianya, karena pada hematnya kitab kudus itu kurang mendalam filsafatnya, bahkan kasar isi dan susunanya.Ia lebih suka menyelidiki salah satu ajaran gnostik yang berasal dari Persia, yaitu Manikheisme. Monika sangat sedih melihat anaknya menempuh jalan sesat itu, tetapi ia dihibur oleh seorang uskup yang karena jemu dengan keluhanya berkata kepadanya: “ pergilah, jangan megangguku: demi hidupmu, tak mungkinlah anak yang didoakan dengan sekian banyak air  mata itu binasa”.[8] Pada masa itu ia juga belum percaya kepada Alkitab Ia tertawa bila membaca tentang Allah yang menjadi Manusia kemudian Agustinus mengembangkan dengan ilmu-ilmu filsafat yang mengajarkan bahwa kebenaran tidak pernah dapat diketahui manusia, sehingga manusia harus bimbang terus sampai pada ajalnya. Lama kelamaan ia sadar tentang perbedaan besar antara pandanan-pandangan orang neo-platonisme dengan berita kitab injil. Segala perkara yang ada dalam ajaran Neo-Platonisme hanya merupakan buah pikiran yang indah saja yaitu kebenaran manusia dari ikatan-ikatan dunia ini. Akhirnya Agustinus tau sungguh sungguh bahwa sekarang dia telah mendapat kebenaran itu dalam injil gereja Kristen. Suatu hari ketika ia duduk-duduk ke kebun bunga dengan pergumulanya terdengarlah olehnya suara anak-anak yang menyanyi ‘ ambillah, bacalah’. Kemudian da membuka kitab surat-surat Paulus dalam Roma 13:13. Kalimat ini menawan jiwanya . sekarang dia bertobat sungguh-sungguh. Kemudian dia pergi ke tempat yag sunyi diluar kota. Disana ia mereunung dan membaca firman Allah . kemudia umur 33 dibabtiskan oleh Ambrosius agung beserta anaknya Adeodatus yang berusia 15 tahun.[9]
2.3.2.      Kontraversi Agustinus
Ketika Agutinus menjadi seorang Kristen, ia mulai mengetahui dan menerima konsep-konsep mengenai dosa dan anugrah yang pada saat itu memang lazim di Barat. Jadi, dalam tulisanya mula-mula. Yang berjudul Mengenai Kehendak Bebas Agustinus, hampir sama dengan Bapa rohaninya Ambrosius.[10]Menurut Agustinus manusia diciptakan oleh Tuhan dengan sempurna. Adam diberi kehendak yang bebas, sehingga ia dapat memilih sendiri jalan yang mana yang akan diturutnya: taat dan patuh kepada Tuhan atau menuruti kesukaan hati dan kehendak sendiri. Tuhan mengajak dia berbuat yang baik, serta mengaruniakan kepadanya pertolongan Rahmatnya.Itulah sebabnya Adam dapat tidak berdosa.Akan tetapi Adam tidak mengunakan kemungkinan ini. Ia jatuh ke dalam dosa oleh salahnya sendiri, karena dia suka mengikuti kehendaknya sendiri. Akibatnya sangat mengerikan. Sekarang ia sudah dikuasai oleh dosa; persekutuanya dengan Tuhan terputus; pertolongan rahmat telah hilang; ia menjadi hamba keinginan badan-nya dan harus mati. Tak dapat ia berbuat baik lagi, malahan mulai saat itu ia tidak dapat tidak berdosa, atau harus berdosa saja. Di dalam Adam segala keturunanya juga berdosa (Roma 5 : 12).Tubuh dan dan jiwa tiap-tiap orang telah diracuni oleh dosa turunan.[11] Ia percaya bahwa semua manusia berdosa  “ dalam Adam” dan oleh sebab itu semua orang (termasuk bayi) bersalah dan cenderung untuk berbuat dosa . kecenderungan ini berbentuk “nafsu jasmaniah” yang mengendalikan manusia. Manusia yang telah jatuh kedalam dosa berada pada posisi yang menyedihkan ketika berbuat dosa itu tak terelakkan lagi, namun ia melakukanya secara “bebas’ atau atas kemaunya sendiri.[12]BagiAgustinus hakikat dosa adalah ganda, pada satu pihak adalah kecongkokan, dan pada pihak lain adalah nafsu. Dalam status aslinya manusia suatu kehendak saleh yang terus menerus, tetapi juga bantuan anugrah ilahi. Keselamatan dari status keberdosaan itu hanya mungkin karena anugerah , tetapi suatu anugerah yang seluruhnya di dasarkan atas pemilihan Allah. Memang jelas bahwa kehendak manusia dari dirinya sendiri tidak dapat menemukan keselamatan.[13]Agustinus percaya bahwa kita memerlukan kasih karunia Allah, yaitu pertolongan batin dari Roh Kudus, untuk hidup sebagai orang Kristen.Allah memberikan kasih karunia-Nya. (atau Roh Kudus) kepada mereka menanggapi injil dengan iman. Keselamatan merupakan seluruhnya karunia Allah dari mula dan seterusnya, karunia ini tidak diberikan kepada semua orang, karunia ini diberikan kepada mereka yang dipilih oleh Dia.[14] Pemilihan Allah atas sejumlah manusia untuk diselamatkan inilah yang disebut predistinasi ( dari pre = dahulu, dan destination=  ketentuan atas keputusan ). Jadi nasip kekal manusia telah ditentukan sejak ia dilahirkan. Tiada seorangpun yang dapat menentang/menggagalkan pilihan Allah ini. Siapa saja yang dipilih pasti selamat, sekalipun ia mungkin melakukan dosa yang besar. Sebab bagaimanapun orang yang dipilih akan bertobat. Jadi dalam Predistinasi ini kasih Allah terhadap orang yang dipilih tampak bersinar-sinar. Dan Allah menyatakan kasih-Nya kepada beberapa jumlah manusia dari antara mereka itu semuanya[15]
Pandangan-pandangan Agustinus pada dasarnya sudah matang pada tahun 397, namun pertentangan dengan Pelagius menyebabkan ia mengembangkan pandangan-pandangan tersebut secara terperinci. Hampir dua puluh tahun lamanya Agustinus berkampanye dengan sengit melawan pengikut-pengikut Pelagius, dengan memakai kebijaksanaan gerejawi maupun duniawai dan terutama melalui tulisaan-tulisanya.[16]
2.3.3.      Pelagianisme
Pelagius lahir di Inggris, sebagai anak dari sepasang orang tua kristen, kira-kira dalam pertengahan abad ke-4, tetap merupakan persolan di kalangan para ahli, apakah tanah kelahiranya adalah Irlandia atau Inggris.[17]Ia adalah seorang cendikiawan, seorang yang berbudaya dan memiliki karakter yang tidak bercacat.  Pada tahun 400 pelagius berada di Roma, disana ia terkejut melihat kehidupan moral yang rusak dan ia bekerja keras untuk memperbaiki keadaan tersebut. Di Roma ia berhasil mentobatkan seorang ahli hukum yang bernama Coelestinus, yang kelak akan terus menemani pelagius kemana-mana. Pada waktu alarik bersama suku bangsa Goth Timur mengepung kota Roma tahun 410 Pelagius bersama Coelestinus meninggalkan kota Roma dan pergi ke Kartago.[18]
Di kartago Pelagius menyebakan ajaran-ajaranya, serta medapat banyak pengikut.Bahkan Coelestinus sempat ditahbiskan menjadi presbiter di Kartago. Adapun pokok-pokok ajaran Pelagius Adalah:
1)                  Adam diciptakan untuk mati dan akan mati sekalipun ia tidak berdosa.  Kematian bukanlah akibat dosa.
2)                  Kejatuhan Adam kedalam dosa hanya dia sendiri dan tidak mempunyai akibat bagi keturunanya.
3)                  Anak-anak yang dilahirkan tidak berdosa.
4)                  Anak-anak yang tidak dibabtis dan meninggal pada masa bayi tettap memperoleh keselamatan
5)                  Manusia mati bukan karna kejatuhan adam kedalam dosa, dan manusia bangkit dari antara orang mati bukan didasarkkan kepada kebangkitan Kristus.
6)                  Hukum taurat dapat memimpin orang kedalam kerajaan sorga sama seperti sebelum injil, ada orang yang berdosa.
Pelagius juga mengunjungi Palestina.Disini juga memperoleh sejumlah pengikut.Sama seperti di Kartago.Di sini muncullah pertikaian.Ajaran-ajaran Pelagius dikutuk.barangkali Pelagius meninggal tahunn 419.Namun ajaranya terus hidup di bawah pimpinan Julianus dari Eclanum, seorang uskup yang cakap sekali.Ia merumuskan ajaran-ajaran Pelagius dengan sangat sistematis. Pelagianisme tidak pernah menjadi suatu gereja pecahan namun hanyalah suatu aliran pemikira teologi dalam gereja[19]
2.3.4.      Kontraversi pelagianisme
Bertahun-tahun, baik Pelagius maupun Coelestius dengan leluasa mengajarkan ajaran-ajaran mereka di Roma tanpa pernah ditentang oleh hirarki. Masalah baru mulai muncul ketika invasi oleh orang Goths yang memaksa kedua orang ini untuk lari ke  AfrikaUatar. Di Timur Pelagius melamar menjadi iman namun dakwaan sebagai bidat dilancarkan kepadanya dihadapan frimat Afrika Utara dan permintaanya ditolak dan diekskomunikasikan (dikucilkan dari gereja tahun 411). Pusat teologi Pelagius adalah pandangannya megenai kemaha-hadiran dan kebenaran Allah. Inilah sebagai konsep yang kurang ia temukan dari Alkitab dan lebih pada filsafat atau, apabila dikatakan secara luas, dari akal manusia. Sesungguhnya, Pelagius memandang kebenaran Allah sebagai suatu kebenara yang menuntut dan mengadili. Tetapi pada permulaan teologinya ia mempertahankan dalil mengenai Allah yang bersifat Rasionalistik, yaitu bahwa Allah tidak mungkin menuntut apa yang pada akhirnya tidak dapat dipenuhi oleh manusia itu sendiri. Allah  adalah Hakim yang adil bagi seluruh manusia. Tak seorangpun manusia yang tak benar yang luput dari padan-Nya. Karena itu, secara prinsipal, manusia berada dalam kedudukan untuk hidub menurut sesuai dengan hokum-hukum Allah. Kalau ini tidak benar, maka tidak akan ada penghukuman terhadap orang yang tidak benar; dan dengan demikian tuntutan Allah kepada manusia tidak dapat dibenarkan[20] Dan di Afrika Utara Pelagius juga berkenalan dengan Agustinus [21] dalil dalih yang dianggap berasal dari dia dan yang menjadi dakwaan terhadapnya : bahwa Adam memang diciptakan dengan bersifat fana dan kalaupun ia tidak berdosa, ia akan tetap mati; bahwa dosa Adam hanya mengenai Adam saja, bukan seluruh umat manusia; bahwa anak-anak yang baru lahir mepunyai status yang sama dengan Adam sebelum ia jatuh kedalam dosa, bahkan seluruh umat manusia tidaklah mati sebagai akibat kematian Adam, bahkan kalaupun melalui kebangkitan Kristus seluruh umat manusia tidak lagi dibangkitkan kembali. Bahwa anak yang dibaptiskan akana diberikan kehidupan yang kekal; bahwa manusia bisa hidup tanpa dosa; bahwa gampang bagi manusia untuk memenuhi hukum-hukum Allah, karena bahkan sebelum Kristus pun ada orang-orang hidup tanpa dosa, dan karena hukum adalah cukup untuk mencapai Kerajaan Sorga sama seperti injil juga.[22] Setelah Adam jatuh kedalam dosa tabiat manusia tetap baik dan tidak ada dosa turuna. Manusia dilahirkan seperti kertas putih yang masih belum ditulisi.[23] Memang benar bahwa Pelagius juga menunjuk Adam sebagai yang memberi pengaruh buruk kepada generasi selanjudnya. Tetapi ia merasa bahwa hal ini bukanlah merupakan pekara dari mewarisi dosa, tetapi hanyalah akibat dari contoh buruk yang diberikan oleh Adam dan yang ditiru oleh banyak orang.[24] Kematian bukanlah akibat dosa atau hukuman dari Tuhan, tetapi termasuk hukum Alam.Keselamatan yang kekal itu diperoleh manusia selaku pahala karena amal dan kebajikanya yang dilakukan manusia menurut kehendaknya yang bebas itu.Namun ajaran Pelagius ini ditolak oleh Gereja, pertama kalinya di Cartago pada tahhun 418.[25]

2.3.5.      Kontroversi Semi-Pelagianisme
Setelah Pelagianisme ditolak oleh Gereja secara resmi pada konsili Kartago ( dan orange), orang tetap memikirkan dan mendiskusikan hubungan antara di satu pihak kausalitas rahmat Allah, dan dilain pihak peranan kehendak bebas manusia  dalam menerima dan mengerjakan keselamatan.[26]Yang membuat kesulitan adalah konsilii Kartago tidaklah secara terang menjadikan ide-ide Agustinus, yang dari padanya banyak hal yang dipelajari, sebagai sesuatu yang mengikat.Keputusan Kartago tidak semua orang setuju dengan pengutukan atas Pelagius dan Coelestius bersedia mengikuti ajaran Agustinus dalam segala hal.Akibatnya dengan cepat timbullah suatu kelompok yang menolak Pelagius, tetapi yang juga tidak puas terhadap Agustinus. Dalam dunia modern mereka di cap sebagai “ Semi Pelagius “,  sebab mereka dinyatakan sebagai “ setengah Pelagius”[27]. Sejumlah Teolog berpendapat bahwa Agustinus secara berat sebelah dan berlebihan menonjolan mahakuasalitas rahmat.Karena itu mereka mencari jalan tengah antara Agustinus dan Pelagius.[28] Di Kartago perlawanan terhadap ajaran Agustinus mengenai anugrah sudah dimulai dalam tahun 420. Sampai tahun 426 perlawanan ini belum terlalu kelihatan. Pelawanan ini baru nyata pada saat biarawan-biarawan  dari biara Adrumentum, yang berlokasi dipantai timur Tunisia, mereka memberontak terhadap ajaran-ajaran Agustinus . pada waktu biara-biarawan dari Gaul Selatan ikut serta dalam kontroversi ini, maka suasana mejadi panas. Yohanes Cassian (430-435), dan Vincent dari Lerins (450), orang-orang ini mempertahankan pandangan Semi-Pelagius dengan sangat berhati-hati dan memiliki kecakapan yang tinggi apabila dibandingkan dengan para penantang Agustinus di Afrika Utara. Kontraversi berlansung dalam berbagai bentuk. Sejumlah Ajaran-ajaran Agustinuslah yang mendorong mereka kearah oposisi. Mereka memberi kekecualian terhadap sejumlah pandangan Agustinus mengenai dosa dan anugerah. Pandangan mengenai keterikatan kehendak secara penuh, mengenai pekerjaan dari kuasa anugerah yang tak tertahankan, dan mengenai predestinasi, sangat menjijikkan mereka. Karena hal ini kelihatanya menjadikan segala usaha manusia tidak berguna. Dan orang-orang ini juga sepenuhnya setuju dengan Agustinus ketika Agustinus berkata-kata tentang keseriusan dosa.  [29]  Kata mereka: oleh jatuhnya Adam kehendak manusia hanya dilemahkan saja, sehingga manusia dapat berbuat baik lagi. Ia tidak mati ( Agustinus ), dan tidak pula sehat ( Pelagius ) melaikan sakit.Oleh karena itu kekuatan manusia sendiri tidak cukup untuk untuk mencapai keselamatan itu.Ia memerlukan bantuan rahmat Tuhan. Rahmat itu ialah khasiat secara batin yang diberikan oleh Tuhan kepada tiap-tiap oknum. Kehedak manusia yang bebas harus menerima pertolonan ini, supaya dengan demikian manusia dan Allah boleh bekerja bersama-sama sampai keselamatan itu diperoleh .[30]  Jadi keselamatan tergantung dari manusia sendiri, bukan dari Allah, Predestinasi ajaran Agustinus ditolak. Juga ajaran ini ditolah oleh gereja didalam sinode di Orange (529)[31]

III.             Kesimpulan
Setelah membaca pokok pembahasan kita pada hari ini maka dapat dilihat bagaiman perdebatan ajaran keselamatan antara Agustinus dan Pelagianisme yang masing-masing memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang Anugrah dan pembenaran. Ketika Agustinus mengatakan bahwa keselamatan itu hanya dapat diperoleh melalui kasih karunia Allah maka pandangan ini ditantang oleh pelagianisme yang mengatakan bahwa manusia walaupun jatuh kedalam dosa namun manusia masi mampu melalkukan perbuatan baik dihadapan Allah. Agustinus mempertahankan konsepanya selama 20 tahun dalam melawan pelagianisme. Untuk dapat memcahkan masalah ini kedua ajaran ini mebawa ke konsili Kartago (418), hasilnya adalah menolak ajaran Pelagianisme. Namun masih banyak yang tidak setuju dengan keputusan pengutukan Pelagianisme karena ajaran Agustinus dianggap terlalu menekankan anugerah yang mengakibatkan usaha manusia itu hanya sia-sia.  Hal inilah yang menyebabkan munculnya ajaran Semi-Pelagianisme. Dan aliran ini mengajarkan bahwa ketika Adam jatuh kedalam dosa maka dia bukan mati tetapi Sakit saja maka dari itu dia membutuhkan Anugrah dari Allah untuk mencapai keselamatan ( manusia dan Allah bekerja sama untuk mencapai keselamatan) pandangan ini juga menghasilkan pertentangan sehingga dibawa  pada konsili Orange (529) di Galilea. Hasil konsili ini menghasilkan bahwa pandanga dari Semi-Pelagianisme dikutuk. Sedangkan pandangan Agustinus akan dilanjudkan atau mengpengaruhi Teologia dari Martin Luther dan Yohanes Calvin pda Abad ke 16.

IV.             Daftar Pustaka
Becker Dieter, Pedoman Dogmatika, Jakarta: BPK-GM, 2000     
Dister Nico. Syukur, Teologi Sistematis2, Yogyakarta: Kanisius, 2004
End Th.Van Den, Harta Dalam Bejana, Jakarta: BPK-GM, 2008,78
Enklaar HBerkhof, I. H., Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2010
Hadiwijono Harun, Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2013
Lane Tony, Runtut Pijar, Jakarta: BPK-GM, 2009
Lohse Bernhard, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2011
Napel Henk Ten, Kamus Teologi, Jakarta: BPK GM, 1996
Poerdarminta W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988
Soedarmo R., Kamus Istilah Teologi, Jakarta: BPK-GM, 2008,  82
Wellen F.D., Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja,  Jakarta: BPK-GM, 2009





                               


[1]Dietes Becker, Pedoman Dogmatika, (Jakarta: BPK-GM, 2000), 139
[2]R. Soedarmo, Kamus Istilah Teologi, (Jakarta: BPK-GM, 2008),  82
[3]W.J.S. Poerdarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (jakarta: Balai Pustaka, 1988), 892-893
[4]Henk Ten Napel, Kamus Teologi, (Jakarta: BPK GM, 1996), 280
[5] Pardomuan Munthe, Rekaman catatan Kuliah, Rabu, 19 September 2014
[6]Th.Van Den End, Harta Dalam Bejana, (Jakarta: BPK-GM, 2008),78
[7]F.D.Wellen, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja, ( Jakarta: BPK-GM, 2009), 23
[8]Th.Van Den End, Harta Dalam Bejana,79
[9] H.Berkhof, I. H.Enklaar, Sejarah Gereja, 62-63
[10]Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 141
[11]H.Berkhof, I. H. Enklaar, Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2010), 62-63.
[12]Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta: BPK-GM, 2009), 42
[13]Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, 142
[14]Tony Lane, Runtut Pijar, 41-42
[15]Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2013), 289
[16]Tony Lane, Runtut Pijar, 42
[17]Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, 135
[18]F.D.Wallem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja, 23-25
[19]F.D.Wallem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja, 158
[20]Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, 150
[21]HBerkhof, I. H.Enklaar, Sejarah Gereja, 68
[22]Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, 150
[23]Harun Hadiwijono, Iman Kristen, 289
[24] Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, 139
[25]HBerkhof, I. H. Enklaar, Sejarah Gereja, 69
[26]Nico. Syukur Dister, Teologi Sistematis2, ( Yogyakarta: Kanisius, 2004), 160
[27]Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, 150
[28]Nico. Syukur Dister, Teologi Sistematis2,  158
[29] Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, 156                                 
[30]H. Berkhof, I. H. Enklaar, Sejarah Gereja, 69
[31]Harun Hadiwijono, Iman Kristen, 289

Tidak ada komentar:

Posting Komentar