Jumat, 15 April 2016

Providentia di Mata Petani Karo (Kajian Dogmatis dari Teologi Calvin dan Implementasinya bagi Pewartaan GBKP)




Providensia di Mata Petani Karo di Sekitar Gunung Sinabung
( Suatu Kajian Dogmatis Terhadap Providensia di Mata Petani Karo dari Teologi Calvin dan Implementasinya dalam Isi Pewartaan GBKP)
jhoni Pranata Purba

I.                   Latar Belakang Masalah
Ketika berbicara mengenai Providensia (pemeliharaan Allah), setiap orang memiliki pandangan dan pengalaman yang berbeda-beda dalam kehidupan masing-masing. Kehidupan umat manusia tidak pernah terlepas dari providensia atau pemeliharaan Allah. Orang yang mengaku kepada Allah pastinya  selalu di dalam pemeliharaan Allah. Dimana ada campur tangan Allah dalam kehidupan umat yang percaya kepada Allah. Dia adalah yang memelihara yang bekerja sepanjang waktu dan tak pernah lelah, yang merancangkan janji-janji setia-Nya kepada semua makluk yang diciptakan-Nya. Dia menyatakan kemuliaan-Nya melalui apa yang dikehendaki-Nya.
Tanah Karo adalah kabupaten yang memiliki sektor pertanian sebagai identitasnya. Jika dilihat dari letak geografis memang daerah ini sangat cocok untuk daerah pertanian yang sangat subur. Kesuburan tanah inilah yang menjadikan pertanian di Tanah Karo berkembang dari dahulu sampai sekarang. Sebelum kekristenan masuk ke Tanah Karo maka sistem kepercayan juga telah dianut oleh masyarakat Karo atau sering kita dengar mengenai dibata Kaci-kaci. Sehingga kepercayaan inilah yang mengikat kepercayaan mereka terhadap hal-hal yang dianggap magi. Dalam kehidupan bertani masyarakat Karo juga merasa bahwa campur tangan dari dibata-dibata atau dewa-dewa masih melekat. Hal ini terlihat bagaimana sikap masyarakat Karo memandang dan memperlakukan tanaman. Sebelum Kristen masuk, pemeliharaan datangnya bukan dari Allah melainkan dari dewa-dewa atau dibata-dibata. Hal ini juga menghasilkan beberapa tradisi dalam masyarakat Karo dalam menghormati tanaman. Seperti contoh “kerja-tahun”, “nimpa bunga benih”, “guro-guro aron” dan lain-lain. Pemahaman yang melekat bagi masyarakat Karo primitif adalah jika penghormatan tidak dilakukan maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, atau akan berakibat juga dengan hasil pertanian kedepan. Allah adalah pemelihara yang setia namun ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan sering sekali petani Karo merasa itu adalah teguran dari dewa atau dewi. Sehingga jika kita perhatikan saat ini masih ada yang mengatakan bahwa jika tidak kita lakukan upacara-upacara yang berkaitan dengan pertanian maka akan terjadi marabahaya. Hal ini jelas menimbulkan kebingungan bagi kita mengapa jemaat yang sudah Kristen masi memiliki pemahaman yang demikian. Jika petani meyakini bahwa Allah adalah yang menciptakan dan memelihara semua ciptaaNya maka tidak akan terjadi hal-hal yang semikian.
Dari latar belakang masalah ini saya mencoba menggali bagaimana pemahaman Pemahan Petani Karo Mengenai Providensia Allah sekitar gunung Sinabung. Kajian Dogmatis Dari Teologi Calvin dan Implementasinya Bagi Pewartaan GBKP.
II.                Pembahasan
2.1.Pengertian Providensia Secara Umum
Kata Providentia dalam bahasa Inggris disebut dengan “Providence[1] yang diterjemahkan  sebagai pemeliharaan, artinya melihat atau mengetahui sebelumnya. Istilah providentia berasal dari bahasa Latin yaitu kata kerja latin providere yang artinya memandang ke depan, melihat terlebih dahulu terjadinya sesuatu, terlebih dahulu mengambil tindakan-tindakan, terlebih dahulu menyelenggarakan atau menyediakan sesuatu. Kata ini terdapat di dalam riwayat tentang Abraham di bukit Moria (Kej. 22:8, 14). Ayat-ayat tersebut dapat diterjemahkan sebagai Allah yang akan menyediakan (menyelenggarakan supaya ada), Tuhan menyediakan (menyelenggarakannya). Providentia adalah kepercayaan bahwa Allah memelihara dunia dan memelihara hidup manusia. Hal ini bisa dilihat pula melalui penebusan Kristus kepada dunia ini. Allah tidak menyayangkan anak-Nya sendiri, tetapi Ia menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimana mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia? (Rm. 8:32).[2]  Kata Providentia sendiri terdiri dari dua suku kata yakni “pro”, berarti “sebelumnya” dan “vidio”, berarti “melihat”, “aku melihat”; jadi arti dari gabungan kedua kata ini adalah “aku melihat suatu perkara sebelum terjadi”.[3] Sedang kata “Dei” berasal dari kata “Deus” dalam bahasa Latin yang artinya Allah.[4] Jadi, Providentia Dei adalah Allah melihat suatu perkara yang sebelum dan akan terjadi terhadap segala yang Ia ciptakan, baik yang hidup maupun yang mati. Demikianlah percaya bahwa providentia Alah itu menyediakan serta menyelenggarakan adanya korban dan mau menydiakan serta menyelenggarakan segala sesuatu dan dibuatnya menjadi baik.  Sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata Providentia diterjemahkan pada kata “pemeliharaan”. Kata pemeliharaan ini berasal dari kata dasar “pelihara” yang artinya “menjaga atau merawat” dengan baik, mengusahakan, mnyelamatkan, melindungi, dan melepaskan dari bahaya. Jadi pemeliharaan berarti perbuatan memelihara, penjagaan, perawatan, penyelamatan, penghindaran dari bahaya.[5]
2.2.Providensia Menurut Alkitab
1.      Perjanjian Lama
Istilh Providentia Dei (Pemeliharaan Allah) dalam Perjanjian Lama tidak ditemukan, namun jika ditelususri istilah ini telah digunakan sebagai hubungan antara Allah dengan ciptaan-Nya. Allah menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada, dengan pengertian bahwa pada awal dunia dan isinya diciptakan kosong, kemudian Allah membuat yang kosong itu menjadi ada.[6]  Menurut pendapat para ahli dogmatika konsep providentia dalam Perjanjian Lama dimulai dari cerita Abraham dalam pengorbanan Ishak kepada Allah di tanah Moria (Kej. 22:8). Ishak adalah anak kandung Abraham bertanya kepadanya tentang anak domba mana yang menjadi persembahan kepada Allah. Abraham menjawab pertanyaan anaknya katanya “Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya anakku” (kej.22:8). Kata menyediakan dalam bahasa Ibrani adalah ראה (ra’ah) yang arti dasarnya melihat, menyediakan, memilih dan memelihara. Sedangkan terjemahan bahasa latin (Alkitab Vulgata) kata provide yang artinya memandang ke depan, melihat terlebih dahulu, menyelenggarakan sesuatu. Dari pengertian ini memberi pengertian bahwa Allah sebagai sang pencipta terlebih dahulu melihat apa sebenarnya yang dibutuhkan oleh manusia dan menyediakan segala keperluan manusia sesuai apa yang dilihat oleh Allah.[7] Pemeliharaan Allah juga nampak ketika Allah hadir dalam pemeliharaan Israel sebagai bangsa umat pilihan-Nya. Ia menyediakan makanan bagi umat-Nya pada saat bencana kelaparan (Kej. 41). Allah membawa Yusuf ke Mesir untuk menyediakan makanan bagi umat-Nya yang kekurangan. Allah menyelamatkan nyawa Musa dari pembunuhan semua bayi laki-laki di tanah Mesir (Kej. 1), dan Musa dipilih Allah membawa bangsa Israel keluar dari tanah Mesir ke tanah Kanaan. Peristiwa ini disebut dengan peristiwa exodus yaitu keberangkatan atau berjalan keluar atau pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir. Sepanjang perjalanan bangsa tersebut telah dielamatkan Allah, misalnya ketika bangsa Israel melintasi laut Merah disaat tentara Mesir mengejar mereka. Allah memelihara umatnya dalam perjalanan di padaang gurun dengan memberi makan dan minuman, membrikan kemenangan dalam pertempuran melawan musuh ketika merebut tanah yang dijanjikan Allah.[8]
Pemeliharaan dalam PL memakai istilah pekudda (פקד) yang berasal dari kata dasar pakad. Kata ini dalam konteks pemahaman dikalangan Mesopotamik diartikan: merawat, memelihara, memperhatikan, melihat dengan serius/dengan pandangan yang tajam secara terus menerus. Istilah ini ditujukan kepada dewa-dewa Pantheon Mesopotamia, sebagai predikat ilah yang “memelihara totalitas surga dan bumi”. Rumusaan konseptual mengenai pemeliharaan ilahi muncul hanya satu kali pada bagian PL yakni Ayub 10:12, yang berbicara mengenai pekudda oleh Allah; menjelaskan tindakan pengawasan atau pemeliharaan terhadap ciptaan sebagai objek pemeliharaan Allah. Setelah itu tindakan ini muncul dalam berbagai bentuk walaupun bukan dengan istilah ini. Hal ini dapat dilihat dari sejarah bangsa-Nya yang dipahami dalam PL sebagai tindakan pemeliharaan Allah. Mulai keluaran dari Mesir, di padang gurun dan penaklukan tanah Kanaan yang seluruhnya merupakan kenyataan fundamental yang luar biasa bagi iman Israel yang didalamnya tidak hanya kekuatan dan kemenangan dari Allah yang digambarkan, tapi juga kepedulian yang meluas pada individu-individu dan menjadi jaminan masa depan dalam pertolongan dan bimbingan Allah.[9] Kata samar (שמר) juga dipakai dalam istilah pemelihaaran dalam PL. Kata samar dalam bahasa Ibrani digolongkan kedalam bentuk Qal, artinya: menjaga/melindungi, mengawal, memelihara. Dalam bentuk Niphal berarti: mengamati seseorang, terlindungi. Pemakaian kata ini umumnya digunakan dalam hal-hal umum, non religius.[10] Tetapi disamping itu kata samar juga dipakai untuk Allah. Secara berulang-ulang menekankan bahwa Allah peduli/memelihara manusia. Dia menjaga dan melindungi umat-Nya (Kej 28:15,20). Pemazmur memakai ide ini dan memakainya dalam bentuk janji (Mzm 12:8), dalam menghadapi situasi bahaya. Yahwe adalah penjaga Israel (Mzm 121:4).[11] Kata ra’ah (ראה) dalam bahasa Ibrani artinya melihat. Kata ini dapat menjelaskan perhatian Allah kepada umat-Nya. PL menggambarkan bahwa Allah “melihat” penderitaan umat-Nya oleh para penindas (Kel 3:7 dengan kata sama’(שעא) & yada(ידא)) sebelum Ia bertindak (Kel 3:8). “Allah melihat” menggambarkan bahwa Allah masuk kedalam peristiwa sebagai perbandingan dengan berhala-berhala, yang tidak memiliki hubungan dengan manusia dan waktu (Ul 4:28; Mzm 115:5-7; 135:6). Kesadaran bahwa Allah melihat sampai ke kedalaman hati menjadi pernyataan yang fundamental dari pujian Israel (Kej 29:32; Mzm 33:13; 133:6; 9:14; 138:6).[12] Dalam Kejadian 22:14 kata ra’ah muncul dalam bentuk piel Imperfect, yir’eh artinya: akan mempersiapkan baginya. Dalam kisah pengorbanan Ishak, kata itu dapat diartikan “Tuhan menyediakan”. Menggambarkan Allah sebagai tokoh protagonist mencegah pengorbanan Ishak karena Allah sendiri tidak menginginkan pengorbanan itu. Allah selalu setia terhadap perjanjian-Nya dan selalu memelihara Ishak. Kehadiran Domba yang misterius dilihat sebagai tanda pemeliharaan Allah yang membangun pemahaman Abraham tentang Allah.[13]
2.      Perjanjian Baru
Istilah Providentia dalam bahasa yunani adalah terdapat dalam kata “pronoia” dari kata kerja “pronoisthai”, yang tidak jauh sama artinya dengan bahasa latin.[14] Tetapi kata ini menandakan pemeliharaan Allah untuk mahkluk-Nya. Konsep “pronoi” adalah untuk menguraikan permintaan yang masuk akal kepada alam semesta yang berkuasa. Alam semesta berasal dari suatu yang memiliki satu pribadi; mereka menunjukkan kepada Allah. Akan tetapi mereka membayangkan Allah itu masih secara sederhana sebagai suatu prinsip yang aktif tetapi ada dalam alam semesta.[15] Kehendak Allah yang dengan jelas dinyatakan dalam Yesus Kristus ialah supaya manusia selamat dan hidup bahagia. Segala sesuatu yang merusak dan mendatangkan kesusahan, penderitaan, dan lain-lain di dunia ini tidak sesuai dengan kehendak Allah (Yak. 1:13).[16]  Dalam Perjanjian Baru, pemeliharaan Allah menjadi nyata di dalam Yesus Kristus baik dalam pengaaran dan nubuat-Nya. Yesus mengajarkan tentang karya Allah yang memelihara anggota-anggota tubuh ciptaan-Nya, dan setiap ciptaan-Nya manusia adalah ciptaan yang jauh lebih berharga dari ciptaan  yang lain. Yesus mengatakan kepada manusia supaya jangan kuatir tentang makanan dan pakaian yang hendak mereka makan dan pakai, sebab apabila mereka mencari kerajaan Allah  dan kebenaranNya maka semua akan ditambahkan kepada mereka (Mat. 6:25-34). Inilh salah satu bukti bahwa Allah melalui anak-Nya Yesus Kristus telah menyediakan dan menyelenggarakan segala sesuatu sampai hal yang sekecil-kecilnya, hal ini menunjukkan pemeliharaan Allah terhadap ciptaan-Nya, mereka yang meminta dan mencarai akan diberikan dan mendapatkannya (Mat. 7:7-8). Ajaran Alkitab tentang providentia Allah nampak sejak mulai dari Allah menciptakan mahluk hidup maupun yang mati sehingga Ia memilih salah satu mahluk ciptaan-Nya yang paling mulia dari segala ciptaan-Nya yang senantiasa dan terus menerus menjaga dan memeliharanya, Allah tidak akan pernah berhenti dan meninggalkan ciptaan-Nya.[17]
2.3.Providensia Menurut Calvin/ Calvinisme
Calvin membicarakan providensia Allah tidak sekedar untuk isi intelektual dari providensia tersebut, tetapi untuk nilai religius praktis yang luar biasa besarnya bagi orang beriman. Kepercayaan pada providentia Allah memberi penghiburan besar kepada orang beriman bahwa segala kehidupan berada di bawah kendali Bapa sorgawi yang penuh kasih. Pada saat yang sama, kepercayaan ini memberikan suatu rasa takjub dan takut yang sepantasnya terhadap Allah, karena dalam rencana-Nya, Allah juga menyatakan kepada orang-orang Kristen tanggung jawab mereka untuk menemukan dan menggenapi kehendak-Nya. Berusaha mempertemukan kedaulatan Allah dengan tanggung jawab manusia, Calvin menegaskan penundukan kepada kehendak Allah dan mengakui serta menerima bagaimana Allah memakai keadaan-keadaan sekitar untuk mengajar kita taat pada Firman-Nya.[18]
Orang-orang Kristen tidak hanya mengerti dan mengalami providentia Allah melalui iman, tetapi juga menyerahkan kehendak mereka pada kedaulatan Allah untuk menanati perintah-perintah-Nya. Kaum Calvinis dilegakan dari kecemasan yang menulahi orang-orang tak percaya yang tidak menyadari maksud dan rencana Allah yang sedang dikerjakan dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun menjalankan tanggung jawab mereka sendiri untuk mengatur kehidupan mereka sehari-hari menurut prinsip-prinsip alkitabiah, kaum Calvinisme mengakui dan menerima dengan iman yang sederhana bahwa apa yang terjadi berada berada di bawah pemeliharaan providensia Allah.[19]

2.4.Sekilas Mengenai Tanah Karo
Daerah Karo terbentang dari Utara Danau Toba ke atas, ke daerah Deli dan sekitar Medan. Dengan banyaknya daerah-daerah pegunungan yang jarang penduduknya. Tanah-tanah dataran rendah dapat disesuaikan menjadi perkebunan, yang kemudia meluas hingga ke dataran tinggi pegunungan, yang membawa serta pengaruh-pengaruh modern.[20] Sebanyak 72,3 persen dari 370.619 penduduk Kabupaten Karo hidup sebagai petani. Kabupaten Karo terletak sekitar 77 kilometer arah selatan Medan, ibu kota Provinsi Sumatera Utara. Suhu udaranya sejuk, 17-20 derajat celsius. Di ketinggian 800-1.400 meter di atas permukaan laut inilah Gunung Sibayak dan Sinabung bercokol.
Dalam buku Karo dari Jaman ke Jaman (1981), Brahma Putro menjelaskan, pada tahun 1807, seluruh dataran tinggi Karo telah dikuasai Belanda. Setelah itu, Belanda membangun jalan dari Medan menuju Karo yang diprakasai Jacob Theodoor Cremer, Komisaris Nederlandsche Handel Maatschappij (Maskapai Perdagangan Belanda). Kini, jalan itu bernama Jalan Jamin Ginting, diambil dari nama pejuang setempat. Awalnya masyarakat Karo menanam  padi. Pada 1940-an, sekelompok orang China datang untuk menanam sayuran, seperti bayam peleng, sawi putih, dan wortel, untuk memenuhi kebutuhan warga Belanda yang tinggal di Berastagi. Sayuran pun terus bertambah hingga 27 jenis. Orang China membudidayakan sayuran dengan menyewa lahan warga pribumi dan mempekerjakan mereka. Terjadilah transformasi pengetahuan sehingga warga pribumi paham cara menanam sayuran dengan baik. Lambat laun, warga Karo meninggalkan tanaman jagung dan padi lalu berpindah ke sayuran.[21]

2.5.Sekilas Mengenai Gereja Batak Karo Protestan
Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) adalah satu gereja suku. Warga jemaat GBKP kebanyakan tinggal di desa. Disatu pihak GBKP sebagai gereja suku yang berbudaya menjadikan budaya menjadi modal untuk berteologi secara Kontekstual. GBKP mewarisi tradisi berteologi kekristenan dari budaya Barat kontinental Calvinis (Reformed/Presbyterial). GBKP perlu sungguh-sungguh menggali tradisi berteologi Calvin yang sejak semula telah mewarnai dirinya, sampai membuka diri secara kritis dan konstruktif akan adanya tradisi-tradisi yang baik untuk membangun suatu tradisi berteologi GBKP yang sesuai dan dapat menjawab kebutuhan lapangan yang demikian kompleks.[22]
2.6.Providensia menurut Gereja Batak Karo Protestan (GBKP)
Konfesi GBKP menyatakan tentang Allah sebagai berikut: “Allah adalah pencipta, pemelihara dan pengatur alam semesta dan isinya. Sehingga pengenalan anakNya, dengan bantuan Roh Kudus, adalah melalui ciptaanNya dan Alkitab, yang berpusat pada kesaksian kasihNya dan Alkitab, yang berpusat pada kesaksian kasihNya dalam Yesus Kristus ” Pernyataan ini menunjukkan rentan waktu pernyataan karya Allah, mulai dari awal penciptan / Past (Allah Pencipta), kini/ present (Allah Pemelihara dan Pengatur). Pengertian ke-trinitas-an. Allah kini juga besar dipengaruhi oleh faktor waktu, semisal paran Bapa dan Anak.[23]
2.7.Provedensia di Mata Petani Karo di Sekitar Gunung Sinabung
Masyarakat Karo pada mulanya dan pada umumnya bermata pencaharian bertani. Tanaman-tanaman yang utama adalah padi. Untuk mengerjakan sebidang tanah, didahului oleh penghormatan (persentabin) kepada nini beras pati taneh dan Beru Dayang (Dewi Padi). Penghormatan ini dilakukan dengan mempersembahkan sirih selembar (nehken belo cawir). Upacara persembahan dilakukan di tempat yang dianggap persemayaman si Beru Dayang. Dan sesudah berumur 1 sampai 2 bulan diadakan pesta “nimpa bunga benih”, “ngerires”, “mere kuta” dan sebagainya.[24]
Adapun cerita mengenai penghormatan mesyarakat Karo terhadap padi (berkaitan dengan panen hasil ladang) yang dinamakan Beru Dayang adalah sebagai berikut: “Dari dulu sebelum manusia memekan padi (beras-nasi) sebagai makananya, buah pohon masaklah yang menjadi makanan supaya mereka dapat bertahan hidup. Sebab manusia pada saat itu masih hidup di hutan dan berpindah-pindah. Maka pekerjaanya hanya berjalan-jalan di hutan sembari mencari makanan. Dimana mereka memakan buah yang masak, disitulah ia tinggal hingga buah tersebut habis. Dan karena buah itulah yang sering terjadi pertengkaran diantara mereka dan saling membunuh. Artinya makananlah yang sering membuat mereka bertengkar. Hal ini dilihat oleh dibata, maka ia berkata kepada Beru Dayang jile-jile[25](nama Dewi Padi) yang menjadi perantara untuk manusia. dibata mengatakan: “hai  beru dayang turunlah kamu ke dunia dan temuilah manusia. Bawalah benih padi dan ajarlah manusia untuk menanam padi supaya padilah yang menjadi makanan mereka agar mereka tidak bertengkar dan memperebutkan buah pohon lagi sehingga mereka tidak akan berpindah-pindah lagi untuk mencari buah pohon masak jika persediaan mereka telah habis”. Lalu sujudlah Beru Dayang serta menyatukan tangan kanan dan kirinya, menundukkan kepalanya. Maka sampailah dia di bumi ini karena kuasa dan kekuatan yang diberikan kepada Beru Dayang yang menjadi perantara dibata dan manusia. maka berkumpullah manusia dari Timur dan Barat. Setelah manusia semua berkumpul tanpa ada yang tertinggal maka berkatalah Beru Dayang “bagi kamu semua manusia sekarang akan ku berikan banih padi kepadamu supaya kamu tanam, agar padi inilah yang akan menjadi makananmu, supaya kamu tidak lagi tinggal di hutan mencari buah pohon dan aku akan mengajari engkau menanam benih padi yang akan aku berikan ini” maka mulailah beru dayang mengajari manusia untuk menanam padi lalu manusia melihat perkembangan padi tersebut,  mengurusnya agar pertumbuhan padi dengan baik. Begitu juga setelah dipanen, ditumbuk hingga memasaknya. Padi tumbuh sangat subur bekas pengajaran yang diberikan Beru Dayang hingga hasilnya melimpah ruah. Maka setelah itu pulanglah si Beru Dayang ke asalnya. Setelah beberapa tahun dan beberapa kali menanam padi, sangat banyaklah hasilnya dan karena begitu banyak lumbung-lumbung padi yang besar sekaligus sudah terisi penuh. Karena padi sudah melimpah ruah maka manusia tidak takut lagi kekurangan pangan sehingga manusia menjadi sombong dan bertengkar. Maka karena pertengkaran maka padi di lumbung pun dicemari dibuang-buang bahkan di bakar. Karena pertengkaran tersebut, maka mereka tidak menanam padi lagi. Sehingga padi habis dimakan dan terjadi luka-luka karena pertengkaran. Maka dengan itu turunlah Beru Dayang memberikan kembali benih padi dan memberikan nasehat “jangan lagi kamu melakukan pertengkaran kerena itulah yang menyebabkan semua padimu habis dan banyak diantara kamu luka-luka, kelaparan hingga meninggal.” Semua manusia mengaku dan menerima nasehat Beru Dayang. Tetapi kembali hal seperti sebelumnya sehingga mereka menganggap karena merekalah yang berusaha maka padi menjadi banyak. Dan akhirnya manusia itu kembali mencari buah pohon menjadi makananya. Lalu untuk ketiga kalinya Beru Dayang  turun lagi ke bumi membawa benih padi. Dan Beru Dayang berkata “inilah yang ketiga kalinya aku datang ke bumi. Inilah nasehat yang kuberikan kepadamu , harus kamu dengarkan dengan cermat. Jika kamu menanam padi atau menyimpan padi ke lumbung  maka kamu harus memperhatikan hari-hari baik, yaitu: Cakra, budaha atau aditia”. Jika kamu menanam mintalah benih padi kepada kalimbubu, supaya hasil panenmu melimpah ruah karena kalimbubu adalah orang yang memberikan berkat atasmu. Hormatilah kalimbubumu karena mereka adalah wakit dibata di bumi ini. Benih jaba mintalah kepada anak beru dan tanamlah di tepi sekeliling ladangmu. Karena anak berulah yang melindungi keluargamu dalam kehidupan ini. jika ada yang merusak, maka dialah yang akan menjadi pagarnya. Begitu juga dengan jaba, jika seandanya ada kerbau, lembu atau kambing datang merusak maka jabalah yang terlebih dahulu dimakan oleh binatang itu dan jaba akan menjadi penopang padi tersebut agar tidak terlentang ke tanah akibat terjangan angin yang kencang. Inilah artinya maka mintalah benih jaba kepada anak beru. Benih Ritik gara, mintalah kepada senina dan tanamlah di tengah ladang, sebab ritik gara menjaga padi supaya tidak terlentang ke tanah akibat hembusan angin yang kencang. Karena senina mempunyai peranan untuk menjaga keluarga damai dan tidak ada pertengkaran. Benih taruk atau (Jambe) mintalah kepada puang kalimbubu. Karena taruk adalah pesawen warennya dari padi. Jika angin berhembus, padi tidak patah. Begitu juga dalam keluargam puang kalimbubu melindungi anak-beru menteri. Benih cingkeru mintalah kepada anak beru menteri kemudian tanamlah dengan jarang secara teratur di tengah ladang agar dapat dilihat teratur. Begitu juga dengan anak beru menteri mengayomi dan melayakkan puang kalimbubu. Padi dihormati dengan membuat gendang  guro-guro aron dan membuat pesta tahunan (kerja tahun). Jika kamu menghormati padi, itu menandakan kamu menghormati kalimbubu, senina, dan menyayangi anak beru. Pada waktu panen undanglah semua keluarga yang memberi benih supaya semua merasakan hasil panen padi. Jadi jika padi melimpah ruah mengucap syukurlah kepada Beru Dayang  sehingga ia menyampaikanya kepada debata. Tapi, jika hasil padi kurang, mintalah belas kasihanya. Demikianlah maka orang Karo menyebut padi Beru Dayang. [26] Padi sesuai umurnya dikatakan di Tanah Karo dalam suatu musim tanam:
·         Beru Dayang rugun-rugun: nama padi yang telah ditanam.
·         Beru Dayang buniken: nama padi yang telah ditanam dan ditutup.
·         Beru Dayang Malembing: nama Padi yang daunya sedang mirip lembing.
·         Beru Dayang meduk-meduk: nama padi setelah Rimbun daunya melengkung ke bawah.
·         Beru Dayang kumerket: nama padi setelah bunting.
·         Beru Dayang Perinte-rinte: nama padi setelah menguning.
·         Beru Dayang pegun-gun: nama padi setelah dipanen dan dijemur.”[27]
Sebelum benih padi ditanam, benih terlebih dahulu diletakkan terlebih dahulu di tempat “perbenihen” atau disebut pemenaan yang sudah ditanam simalem-malem, bintang murbai dan pohon pisang kapok, tabar-tabar, kalinjuhang, ankatuah, sampe sampilet, bunga-bunga ras besi-besi, kapal-kapal dan selantam.. benih tersebut “ isemburi alu belo ntabeh” (disembur dengan sirih yang terbaik) sebagai tanda doa dan pengharapan. Doanya adalah: “ o Beru Dayang Pegungun, ierapken me kam sendah gelah kam erbuah meramis, erlipat ganda” (o Beru Dayang yang bersatu, kali ini kamu disebarkan agar kamu bisa berbuah banyak). “Janah Ibas wari mehuli pepagi, ipepulung ka me kam jadi pangan bas kerja-kerja mehuli ras pebelinken anak si ipupus” (Pada hari yang baik nantinya kamu akan dikumpulkan kembali menjadi makanan pada pesta-pesta yang baik dan untuk membesarkan anak-anak yang telah dilahirkan) setelah itu “isemburken” empat kali dan dekat pemenaan (yang pertama) tadi yang telah disediakan lubang sebanyak dua belas buah.[28]
Adapun rangkaian Pertanian dalam tradisi Suku Karo adalah:[29]
·         Merdang
Merdang berarti menanam, umumnya untuk pertanian di Karo yang ditanam adalah padi. Namun di beberapa tempat di Tanah Karo seperti Kecamatan Kuta Buluh, Kecamatan Munthe, Kecamatan Lau baleng, Kecamatan Mardingding musim menananm padi itu disebut dengan merdang merdem. Pertama-tama di tengah ladang dibuat onggokan tanah menyerupai gunung, kemudian dibuat perumbuken belo bujur. Ditetakkan di atas puncak onggokan tanah tersebut. Tangkai mengarah ke Gunung Sinabung. Kemudian dibuat Lubang (Lebeng)sebanyak dua belas. Kemudian buah padi dicampur dengan simalem-malem. Pemilik lahan pertanian kemudia berdoa (ersuldip) sebagai berikut “Hai.... Dewata Tuhan, kami tanam padi kami ini, agar kami semua selamat berbahagia anak-anak kami yang laki-laki dan perempuan. Serasilah kami menanam padi ini”
·         Nimpa Bunga Benih
Nimpa bunga benih adalah suatu upacara tradisional masyaraat Karo, yang dilaksanakan pada saat padi berumur 2 atau 3 bulan. Acara ini adalah bertujuan untuk Memberi makan Dewi Padi. 
·         Rani Page
Rani page berarti memanen padi. Dahulu panen d Karo dilakukan dengan mengunakan ani-ani (Ketan). Pagi-pagi pemilik padi pergi ke ladang untuk menentukan dari mana padi akan dimulai dipanen. Selanjutnya, dia membuat persembahan kepada Beras Pati Taneh. Seterusnya padi di tarik (awin) ke arah dirinya dengan kedua belah tanganya sebanyak sebelas kali. Perhatikan tandan padi yang menghadap ke wajah pemilik padi, ambil sebelas tangkai (ruhi) kemudian satukan dengan pimping lalu diikat. Padi yang sebelas tangkai itu disembur dengan sirih (belo) lalu petani berkata : “o.. nini Beras Pati Taneh, mbuah kel page enda ndai, janah sekula serasilah kami man page mbaru enda ndai. Iteremi kami pagi man page mbaru enda erkiteken meriah ukur” artinya “ terima kasih Dewa Tanah, kami telah menerima panen yang baik, dan berbahagialah kami memakan buah padi ini. beramai-ramai kami memakanya karena kebahagiaan.”
·         Ngerik
Ngerik berarti merontokkan bulir-bulir padi dengan menggulungnya dengan menggunakan kedua belah kaki. Setelah selesai baru dibersihkan dengan angin (ngangin).
·         Merdang Merdem
Merdang merdem berasal dari dua kata yaitu merdang dan merdem. Merdang berarti menanam, sementara merdem berasal dari kata rendem yang berarti berkabung atau berdukacita. Acara ini jika tidak dilakukan maka akan bala-bala (ulat) akan mengganas dan lain-lain.
·         Rebu-Rebu
Pada acara ini biasanya diadakan keramaian (guro-guro aron), dalam acara ini penduduk kampung akan membuat atau membentuk aron (organisasi kerja bersama) untuk mengadakan pekerjaan tanah pertanian. Tahapanya adalah;
a)      Ndurung (menangkap ikan)
b)      Motong (memotong lembu)
c)      Man-man (makan-makan)
d)     Rebu    (pantang) untuk
1.      Membawa daun ke rumah
2.      Rebu mengerjakan tanah
3.      Rebu air
4.      Dan sebagainya.
·         Ngerires
Upacara ngerires adalah upacara yang dilakukan saat padi hamil (beltek) untuk memberi makan padi.  Dan sesajen dibawa ke ladang dan mengajak Beru Dayang memakan sesajen tersebut.
Jadi petani Karo memahami bahwa dahulu pemeliharaan itu datangnya dari Beru Dayang. Petani Karo mengatakan bahwa dalam kehidupanya jika Beru Dayang tidak dihormati maka nyata padi tidak akan berbuah tau berhasil. Maka petani Karo Sangat takut tidak melakukan seluruh rangkaian adat untuk pertanian. Contoh yang nyata adalah jika tidak dilakukan pesta tahunan, maka banyak fenomena alam yang akan terjadi, contohnya, angin yang dapat meruntuhhkan padi, terjadi banyak hama yang menyerang tanaman, terjadi hujan es atau “bahau”. Bisa jadi kampung kita yang terkena namun kampung sebelah kita tidak kena musibah tersebut.[30]
Dalam acara Pesta Tahunan atau guro-guro aroh tidak ada masyarakat Karo yang tidak melakukannya. Hal ini dipahami karena dapat mendatangkan mara. Dan ini menurut pemahan yang dulu benar terjadi. Jadi setiap masyarakat dapat dikatakan tidak berani tidak melakukan pesta tahunan. Karena dianggap tabu jika kita tidak melakukannya. Namun seiring berkembangnya teknologi dan berita injil datang ke Tanah Karo pemahaman ini semakin hari semakin terkikis. seorang nenek mengatakan “kai pe sinisuanken e kerina bekas pengarak-ngarak Dibata nge kerina maka mbuah ras berhasil sinuan-sinuanta e.  Ertoto kita ibas kita nuan e, silebihna si endeskan man Dibata” artinya: apapun yang kita tanam itu semua adalah pemeliharaan Allahnya semua, sehingga tanaman kita itu dapat berhasil. Kita berdoa ketika kita menanam da selebihnya serahkan kepada Tuhan. [31]
2.8.Kajian  Dogmatis Terhadap Providensia di Mata Petani Karo di Sekitar Gunung Sinabung  dari  Teologi  Yohanes  Calvin dan Implementasinya bagi  Isi Pewartaan GBKP
              Tuhan memelihara segenap mahluk dan mengarahkannya ke tujuan yang Ia rencanakan. Hal di atas dalam Alkitab terbaca dengan terang dalam Maz 93: Tuhan adalah Raja, Ia memerintah segala mahluk (bnd Mzm 97, 99); Mzm 121: Tuhan menjaga; Menjaga; Ibr 1:3 Ia menopang segala yang ada; 1 Ptr 5:7. Ia memelihara mereka yang percaya kepada-Nya. Allah tidak pernah membiarkan dunia seisinya, tetapi ia Memelihara segala sesuatu (Mat 10:29, 30). Ia bisa memakai manusia sebagai alat-Nya seperti yang diperintahkan (Kej 1:26-28; 2:15); tapi pada dasarnya Ia sendiri yang mengarahkan segala perkembanga, menuju penggenapan rencana-Nya. Manusia harus bekerja, itulah perintah Allah, dan manusia diberi segala kecakapan untuk melakukan perintah itu. Tapi Allah yang menentukan hasilnya dan Ia yang memerintah. Jadi manusia tidak boleh hanya menyerah saja, tapi ia tau, bahwa segala sesuatu akan terjadi menurut kehendak Allah. Ini adalah hiburan besar bagi orang percaya yang dijadikan anak Allah.[32]
              Berdasarkan pengakuan yang terkandung dalam Katekismus Heidelberg mengatakan bahwa Allah memelihara atasnya sedemikian rupa “hingga daun dan rumput, hujan dan kemarau, masa kelimpahan dan kekurangan, makanan dan minuman, kesehatan dan sakit, kekayaan dan kemiskinan, dan segala sesuatu, bukan terjadi atau datang secara kebetulan saja, melainkan dari tangan Bapa”.[33]
              Dalam Institutio Calvin menuliskan prihal Pemeliharaan Allah ini demikian “sesungguhnya Allah menentukan bagi diri-Nya. Tetapi, kalau Dia dianggap sebagai Yang Mahakuasa, maka alasanya bukanlah bahwa Ia dapat memperbuatkan apapun juga tetapi kemudian berhenti dan menganggur, bukan juga bahwa Dia mempertahankan tata tertip yang ditetapkan-Nya di dalam alam dengan suatu dorongan umum, melainkan bahwa dalam mengatur langit dan bumi dengan Pemeliharaan-Nya, segala sesuatu dibinan-Nya sedemikian rupa hingga tidak ada yang terjadi di luar putusan-Nya. Tak seekorpun burung pipit yang tak ada harganya itu jatuh ke bumi diluar kehendak Bapa.” Apa yang dituliskan Calvin ini adalah pengakuan Iman, keyakinan bahwa segala sesuatu yang akan  terjadi secara supraalami dalam kehidupan kita, bukan kejadian yang berlangsung di luar pengetahuan Allah, Bapa kita di dalam Yesus Kristus. Ketergantungan kita bukan lagi kepada fenomena alam yang terjadi, melainkan kepada Bapa, kedalam tangan-Mu ‘kuserahkan hidupku.[34]  Wujud pemeliharan Allah dinyatakan dalam penebusan dan penyelamatan manusia dan seluruh ciptaan di dalam diri Yesus Kristus. Tujuan pemeliharaan Allah atas alam semesta di mana Allah pencipta dengan kebaikan dan kasih setia-Nya aktif terlibat dan berkarya untuk mengatur, melindungi, dan memerintah segala yang ada adalah agar ciptaan-Nya mencapai tujuan Allah menciptakannya.[35] Providentia mengandung pengakuan yang timbul dari kepercayaan, bukannya merupakan hasil dari pemikiran kita ataupun dari sesuatu teori yang bersifat pandangan tentang dunia,  providentia merupakan suatu pengakuan eksistensial yang timbul dari kepercayaan yang hidup.[36]  Dunia pada umumnya dan ciptaan pada khususnya di dunia tidak bisa mempertahankan hidupnya berdasarkan kekuatan sendiri. Kelanjutan keberadaan ciptaan Allah hanya bergantung pada kehendak dan kuasa Allah semata, yang jika tidak, semua akan menuju kebinasaan. “Karena di dalam Dia telah diciptakan segala sesuatu, segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia” (Kol. 1:16-17). Sebagaimana dengan Firman-Nya yang penuh kuasa Allah menciptakan segala sesuatu, demikianlah sekarang Allah dengan kuasa yang sama memelihara keberadaan ciptaan-Nya. Jadi Allah tidak berdiam di langit yang jauh, tidak memperhatikan ciptaan-Nya, melainkan tetap hadir dan aktif di tengah semua ciptaan-Nya, memelihara dan menopang, memimpin dan memerintah seluruh ciptaan-Nya. Pemeliharaan adalah tindakan Allah Tritunggal untuk selalu menopang semua ciptaanNya, sehingga tetap hidup, masing-masing dengan sifat dan daya yang tertanam sejak penciptaan.[37]   
            Dalam buku katekisasi GBKP dikatakan bahwa Yesaya 44; 24 tertulis; “.... Beginilah firman Tuhan, Penebusmu, yang membentuk engkau sejak dari kandungan; Akulah Tuhan yang menjadikan segala sesuatu, yang seorang diri membentangkan langit, yang menghamparkan bumi, siapakah yang mendampingi Aku ?” berdasarkan kesaksian Alkitab, nyatalah bahwa bahwa Allah sang pencipta tidak pernah menelantarkan ciptaan-Nya sekalipun, Allah telah memberikan kesempatan pada manusia sebagai ciptaan yang diciptakan dalam gambar-Nya untuk kembali menegakkan pola pikir dan pola tindak yang Allah perintahkan, dan perintah yang Allah lakukan adalah untuk kepentingan manusia dan ciptaan lainya. Allah pencipta menyatakan diri-Nya juga sebagai Allah pemelihara dan Pengatur alam semesta ini. Alangkah malangnya manusia yang berpikir bahkan ia bukanlah bagian dari ciptaan Allah. Namun pengakuan kita sebagai ciptaan Allah dan selalu dilindungi  Allah (Mat. 10:29; Luk 12:22; Mat 6;24-44; Rom 8;28; Mat. 7:9-11; Kis 17;24-25) berarti bahwa kita tidak boleh mempunyai dua  tuan, Allah dan setan atau Allah dan dunia. Di dalam konfesi GBKP tertulis nyata di bagian ciptaan: “seluruh alam smesta dan isisnya, baik yang nampak maupun yang tidak nampak adalah ciptaan Allah, sehingga berada di bawah kuasa Allah. Maka tidaklah layak untuk disembah atau diilahkan. (Kel.20: 1-5)”. Pengakuan bahwa Allah adalah pencipta dan pemelihara kita, mensyaratkan kita untuk memilih ini atau itu dan tidak diberi kesempatan untuk kompromi. Dampak dari keputusan kita melahirkan karakter yang penyabar, tahu terima kasih, tahu mempercayai dan tidak gampang kwatir. Sehingga kepasrahan bukan kebodohan tetapi pernyataan iman yang disatu sisi menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya dan disisi lain menekuni semua tanggung jawab yang diberikan-Nya.[38]
            Kepercayaan GBKP tentang Allah dan pemeliharaan-Nya tertera dalam Tata Gereja GBKP, yakni:
1.      Alam semesta, langit dan bumi dan segenap isisnya, baik yang kelihatan adalah milik dan ciptaan Allah. (Kej 1-2); Mzm 24: 1-2; 89:12; yes 44:24; Yes 27: 5; Kol 1:16). Segenap ciptaan itu sungguh amat baik (Kej 1:31), namun semua yang diciptakan itu tidak boleh diperilah dan disembah (Kol 20:3 : Rom 1:18-25)
2.      Seluruh ciptaan itu ditempatkan Allah dalam keselarasan yang saling menghidpkan, sejalan dengan kasih pemeliharaan-Nya atas ciptaanNya (Kej 1:29-30; 2:15, 19: Mzm 104:10-18; Yes 45 : 7-8). Manusia harus bertanggung jawab dalam memelihara dan mengusahakan kelestarian alam ciptaan Allah itu. Pengerusakan terhdap ciptaan Allah, terhadap alam dan ciptaan sekitar. Pada dasarnya adalah perlawanan kepada Allah yang telah menjadikan segala sesuatu dan senantiasa memeliharanya dalam kasih dan kesetiaan.
3.      Dari permulaan hingga akhir, Tuhan Allah memerintah, memelihara, dan menuntun segenap ciptaaNya dengan kasih setiadan ciptaanNya menuju kesempurnaan di dalam langit baru dan bumi baru (Yes 1:1-10; 51:9-11).[39]

Masyarakat Karo percaya bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini, baik yang dapat dilihat maupun yang tak dapat dilihat, adalah merupakan ciptaan Dibata. Ada tiga pemahaman dibata menurut orang Karo, yakni:
  • Dibata Datas. Dibata Datas disebut juga Guru Batara, yang memiliki kekuasaan dunia atas (angkasa).
  • Dibata Tengah. Dibata Tengah disebut juga Tuhan Padukah ni Aji, Dibata inilah yang menguasai dan memerintah di bagian dunia kita ini.
  • Dibata Teruh. Dibata Teruh juga disebut Tuhan Banua Koling. Dibata inilah yang memerintah di bumi bagian bawah bumi.
Selain itu, ada dua unsur kekuatan yang diyakini, yaitu sinar mataniari (sinar matahari) dan si Beru Dayang. Sinar Mataniari adalah simbol cahaya dan penerangan. Ia berada saat matahari terbit dan matahari terbenam. Dia mengikuti perjalanan matahari dan menjadi penghubung antara ketiga Dibata. Siberu dayang adalah seorang perempuan yang tinggal di bulan. Si beru dayang sering kelihatan dalam pelangi. Ia bertugas membuat dunia tengah tetap kuat dan tidak digoncangkan angin topan. Salah satu budaya karo yang berhubungan erat dengan keberadaan Beru Dayang adalah Kerja Tahun.
Pesta tahunan (Kerja Tahun) diadakan dalam rangka mengucap syukur atas hasil panen dan warga kampung dalam keadaan sehat walafiat. Juga untuk mendoakan panen tahun berikutnya supaya hasilnya lebih memuaskan. Kerja Tahun termasuk juga untuk mempererat tali kekeluargaan, karena pada saat itu keluarga dan sanak saudara di luar suatu kampung diundang. Secara langsung pesta itu berperan untuk mempertemukan golongan muda-mudi dan dapat berkenalan satu sama lainnya. Bahkan pada akhirnya dapat terjadi perkawinan. Pada umumnya kerja tahun diadakan untuk setiap kampung, hanya antara wilayah tidak bersamaan waktunya. Di daerah Karo Kejulu (hulu) yaitu di kecamatan Barusjahe dan Tigapanah dilaksanakan setelah panen. Pesta tahunan itu dinamai “Mahpah”. Mahpah berasal dari kata pah-pah artinya penyet. Pah-pah itu sendiri dibuat dari padi dimasak (direbus) kemudian dikeringkan. Selanjutnya digongseng dan ditumbuk sampai penyet. Pesta tahunan di sekitar kecamatan Kabanjahe, Berastagi dan Simpang Empat dinamakan “Nimpa Bunga Benih”. Bunga benih pengertiannya sisa benih, itulah dibuat menjadi bahan cimpa. Cimpa adalah makanan khas dalam rangkaian Pesta Tahunan itu. Selain cimpa, untuk lauknya diadakan pula pemotongan kerbau atau lembu. Pesta itu dilangsungkan setelah selesai tanam padi. Kerja tahun di kecamatan Tigabinanga dinamai “Merdang Merdem”. Pesta tahun merdang merdem juga dibesarkan dengan mengundang keluarga di luar kampung. Makanan yang disediakan ialah cimpa dan makanan yang lauknya dari pemotongan lembu atau kerbau. Dalam berbagai bentuk pelaksanaan kerja tahun ini, sangat ditentukan oleh situasi suatu desa. Dan hal ini membuktikan bahwa setiap perayaan kerja tahun mempunyai makna yang berbeda pula. Dalam perayaan ini sering juga dilaksanakan suatu acara yang disebut dengan Gendang Aron.[40] Hal ini bertujuan untuk menghormati padi sebagai sumber kehidupan. Dan ini menunjukkan bahwa sebenarnya yang dihormati dan yang dipuja itu adalah si Beru Dayang.
          Pada zaman dahulu masyarakat Karo, kerja tahun dipahami sebagai peristiwa mistis atau cerita asli yang memiliki mite. Perayaan itu dilakukan agar tidak terjadi bencana. Tradisi dan kepercayaan ini belum terhapus malah kehidupan yang asli masih mempengaruhi kehidupan orang Karo yang tinggal di pedesaan dan di perkotaan. Kerja tahun juga sebagai ucapan syukur kepada dewa ilahi sebab pemahaman totalitas orang Karo tidak ada pemisahan orang yang hidup dan yang mati. Oleh sebab itu masyarakat Karo dahulu menyatakan kerja tahun dalam paham magis-mitis-animitis.[41] Karena pada zaman dahulu orang belum berpikir secara ontologis dan fungsional. Pelaksanaan upacara kerja tahun sangat kental berkaitan dengan hal kekafiran. Ini menyatakan bahwa adanya pemahaman akan hal yang mistis untuk mendapatkan berkat dari allah yang kafir dan sebagai pemujaan kepada beru dayang yang dipandang sebagai sumber berkat dalam kehidupan. Sehingga tidaklah mengherankan dalam upacara kerja tahun ini adanya sekelompok orang atau secara pribadi memberikan sesajian yang diletakkan di tengah ladang (sawah) dan di kuburan. Penyembahan ini dilakukan untuk ucapan syukur atas jasa-jasa beru dayang yang telah memberikan kelimpahan dari hasil panen. Dalam tahun-tahun belakangan ini, praktek pelaksanaan kerja tahun sudah mengalami pergeseran di mana kecenderungan orang dalam melaksanakan pesta ini bukan lagi didorong oleh motivasi agama, tetapi dianggap sebagai hal yang duniawi tanpa makna yang spiritualitas, sebab kerja tahun itu diisi hanya sebatas dengan makan-makan semata dengan nilai-nilai positif atau negatifnya tidak dihiraukan lagi bahkan ini sudah menjadi gejala sosial bagi masyarakat Karo.
Dalam tulisan Sada Kata Ginting, dalam buku Pegara Min Apindu: Tahun peningkatan Theologia Spiritualitas dan Mutu Ibadah. Sebaiknya acara kerja tahun ini diKristenkan. Konven GBKP harus berbicara, sebab pesta ini merupakan pesta rakyat yang perlu didukung sebagai sarana penginjilan sebab seluruh kerabat diundang. Boleh juga dihubungkan dengan kerja rani GBKP tapi harus dikemas. GBKP dalam rangka kemandiriannya perlu membuat acara kerja tahun yang dipusatkan di Taman Jubelium GBKP.[42]Kerja tahun sebagai unsur sosial budaya dapat dipergunakan gereja dengan mengisinya unsur rohani atau kebaktian. Hal-hal yang bersifat religi kepercayaan lama dapat dihindari dan mengisinya sebagai unsur perayaan pengucapan syukur dan doa kepada Allah Khalik langit dan bumi yang kita kenal di dalam dan melalui Yesus Kristus. Bingkai perayaan yang bersifat budaya terus digali dan dilestarikan, unsur religi lama dihindari dan mengisi dengan iman Kristen. Kegiatan ini bisa secara kreatif dipakai gereja secara sendiri maupun secara oikumene menjadi agenda perayaan gerejani dan sarana pembinaan warga gereja agar terhindar dari pengaruh laten animisme sejenisnya.[43] Tanggung jawab gereja adalah bagaimana gereja mampu menerangi kerja tahun dengan Injil. Sebagai dasar gereja untuk mengkultuskan kerja tahun kepada kekristenan dapat kita lihat bagaimana tanggung jawab bangsa Israel harus mempersembahkan hasil ladang mereka kepada Allah (Ul. 23:16). Tanggung jawab bangsa Israel dalam memberikan persembahan atas hasil panen mereka merupakan suatu respon ucapan syukur kepada Allah yang telah memberikan berkat-Nya. Jika kita lihat dengan tanggung jawab bangsa Israel, hal ini tidak mempunyai perbedaan yang jauh dengan pemahaman masyarakat Karo dalam pemujaan kepada Beru Dayang. Masyarakat Karo memberikan persembahan dan memuju Beru Dayang atas dasar berkat yang diterima. Jadi tugas gereja adalah bagaimana gereja mengangkat perayaan kerja tahun ini sebagai percikan dari umat yang telah diselamatkan dan diberkati oleh Allah. Yang menjadi objek penyembahan adalah Allah bukan debata kaci-kaci ataupun beru dayang. Hal ini gereja terlibat dalam pelestarian budaya itu sendiri dan gereja bukanlah penentang atas adat atau budaya. Sesuai dengan tata gereja GBKP yang menyatakan:
·      Gereja turut memelihara adat-istiadat yang masih hidup sepanjang adat istiadat tersebut tidak bertentangan dengan kepercayaan dan pengharapan kristen (I Kor. 9:20-22; Yoh. 13:1-20).
·      Gereja berusaha mengembangkan dan mengisi adat-istiadat yang ada dengan firman Tuhan, bagi kehidupan manusia.[44]
              Masyarakat Karo yang telah beragama tentu semakin memahami bahwa Allah sang pencipta, pemilik tanah (termasuk sawah, ladang) dan juga binatang yang hidup dari tanaman yang tumbuh di tanah. Pemahaman itu membawa petani Karo semakin sadar bahwa Allah yang layak disembah dan Allah layak mendapatkan yang dari Hasil yang telah ia berikan kepada manusia. Dalam pemahaman budaya Karo primitif, bahwa padi yang disebut Beru Dayang adalah pemberian dewa. Dalam terang firman Tuhan menyatakan bahwa benih padi adalah pemberian Allah dan ditanam sehingga bertumbuh dan berkembang tanpa terlepas dari campur tangan Allah (pemeliharaan dan berkat Allah).  Setelah masyarakat Karo menganut Kristen maka tradisi yang dahulu sudah mulai ditinggalkan. GBKP mengajarkan bahwa Allah lah yang memberikan kita hidup dan pemeliharaan. Jika dibandingkan dalam hal hasil pertanian bahwa hasil pertanian saat ini jauh lebih baik atau berlimpah dari zaman dahulu. Sekarang bahwa jika kita menanam atau menabur benih tidak lagi di ingat bahwa padi itu adalah Beru Dayang namun sekarang setiap menanam padi doa yang diucapkan adalah kepada Allah. Pemahaman ini berubah karena dalam setiap pembicaran dalam persekutuan keluarga sering dibicarakan bahwa Allahlah yang memelihara tanaman apabila di doakan dalam nama Yesus Kristus.[45]
              GBKP sebagai gereja yang harus menjadi terang dalam kehidupan sudah menjalankan perananya dengan baik dimana ketika hendak menanam padi. Dianjurkan untuk terlebih dahulu membawa bibit padinya ke gereja untuk di doakan bersama. Jadi setiap jemaat berkumpul dan mendokan benih supaya padi mbuah (melimpah). Dalam hal penanam padi tidak lagi dilakukan upacara niktik wari (melihat hari baik) namun dipahami bahwa Allah memberikan semua hari itu adalah baik. Namun harus juga disesuaikan dengan keadaan cuaca. Jelas bahwa Allahlah yang dipercaya yang dapat memberikan kelimpahan dan kebaikan kepada Petani Karo.[46]
              Dalam wawancara saya dengan petani Karo sekarang ini yaitu petani sayur-mayur bahwa pemeliharaan Allah itu sungguh terlihat dalam kehidupan ini. walaupun dalam pertanian sering terjadi kegagalan dalam bentuk harga dan kualitas tanaman akibat hama atau ditambah lagi dengan kejadian erupsi Gunung Sinabung yang terus menerus. Pada dasarnya kecewa dengan kejadian ini namun dibalik itu semua masih ada pengharapan bahwa Allah itu adalah Allah yang peduli dan memelihara anak-anakNya. Jalan yang diberikan  Tuhan mungkin bukan dari tanaman tersebut. Hal ini juga dikuatkan ketika ada pertemuan atau progam MAMRE (persekuan kaum bapa) tingkat Klasis yang senantiasa memeperlengkapi Pertani GBKP dalam usaha pertanian. Hal ini dilakukan dalam bentuk pendampingan. Dalam ceramahnya sering dikatakan bahwa usaha kita hanya menanam namun dibalik itu semua kita harus memiliki pengharapan kepada Tuhan. Kita harus mendoakan tanaman kita supaya diberkati Tuhan.[47]
III.             Kesimpulan
Providentia adalah kepercayaan bahwa Allah memelihara dunia dan memelihara hidup manusia. Hal ini terlihat bahwa Allah adalah Allah pencipta dan  Allah yang memelihara semua alam ciptaanya. Dalam bahasan ini kita telah melihat bagaimana Allah turut aktif memelihara bumi dan manusia mulai dari Perjanjian Lama sampai pada Masa Perjanjian Baru bahkan sampai detik ini juga Allah tetap memelihara kehidupan Manusia. pemahaman Pemeliharaan Allah juga telah dirumuskan oleh bapa gereja yaitu Yohanes Calvin yang mengatakan bahwa tidak ada sesuatupun yang ada di dunia ini yang luput dari pemeliharaan Allah. GBKP sebagai gereja yang mewarisi tradisi berteologi Calvin juga menjelaskan dengan jelas dalam Konfesinya mengenai pemeliharaan Allah. Petani Karo dalam kehidupan yang panjang hidup dalam budaya yang senantiasa diperaktekkan dan diwariskan secara turun temurun. Namun dalam kajian ini terlihat bagaiman pemahaman sebelumnya mengatakan bahwa petani Karo bergantung dengan Beru Dayang yang disebutkan dengan jelmaan dibata atau dewa atau disebut sebagai dewi padi.  Hal ini yang mempengaruhi pemahaman masyarakat Karo dalam kehidupanya sepanjang hari dan turut dalam ritual yang berbau magi. Namun seiring dengan berkembangnya Injil bagi masyarakat Karo. GBKP sangat berperan aktif dalam mewartakan bahwa Allahlah yang memelihara kehidupan manusia dan Dialah Allah yang mau disembah dan Dipuji. Sehingga tampak jelas budaya lama telah ditinggalkan akibat terang Injil. Semoga seminar ini menambah pemahaman kita mengenai pemeliharaan Allah bagi kita semua. Lebih dan kurangnya saya ucapkan terima kasih.
IV.             Daftar Pustaka
Abineno, J.L. Ch., Aku Percaya Kepada Allah, Jakarta: BPK-GM, 1983.
Baxter, J. S., Menggali Isi Alkitab I,  Jakarta: YKBK/OMF, 1997.
Bridges Jerry, Berserah Kepada Tuhan Jakarta : BPK-GM, 2000.
Buku Katekisasi Gereja Batak Karo Protestan. Moderamen GBKP, Kabanjahe, 2007.
Calvin, Yohanes, Institutio, Jakarta: BPK-GM, 2009.
Dillon, Jhon M. & David Noel Freedman (ed.), The Anchor Bible Dictionary, Vol. V, New York: Doubleday, 1992.
Douglas, J.D., Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II, Jakara: YKBK/OMF, 1997.
Drewes, Barend F., Teologi Bencana: Tsunami Dan Allah Pencipta, Makasar: OASE Intim, 2006.
Eichrodt, Walther, Theology of Old Testament Vol.II, London: SCM Press LTD, 1967.
End, Th. Van den,  Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme,  Jakarta: BPK-GM, 2000.
Ginting, Sada Kata, Ranan Adat, Jakarta: Merga Silima, 1996.
Gintings, E.P., Agama Suku (Agama Primitif dan Agama Batak Kuno), Bandung: Jurnal Info Media, 2009.
Heim,  Karl, Gaube Und Denke, Hamburg: Furche, 1931.
Keren, Philip Van, Dewi Sri dan Kristus, Jakarta: BPK-GM, 1994.
Lempp, W., Tafsiran Kejadian 12: 4-25: 18, Jakarta: BPK-GM, 1998.
Manser, Marthin H. & Fergus McGauran, Oxford Leaner’s Pocket Dictionary, New York: Oxford University Prees, 1998.
Manurung Kaleb, “Providentia Dalam Perspektif Dogmatika Kristen” dalam Jurnal Teologi Tabernakel STT Abdi Sabda Medan Edisi XVI : Providentia.
Maoule, C. F. D. & George Arthur Buttrick, The Interprete’s Dictionary Of The Bible, New York: Abingdon Press, 1962.
GBKP Moderamen, Tata Gereja GBKP 2005-2015, Kabanjahe: Moderamen GBKP. 2005
Munthe, A., Kata –Kata Sulit Teologia, Yogyakarta: Taman Pustaka, 1993.
Munthe, Pardomuan Dalam Jurnal Teologi Tabernakel STT Abdi Sabda Medan, Fenomena Alam Dan Pernyataan Allah, Medan: CV. Putra Mandiri, 2011.
Niftrik, G. C. Van & B. J. Boland, Dogmatika Masa Kini, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2010.
Panitia Kongres Kebudayaan Karo, Sejarah Suku Karo Kabanjahe, tp, tt.
Pedersen, Paul. B., Darah Batak dan Jiwa Protestan, Jakarta: BPK-GM, 1975.
Poerwaderminta, W.J.S., Kamusa Besar  Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1987.
Prins,t Darman, Adat Karo, Medan: Bina Media Perintis, 2012.
PKPW GBKP, Dikembangkan Untuk Mengembangkan, Jakarta: Pustaka Sora Mido, 2004.
Saragih, Agus Jetron, Exegese Naratif: Ulasan Teoritis dan Praktis Sebagai Metode Tafsir Post Modernisme, Medan: P3M STT Abdi Sabda Medan, 2006.
Sauer, G., to keep, to guard (smr), dalam Theological Lexicon of The Old Testament, USA: Hendrikson Publishers, 1997.
Soedarmo, R., Kamus Istilah Teologi, Jakarta: BPK-GM, 2014.
Vetter, D., to See, dalam Theological Lexicon of the Old Testament Vol. III, USA: Hendrikson Publisher, 1997.


      Sumber Internet
http://karosiadi.blogspot.co.id/p/menanti-permata-hijau-karo-kembali.html.
            Sumber Wawancara
Wawancara Dengan Bp Fetra Sembiring Kembaren di Desa Salit Simalem kec Tigapanah tanggal 19 Maret 2016.
Wawancara Dengan Imanuel Tarigan di Desa Paribun Kecamatan Barus jahe, Tanggal 19 Maret 2016.
wawancara Dengan Iting Kandar br Ginting di Desa Salit Simalem Kecamatan TigaPanah.Tanggal 21 Maret 2016.
Wawancara Dengan Nd Fetra Br Karo di Desa Salit Simalem kec Tigapanah. Tanggal 19 Maret 2016.
Wawancara Dengan Nuraini Br Sembiring di Desa Paribun Kecamatan Barus Jahe, Tanggal 19 Maret 2016.


[1] Marthin H. Manser & Fergus McGauran, Oxford Leaner’s Pocket Dictionary, (New York: Oxford University Prees, 1998), 332
[2] G. C. Van Niftrik & B. J. Boland, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2010), 172
[3] J. S. Baxter, Menggali Isi Alkitab I, ( Jakarta: YKBK/OMF, 1997),  479
[4] Kata ini sering dikaitkan dengan kata lain untuk menerangkan tentang Allah, seperti Deus Absconditus artinya Allah yang tersembunyi (Yes 45:15); Deus Revelatus, artinya Allah yang menampakkan diri. Lih. A. Munthe, Kata –Kata Sulit Teologia, (Yogyakarta: Taman Pustaka, 1993), 13
[5] W.J.S. Poerwaderminta, Kamus Besar  Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1987), 726-727
[6] Barend F. Drewes, Teologi Bencana: Tsunami Dan Allah Pencipta, (Makasar: OASE Intim, 2006), 114
[7] W. Lempp, Tafsiran Kejadian 12: 4-25: 18, (Jakarta: BPK-GM, 1998), 273
[8] J.D. Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II, (Jakara: YKBK/OMF, 1997), 238
[9] Walther Eichrodt, Theology of Old Testament Vol.II, (London: SCM Press LTD, 1967), 168
[10] Kata ini disamakan dengan kata natsar yaitu menjaga (seperti pengawal, bnd Kej 4:9; 2 Sam 26:15; 19:11; 28:2; 1 Raja20:39, seluruh objeknya adalah orang). Istilah ini juga dipakai untuk hal lain, misalnya: menjaga mulut (Mik 7:5; Am 14:3; 21:23), tangan (Yes 56:2), binatang (Domba Kel 21:29,36), taman (Kej 2:15; 3:24). Kata ini juga dipakai dalam berbagai bentuk khususnya yang menyangkut tugas penjagaan, pengawalan dan juga termasuk dalam istilah militer. Tugas penjagaan juga dilakukan terhadap hal-hal yang dianggap suci seperti hukum-hukum, kekudusan ibadah dan tabut perjanjian.
[11] G. Sauer, to keep, to guard (smr), dalam Theological Lexicon of The Old Testament, (USA: Hendrikson Publishers, 1997), 1380-1382
[12] D. Vetter, to See, dalam Theological Lexicon of the Old Testament Vol. III, (USA: Hendrikson Publisher, 1997), 1180
[13] Agus Jetron Saragih, Exegese Naratif: Ulasan Teoritis dan Praktis Sebagai Metode Tafsir Post Modernisme, (Medan: P3M STT Abdi Sabda Medan, 2006), 92
[14] C. F. D. Maoule & George Arthur Buttrick, The Interprete’s Dictionary Of The Bible, (New York: Abingdon Press, 1962), 940
[15] Jhon M. Dillon & David Noel Freedman (ed.), The Anchor Bible Dictionary, Vol. V, (New York: Doubleday, 1992),  520
[16] J.L. Ch. Abineno, Aku Percaya Kepada Allah, (Jakarta: BPK-GM, 1983), 28
[17] Karl Heim, Gaube Und Denke, (Hamburg: Furche, 1931), 230
[18] Yohanes calvin, Institutio, (Jakarta: BPK-GM, 2009), 51
[19] Th. Van den End,  Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme,  (Jakarta: BPK-GM, 2000), 208
[20] Paul. B. Pedersen, Darah Batak dan Jiwa Protestan, (Jakarta: BPK-GM, 1975), 125
[21] http://karosiadi.blogspot.co.id/p/menanti-permata-hijau-karo-kembali.html
[22] PKPW GBKP, Dikembangkan Untuk Mengembangkan, (Jakarta: Pustaka Sora Mido, 2004), 30
[23] Buku Katekisasi Gereja Batak Karo Protestan. (Moderamen GBKP, Kabanjahe, 2007), 2
[24] Panitia Kongres Kebudayaan Karo, Sejarah Suku Karo (Kabanjahe, tp, tt), 53.
[25] E.P. Gintings, Agama Suku (Agama Primitif dan Agama Batak Kuno), (Bandung: Jurnal Info Media, 2009), 85 (bandingkan dengan cerita mitos Jawa tentang Dewi Sri yang melambangkan roh padi bagi suku Jawa. Kita bisa nelihat cerita Dewi Sri dan pasangannya Sadono (wisnu) dimana perkawinanya mereka berkaitan juga dengan kehidupan manusia dengan padi. Philip Van Kkeren, Dewi Sri dan Kristus, (Jakarta: BPK-GM, 1994), 16).
[26] Wawancara Dengan Bp Fetra Sembiring Kembaren di Desa Salit Simalem kec Tigapanah, beliau sudah berumur 72 Tahun dan ketika masih muda sering mengikuti praktek dalam ritual tersebut.  Tanggal 20 Mei 20016
[27] Sada Kata Ginting, Ranan Adat, (Jakarta: Merga Silima, 1996), 63-67.
[28] Hasil wawancara dengan Iting Kandar br Ginting di Desa Salit Simalem Kecamatan TigaPanah. Beliau telah berumur 87 tahun.
[29] Darman Prinst, Adat Karo, (Medan: Bina Media Perintis, 2012), 229
[30] Wawancara Dengan Nuraini Br Sembiring di Desa Paribun Kecamatan Barus Jahe, Tanggal 19 Maret 2016
[31] Wawancara dengan Nd Fetra Br Karo di Desa Salit Simalem kec Tigapanah. Beliau juga sudah merasakan pergeseran makna pemeliharan Beru Dayang dan Allah. Beliau mengatakan bahwa dahulu pemahan itu yang ditularkan turun temurun oleh orangtua sehingga kita harus melakukannya. Dalam prakteknya disebutkan bahwa sangat capek dan banyak sekali peraturan yang harus kita kerjakan. Padahal hasil belum tentu memadai dan seperti yang kita inginkan.
[32] R. Soedarmo, Kamus Istilah Teologi, (Jakarta: BPK-GM, 2014), 76
[33] G. C. Van Niftrik & B. J. Boland, Dogmatika Masa Kini, 177
[34] Jurnal Teologi Tabernakel STT Abdi Sabda Medan, Fenomena Alam Dan Pernyataan Allah, (Medan: CV. Putra Mandiri, 2011),23-24
[35] Kaleb Manurung, “Providentia Dalam Perspektif Dogmatika Kristen” dalam Jurnal Teologi Tabernakel STT Abdi Sabda Medan Edisi XVI : Providentia,87
[36] G. C. Van Niftrik & B. J. Boland, Dogmatika Masa Kini, 173
[37] Edward W. A. Koehler, Intisari Ajaran Kristen (Pematangsiantar : Akademi Lutheran Indonesia (ALI), 2012), 40
[38] Buku Katekisasi Gereja Batak Karo Protestan, 3-4
[39] Moderamen GBKP, Tata Gereja GBKP 2005-2015, (Kabanjahe: Moderamen GBKP. 2005), 136-137
[40] S.K. Ginting Suka, Ranan Adat,  hlm. 63
[41] Darwin Prinst, Adat Karo, Medan: Bina Media Perintis, 2004, hlm. 226-227
[42] Sada Kata Ginting, Adat Kekerabatan Karo dan Iman Kristen, Op. Cit, hlm. 20. Dalam sidang sinode GBKP tahun 2010, perayaan kerja tahun dalam suku Karo perlu ditransformasi jadi perayaan iman orang Kristen, untuk memberikan inspirasi kepada jemaat, runggun, klasis. Kegiatan yang dilakukan membuat kebaktian raya maupun membuat perlombaan ndurung, nasakken rires, manuk tasak telu, cimpa, dsb. Ada beragam pendapat yang dilontarkan dalam pendapat tentang perayaan kebaktian kerja tahun yang dilakukan secara sinodal ini. Perayaan kerja tahun dalam suku Karo perlu ditransformasi menjadi perayaan iman orang Kristen dengan mengadakan pengelayasi dari Moderamen. (Notulen Sidang Sinode GBKP Tahun 2010, t.p, t.th)
[43] E.P. Gintings, Religi Kar, hlm. 182
[44] Moderamen GBKP, Tata Gereja GBKP,  89
[45]  Wawancara Dengan Nuraini Br Sembiring di Desa Paribun Kecamatan Barus Jahe, Tanggal 19 Maret 2016
[46]  Kegiatan ini sudah dilakukan oleh masyarakat Desa Salit Simalem kecamatan Tigapanah. Dimana Penulis sendiri telah menyeksikan secara langsung acara tersebut. Dalam gereja juga berberapa kali telah diwartakan dalam gereja supaya semua warga jemaat ikut serta dalam pelaksanaanya.
[47] Hasil Wawancara dengan Imanuel Tarigan di Desa Paribun Kecamatan Barus jahe, Tanggal 19 Mei 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar