Providensia di Mata Petani Karo di Sekitar Gunung Sinabung
( Suatu Kajian Dogmatis Terhadap Providensia
di Mata Petani Karo dari Teologi Calvin dan Implementasinya dalam Isi Pewartaan GBKP)
jhoni Pranata Purba
I.
Latar
Belakang Masalah
Ketika berbicara
mengenai Providensia (pemeliharaan Allah), setiap orang memiliki pandangan dan
pengalaman yang berbeda-beda dalam kehidupan masing-masing. Kehidupan umat
manusia tidak pernah terlepas dari providensia atau pemeliharaan Allah. Orang
yang mengaku kepada Allah pastinya
selalu di dalam pemeliharaan Allah. Dimana ada campur tangan Allah dalam
kehidupan umat yang percaya kepada Allah. Dia adalah yang memelihara yang
bekerja sepanjang waktu dan tak pernah lelah, yang merancangkan janji-janji
setia-Nya kepada semua makluk yang diciptakan-Nya. Dia menyatakan kemuliaan-Nya
melalui apa yang dikehendaki-Nya.
Tanah Karo adalah
kabupaten yang memiliki sektor pertanian sebagai identitasnya. Jika dilihat
dari letak geografis memang daerah ini sangat cocok untuk daerah pertanian yang
sangat subur. Kesuburan tanah inilah yang menjadikan pertanian di Tanah Karo
berkembang dari dahulu sampai sekarang. Sebelum kekristenan masuk ke Tanah Karo
maka sistem kepercayan juga telah dianut oleh masyarakat Karo atau sering kita
dengar mengenai dibata Kaci-kaci.
Sehingga kepercayaan inilah yang mengikat kepercayaan mereka terhadap hal-hal
yang dianggap magi. Dalam kehidupan bertani masyarakat Karo juga merasa bahwa
campur tangan dari dibata-dibata atau
dewa-dewa masih melekat. Hal ini
terlihat bagaimana sikap masyarakat Karo memandang dan memperlakukan tanaman.
Sebelum Kristen masuk, pemeliharaan datangnya bukan dari Allah melainkan dari dewa-dewa atau dibata-dibata. Hal ini juga menghasilkan beberapa tradisi dalam
masyarakat Karo dalam menghormati tanaman. Seperti contoh “kerja-tahun”, “nimpa bunga
benih”, “guro-guro aron” dan
lain-lain. Pemahaman yang melekat bagi masyarakat Karo primitif adalah jika
penghormatan tidak dilakukan maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,
atau akan berakibat juga dengan hasil pertanian kedepan. Allah adalah
pemelihara yang setia namun ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan sering
sekali petani Karo merasa itu adalah teguran dari dewa atau dewi. Sehingga jika
kita perhatikan saat ini masih ada yang mengatakan bahwa jika tidak kita
lakukan upacara-upacara yang berkaitan dengan pertanian maka akan terjadi marabahaya.
Hal ini jelas menimbulkan kebingungan bagi kita mengapa jemaat yang sudah
Kristen masi memiliki pemahaman yang demikian. Jika petani meyakini bahwa Allah
adalah yang menciptakan dan memelihara semua ciptaaNya maka tidak akan terjadi
hal-hal yang semikian.
Dari latar belakang
masalah ini saya mencoba menggali bagaimana pemahaman Pemahan Petani Karo
Mengenai Providensia Allah sekitar gunung Sinabung. Kajian Dogmatis Dari
Teologi Calvin dan Implementasinya Bagi Pewartaan GBKP.
II.
Pembahasan
2.1.Pengertian Providensia Secara Umum
Kata Providentia dalam bahasa Inggris disebut dengan “Providence”[1]
yang diterjemahkan sebagai pemeliharaan,
artinya melihat atau mengetahui sebelumnya. Istilah providentia berasal dari
bahasa Latin yaitu kata kerja latin providere yang artinya memandang ke depan, melihat terlebih dahulu
terjadinya sesuatu, terlebih dahulu mengambil tindakan-tindakan, terlebih
dahulu menyelenggarakan atau menyediakan sesuatu. Kata ini terdapat di dalam
riwayat tentang Abraham di bukit Moria (Kej. 22:8, 14). Ayat-ayat tersebut
dapat diterjemahkan sebagai Allah yang akan menyediakan (menyelenggarakan
supaya ada), Tuhan menyediakan (menyelenggarakannya). Providentia adalah
kepercayaan bahwa Allah memelihara dunia dan memelihara hidup manusia. Hal ini
bisa dilihat pula melalui penebusan Kristus kepada dunia ini. Allah tidak menyayangkan anak-Nya sendiri, tetapi Ia menyerahkan-Nya
bagi kita semua, bagaimana mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada
kita bersama-sama dengan Dia? (Rm. 8:32).[2] Kata Providentia
sendiri terdiri dari dua suku kata yakni “pro”,
berarti “sebelumnya” dan “vidio”, berarti “melihat”, “aku melihat”;
jadi arti dari gabungan kedua kata ini adalah “aku melihat suatu perkara sebelum terjadi”.[3] Sedang kata “Dei”
berasal dari kata “Deus” dalam bahasa
Latin yang artinya Allah.[4] Jadi, Providentia Dei adalah Allah melihat suatu perkara
yang sebelum dan akan terjadi terhadap segala yang Ia ciptakan, baik yang hidup
maupun yang mati. Demikianlah
percaya bahwa providentia Alah itu
menyediakan serta menyelenggarakan adanya korban dan mau menydiakan serta
menyelenggarakan segala sesuatu dan dibuatnya menjadi baik. Sedangkan dalam
bahasa Indonesia, kata Providentia
diterjemahkan pada kata “pemeliharaan”. Kata pemeliharaan ini berasal dari kata
dasar “pelihara” yang artinya “menjaga atau merawat” dengan baik, mengusahakan,
mnyelamatkan, melindungi, dan melepaskan dari bahaya. Jadi pemeliharaan berarti
perbuatan memelihara, penjagaan, perawatan, penyelamatan, penghindaran dari
bahaya.[5]
2.2.Providensia Menurut Alkitab
1.
Perjanjian Lama
Istilh Providentia
Dei (Pemeliharaan Allah) dalam Perjanjian Lama tidak ditemukan, namun jika
ditelususri istilah ini telah digunakan sebagai hubungan antara Allah dengan
ciptaan-Nya. Allah menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada, dengan
pengertian bahwa pada awal dunia dan isinya diciptakan kosong, kemudian Allah
membuat yang kosong itu menjadi ada.[6] Menurut pendapat para ahli dogmatika konsep providentia
dalam Perjanjian Lama dimulai dari cerita Abraham dalam pengorbanan Ishak
kepada Allah di tanah Moria (Kej. 22:8). Ishak adalah anak kandung Abraham
bertanya kepadanya tentang anak domba mana yang menjadi persembahan kepada
Allah. Abraham menjawab pertanyaan anaknya katanya “Allah yang akan menyediakan
anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya anakku” (kej.22:8). Kata menyediakan
dalam bahasa Ibrani adalah ראה (ra’ah) yang arti dasarnya melihat,
menyediakan, memilih dan memelihara. Sedangkan terjemahan bahasa latin (Alkitab
Vulgata) kata provide yang artinya
memandang ke depan, melihat terlebih dahulu, menyelenggarakan sesuatu. Dari
pengertian ini memberi pengertian bahwa Allah sebagai sang pencipta terlebih
dahulu melihat apa sebenarnya yang dibutuhkan oleh manusia dan menyediakan
segala keperluan manusia sesuai apa yang dilihat oleh Allah.[7]
Pemeliharaan Allah juga nampak ketika Allah hadir dalam pemeliharaan Israel
sebagai bangsa umat pilihan-Nya. Ia menyediakan makanan bagi umat-Nya pada saat
bencana kelaparan (Kej. 41). Allah membawa Yusuf ke Mesir untuk menyediakan
makanan bagi umat-Nya yang kekurangan. Allah menyelamatkan nyawa Musa dari
pembunuhan semua bayi laki-laki di tanah Mesir (Kej. 1), dan Musa dipilih Allah
membawa bangsa Israel keluar dari tanah Mesir ke tanah Kanaan. Peristiwa ini
disebut dengan peristiwa exodus
yaitu keberangkatan atau berjalan keluar atau pembebasan bangsa Israel dari
perbudakan di Mesir. Sepanjang perjalanan bangsa tersebut telah dielamatkan
Allah, misalnya ketika bangsa Israel melintasi laut Merah disaat tentara Mesir
mengejar mereka. Allah memelihara umatnya dalam perjalanan di padaang gurun
dengan memberi makan dan minuman, membrikan kemenangan dalam pertempuran
melawan musuh ketika merebut tanah yang dijanjikan Allah.[8]
Pemeliharaan dalam PL memakai istilah pekudda (פקד) yang berasal dari kata dasar pakad. Kata ini dalam konteks pemahaman dikalangan Mesopotamik
diartikan: merawat, memelihara, memperhatikan, melihat dengan serius/dengan
pandangan yang tajam secara terus menerus. Istilah ini ditujukan kepada
dewa-dewa Pantheon Mesopotamia, sebagai predikat ilah yang “memelihara
totalitas surga dan bumi”. Rumusaan konseptual mengenai pemeliharaan ilahi
muncul hanya satu kali pada bagian PL yakni Ayub 10:12, yang berbicara mengenai
pekudda oleh Allah; menjelaskan
tindakan pengawasan atau pemeliharaan terhadap ciptaan sebagai objek
pemeliharaan Allah. Setelah itu tindakan ini muncul dalam berbagai bentuk
walaupun bukan dengan istilah ini. Hal ini dapat dilihat dari sejarah
bangsa-Nya yang dipahami dalam PL sebagai tindakan pemeliharaan Allah. Mulai
keluaran dari Mesir, di padang gurun dan penaklukan tanah Kanaan yang
seluruhnya merupakan kenyataan fundamental yang luar biasa bagi iman Israel
yang didalamnya tidak hanya kekuatan dan kemenangan dari Allah yang
digambarkan, tapi juga kepedulian yang meluas pada individu-individu dan
menjadi jaminan masa depan dalam pertolongan dan bimbingan Allah.[9]
Kata samar
(שמר) juga dipakai
dalam istilah pemelihaaran dalam PL. Kata samar
dalam bahasa Ibrani digolongkan kedalam bentuk Qal, artinya:
menjaga/melindungi, mengawal, memelihara. Dalam bentuk Niphal berarti:
mengamati seseorang, terlindungi. Pemakaian kata ini umumnya digunakan dalam
hal-hal umum, non religius.[10]
Tetapi disamping itu kata samar juga
dipakai untuk Allah. Secara berulang-ulang menekankan bahwa Allah
peduli/memelihara manusia. Dia menjaga dan melindungi umat-Nya (Kej 28:15,20).
Pemazmur memakai ide ini dan memakainya dalam bentuk janji (Mzm 12:8), dalam
menghadapi situasi bahaya. Yahwe adalah penjaga Israel (Mzm 121:4).[11]
Kata ra’ah (ראה) dalam bahasa Ibrani artinya melihat. Kata ini dapat
menjelaskan perhatian Allah kepada umat-Nya. PL menggambarkan bahwa Allah
“melihat” penderitaan umat-Nya oleh para penindas (Kel 3:7 dengan kata sama’(שעא)
& yada(ידא)) sebelum Ia bertindak (Kel 3:8).
“Allah melihat” menggambarkan bahwa Allah masuk kedalam peristiwa sebagai
perbandingan dengan berhala-berhala, yang tidak memiliki hubungan dengan
manusia dan waktu (Ul 4:28; Mzm 115:5-7; 135:6). Kesadaran bahwa Allah melihat
sampai ke kedalaman hati menjadi pernyataan yang fundamental dari pujian Israel
(Kej 29:32; Mzm 33:13; 133:6; 9:14; 138:6).[12]
Dalam Kejadian 22:14 kata ra’ah
muncul dalam bentuk piel Imperfect, yir’eh
artinya: akan mempersiapkan baginya. Dalam kisah pengorbanan Ishak, kata itu
dapat diartikan “Tuhan menyediakan”. Menggambarkan Allah sebagai tokoh
protagonist mencegah pengorbanan Ishak karena Allah sendiri tidak menginginkan
pengorbanan itu. Allah selalu setia terhadap perjanjian-Nya dan selalu
memelihara Ishak. Kehadiran Domba yang misterius dilihat sebagai tanda
pemeliharaan Allah yang membangun pemahaman Abraham tentang Allah.[13]
2.
Perjanjian Baru
Istilah Providentia dalam bahasa yunani adalah
terdapat dalam kata “pronoia” dari
kata kerja “pronoisthai”, yang tidak
jauh sama artinya dengan bahasa latin.[14]
Tetapi kata ini menandakan pemeliharaan Allah untuk mahkluk-Nya. Konsep “pronoi” adalah untuk menguraikan
permintaan yang masuk akal kepada alam semesta yang berkuasa. Alam semesta
berasal dari suatu yang memiliki satu pribadi; mereka menunjukkan kepada Allah.
Akan tetapi mereka membayangkan Allah itu masih secara sederhana sebagai suatu
prinsip yang aktif tetapi ada dalam alam semesta.[15] Kehendak Allah yang dengan jelas dinyatakan
dalam Yesus Kristus ialah supaya manusia selamat dan hidup bahagia. Segala
sesuatu yang merusak dan mendatangkan kesusahan, penderitaan, dan lain-lain di
dunia ini tidak sesuai dengan kehendak Allah (Yak. 1:13).[16] Dalam Perjanjian Baru, pemeliharaan Allah
menjadi nyata di dalam Yesus Kristus baik dalam pengaaran dan nubuat-Nya. Yesus
mengajarkan tentang karya Allah yang memelihara anggota-anggota tubuh
ciptaan-Nya, dan setiap ciptaan-Nya manusia adalah ciptaan yang jauh lebih
berharga dari ciptaan yang lain. Yesus
mengatakan kepada manusia supaya jangan kuatir tentang makanan dan pakaian yang
hendak mereka makan dan pakai, sebab apabila mereka mencari kerajaan Allah dan kebenaranNya maka semua akan ditambahkan
kepada mereka (Mat. 6:25-34). Inilh salah satu bukti bahwa Allah melalui
anak-Nya Yesus Kristus telah menyediakan dan menyelenggarakan segala sesuatu
sampai hal yang sekecil-kecilnya, hal ini menunjukkan pemeliharaan Allah
terhadap ciptaan-Nya, mereka yang meminta dan mencarai akan diberikan dan
mendapatkannya (Mat. 7:7-8). Ajaran Alkitab tentang providentia Allah nampak
sejak mulai dari Allah menciptakan mahluk hidup maupun yang mati sehingga Ia
memilih salah satu mahluk ciptaan-Nya yang paling mulia dari segala ciptaan-Nya
yang senantiasa dan terus menerus menjaga dan memeliharanya, Allah tidak akan
pernah berhenti dan meninggalkan ciptaan-Nya.[17]
2.3.Providensia Menurut Calvin/
Calvinisme
Calvin membicarakan providensia Allah tidak sekedar untuk
isi intelektual dari providensia tersebut, tetapi untuk nilai religius praktis
yang luar biasa besarnya bagi orang beriman. Kepercayaan pada providentia Allah
memberi penghiburan besar kepada orang beriman bahwa segala kehidupan berada di
bawah kendali Bapa sorgawi yang penuh kasih. Pada saat yang sama, kepercayaan
ini memberikan suatu rasa takjub dan takut yang sepantasnya terhadap Allah,
karena dalam rencana-Nya, Allah juga menyatakan kepada orang-orang Kristen
tanggung jawab mereka untuk menemukan dan menggenapi kehendak-Nya. Berusaha
mempertemukan kedaulatan Allah dengan tanggung jawab manusia, Calvin menegaskan
penundukan kepada kehendak Allah dan mengakui serta menerima bagaimana Allah
memakai keadaan-keadaan sekitar untuk mengajar kita taat pada Firman-Nya.[18]
Orang-orang Kristen tidak hanya mengerti dan mengalami
providentia Allah melalui iman, tetapi juga menyerahkan kehendak mereka pada
kedaulatan Allah untuk menanati perintah-perintah-Nya. Kaum Calvinis dilegakan
dari kecemasan yang menulahi orang-orang tak percaya yang tidak menyadari
maksud dan rencana Allah yang sedang dikerjakan dalam kehidupan sehari-hari.
Meskipun menjalankan tanggung jawab mereka sendiri untuk mengatur kehidupan
mereka sehari-hari menurut prinsip-prinsip alkitabiah, kaum Calvinisme mengakui
dan menerima dengan iman yang sederhana bahwa apa yang terjadi berada berada di
bawah pemeliharaan providensia Allah.[19]
2.4.Sekilas Mengenai Tanah Karo
Daerah Karo
terbentang dari Utara Danau Toba ke atas, ke daerah Deli dan sekitar Medan.
Dengan banyaknya daerah-daerah pegunungan yang jarang penduduknya. Tanah-tanah
dataran rendah dapat disesuaikan menjadi perkebunan, yang kemudia meluas hingga
ke dataran tinggi pegunungan, yang membawa serta pengaruh-pengaruh modern.[20] Sebanyak 72,3 persen dari 370.619
penduduk Kabupaten Karo hidup sebagai petani. Kabupaten Karo terletak sekitar 77 kilometer
arah selatan Medan, ibu kota Provinsi Sumatera Utara. Suhu udaranya sejuk,
17-20 derajat celsius. Di ketinggian 800-1.400 meter di atas permukaan laut
inilah Gunung Sibayak dan Sinabung bercokol.
Dalam buku Karo dari Jaman ke Jaman (1981), Brahma Putro menjelaskan,
pada tahun 1807, seluruh dataran tinggi Karo telah dikuasai Belanda. Setelah
itu, Belanda membangun jalan dari Medan menuju Karo yang diprakasai Jacob Theodoor Cremer, Komisaris
Nederlandsche Handel Maatschappij (Maskapai Perdagangan Belanda). Kini,
jalan itu bernama Jalan Jamin Ginting, diambil dari nama pejuang setempat.
Awalnya masyarakat Karo menanam padi. Pada 1940-an, sekelompok orang China datang untuk menanam sayuran,
seperti bayam peleng, sawi putih, dan wortel, untuk memenuhi kebutuhan warga
Belanda yang tinggal di Berastagi. Sayuran pun terus bertambah hingga 27 jenis. Orang China membudidayakan
sayuran dengan menyewa lahan warga pribumi dan mempekerjakan mereka. Terjadilah
transformasi pengetahuan sehingga
warga pribumi paham cara menanam sayuran dengan baik. Lambat laun, warga Karo
meninggalkan tanaman jagung dan padi lalu berpindah ke sayuran.[21]
2.5.Sekilas Mengenai Gereja Batak
Karo Protestan
Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) adalah satu gereja
suku. Warga jemaat GBKP kebanyakan tinggal di desa. Disatu pihak GBKP sebagai
gereja suku yang berbudaya menjadikan budaya menjadi modal untuk berteologi
secara Kontekstual. GBKP mewarisi tradisi berteologi kekristenan dari budaya
Barat kontinental Calvinis (Reformed/Presbyterial). GBKP perlu sungguh-sungguh
menggali tradisi berteologi Calvin yang sejak semula telah mewarnai dirinya,
sampai membuka diri secara kritis dan konstruktif akan adanya tradisi-tradisi
yang baik untuk membangun suatu tradisi berteologi GBKP yang sesuai dan dapat
menjawab kebutuhan lapangan yang demikian kompleks.[22]
2.6.Providensia menurut Gereja Batak Karo Protestan (GBKP)
Konfesi GBKP menyatakan tentang Allah sebagai berikut:
“Allah adalah pencipta, pemelihara dan pengatur alam semesta dan isinya.
Sehingga pengenalan anakNya, dengan bantuan Roh Kudus, adalah melalui
ciptaanNya dan Alkitab, yang berpusat pada kesaksian kasihNya dan Alkitab, yang
berpusat pada kesaksian kasihNya dalam Yesus Kristus ” Pernyataan ini
menunjukkan rentan waktu pernyataan karya Allah, mulai dari awal penciptan / Past (Allah Pencipta), kini/ present (Allah Pemelihara dan Pengatur).
Pengertian ke-trinitas-an. Allah kini juga besar dipengaruhi oleh faktor waktu,
semisal paran Bapa dan Anak.[23]
2.7.Provedensia di Mata
Petani Karo
di Sekitar Gunung Sinabung
Masyarakat Karo pada mulanya dan pada umumnya bermata
pencaharian bertani. Tanaman-tanaman yang utama adalah padi. Untuk mengerjakan
sebidang tanah, didahului oleh penghormatan (persentabin) kepada nini
beras pati taneh dan Beru Dayang
(Dewi Padi). Penghormatan ini dilakukan dengan mempersembahkan sirih selembar (nehken belo cawir). Upacara persembahan
dilakukan di tempat yang dianggap persemayaman si Beru Dayang. Dan sesudah
berumur 1 sampai 2 bulan diadakan pesta “nimpa
bunga benih”, “ngerires”, “mere kuta”
dan sebagainya.[24]
Adapun cerita mengenai penghormatan mesyarakat Karo terhadap
padi (berkaitan dengan panen hasil ladang) yang dinamakan Beru Dayang adalah sebagai berikut: “Dari dulu sebelum manusia
memekan padi (beras-nasi) sebagai makananya, buah pohon masaklah yang menjadi
makanan supaya mereka dapat bertahan hidup. Sebab manusia pada saat itu masih
hidup di hutan dan berpindah-pindah. Maka pekerjaanya hanya berjalan-jalan di
hutan sembari mencari makanan. Dimana mereka memakan buah yang masak, disitulah
ia tinggal hingga buah tersebut habis. Dan karena buah itulah yang sering
terjadi pertengkaran diantara mereka dan saling membunuh. Artinya makananlah
yang sering membuat mereka bertengkar. Hal ini dilihat oleh dibata, maka ia
berkata kepada Beru Dayang jile-jile”[25](nama
Dewi Padi) yang menjadi perantara untuk manusia. dibata mengatakan: “hai beru
dayang turunlah kamu ke dunia dan temuilah manusia. Bawalah benih padi dan
ajarlah manusia untuk menanam padi supaya padilah yang menjadi makanan mereka
agar mereka tidak bertengkar dan memperebutkan buah pohon lagi sehingga mereka
tidak akan berpindah-pindah lagi untuk mencari buah pohon masak jika persediaan
mereka telah habis”. Lalu sujudlah Beru
Dayang serta menyatukan tangan kanan dan kirinya, menundukkan kepalanya. Maka
sampailah dia di bumi ini karena kuasa dan kekuatan yang diberikan kepada Beru Dayang yang menjadi perantara
dibata dan manusia. maka berkumpullah manusia dari Timur dan Barat. Setelah
manusia semua berkumpul tanpa ada yang tertinggal maka berkatalah Beru Dayang “bagi kamu semua manusia
sekarang akan ku berikan banih padi kepadamu supaya kamu tanam, agar padi inilah
yang akan menjadi makananmu, supaya kamu tidak lagi tinggal di hutan mencari
buah pohon dan aku akan mengajari engkau menanam benih padi yang akan aku
berikan ini” maka mulailah beru dayang
mengajari manusia untuk menanam padi lalu manusia melihat perkembangan padi
tersebut, mengurusnya agar pertumbuhan
padi dengan baik. Begitu juga setelah dipanen, ditumbuk hingga memasaknya. Padi
tumbuh sangat subur bekas pengajaran yang diberikan Beru Dayang hingga hasilnya melimpah ruah. Maka setelah itu
pulanglah si Beru Dayang ke asalnya.
Setelah beberapa tahun dan beberapa kali menanam padi, sangat banyaklah
hasilnya dan karena begitu banyak lumbung-lumbung padi yang besar sekaligus
sudah terisi penuh. Karena padi sudah melimpah ruah maka manusia tidak takut
lagi kekurangan pangan sehingga manusia menjadi sombong dan bertengkar. Maka
karena pertengkaran maka padi di lumbung pun dicemari dibuang-buang bahkan di
bakar. Karena pertengkaran tersebut, maka mereka tidak menanam padi lagi.
Sehingga padi habis dimakan dan terjadi luka-luka karena pertengkaran. Maka
dengan itu turunlah Beru Dayang
memberikan kembali benih padi dan memberikan nasehat “jangan lagi kamu
melakukan pertengkaran kerena itulah yang menyebabkan semua padimu habis dan
banyak diantara kamu luka-luka, kelaparan hingga meninggal.” Semua manusia
mengaku dan menerima nasehat Beru Dayang.
Tetapi kembali hal seperti sebelumnya sehingga mereka menganggap karena
merekalah yang berusaha maka padi menjadi banyak. Dan akhirnya manusia itu
kembali mencari buah pohon menjadi makananya. Lalu untuk ketiga kalinya Beru Dayang turun lagi ke bumi membawa benih padi. Dan
Beru Dayang berkata “inilah yang ketiga kalinya aku datang ke bumi. Inilah
nasehat yang kuberikan kepadamu , harus kamu dengarkan dengan cermat. Jika kamu
menanam padi atau menyimpan padi ke lumbung maka kamu harus memperhatikan hari-hari baik,
yaitu: Cakra, budaha atau aditia”.
Jika kamu menanam mintalah benih padi kepada
kalimbubu, supaya hasil panenmu melimpah ruah karena kalimbubu adalah orang yang memberikan berkat atasmu. Hormatilah kalimbubumu karena mereka adalah wakit
dibata di bumi ini. Benih jaba mintalah
kepada anak beru dan tanamlah di tepi
sekeliling ladangmu. Karena anak berulah
yang melindungi keluargamu dalam kehidupan ini. jika ada yang merusak, maka
dialah yang akan menjadi pagarnya. Begitu juga dengan jaba, jika seandanya ada kerbau, lembu atau kambing datang merusak
maka jabalah yang terlebih dahulu dimakan oleh binatang itu dan jaba akan menjadi penopang padi tersebut
agar tidak terlentang ke tanah akibat terjangan angin yang kencang. Inilah
artinya maka mintalah benih jaba kepada anak beru. Benih Ritik gara, mintalah kepada senina dan tanamlah di tengah ladang,
sebab ritik gara menjaga padi supaya tidak terlentang ke tanah akibat hembusan
angin yang kencang. Karena senina mempunyai peranan untuk menjaga keluarga
damai dan tidak ada pertengkaran. Benih taruk
atau (Jambe) mintalah kepada puang
kalimbubu. Karena taruk adalah
pesawen warennya dari padi. Jika angin berhembus, padi tidak patah. Begitu juga
dalam keluargam puang kalimbubu melindungi anak-beru
menteri. Benih cingkeru mintalah
kepada anak beru menteri kemudian
tanamlah dengan jarang secara teratur di tengah ladang agar dapat dilihat
teratur. Begitu juga dengan anak beru menteri mengayomi dan melayakkan puang kalimbubu. Padi dihormati dengan
membuat gendang guro-guro aron dan membuat pesta tahunan (kerja tahun). Jika kamu
menghormati padi, itu menandakan kamu menghormati kalimbubu, senina, dan menyayangi anak beru. Pada waktu panen undanglah semua keluarga yang memberi
benih supaya semua merasakan hasil panen padi. Jadi jika padi melimpah ruah
mengucap syukurlah kepada Beru Dayang sehingga ia menyampaikanya kepada debata.
Tapi, jika hasil padi kurang, mintalah belas kasihanya. Demikianlah maka orang
Karo menyebut padi Beru Dayang. [26]
Padi sesuai umurnya dikatakan di Tanah Karo dalam suatu musim tanam:
·
Beru Dayang rugun-rugun: nama padi yang telah ditanam.
·
Beru Dayang buniken: nama padi yang telah ditanam dan ditutup.
·
Beru Dayang Malembing: nama Padi yang daunya sedang mirip lembing.
·
Beru Dayang meduk-meduk: nama padi setelah Rimbun daunya melengkung ke bawah.
·
Beru Dayang kumerket: nama padi setelah bunting.
·
Beru Dayang Perinte-rinte: nama padi setelah menguning.
Sebelum benih padi ditanam, benih terlebih dahulu
diletakkan terlebih dahulu di tempat “perbenihen”
atau disebut pemenaan yang sudah
ditanam simalem-malem, bintang murbai dan
pohon pisang kapok, tabar-tabar, kalinjuhang, ankatuah, sampe sampilet,
bunga-bunga ras besi-besi, kapal-kapal dan selantam.. benih tersebut “ isemburi alu belo ntabeh” (disembur
dengan sirih yang terbaik) sebagai tanda doa dan pengharapan. Doanya adalah: “ o Beru Dayang Pegungun, ierapken me kam
sendah gelah kam erbuah meramis, erlipat ganda” (o Beru Dayang yang
bersatu, kali ini kamu disebarkan agar kamu bisa berbuah banyak). “Janah Ibas wari mehuli pepagi, ipepulung ka
me kam jadi pangan bas kerja-kerja mehuli ras pebelinken anak si ipupus”
(Pada hari yang baik nantinya kamu akan dikumpulkan kembali menjadi makanan
pada pesta-pesta yang baik dan untuk membesarkan anak-anak yang telah
dilahirkan) setelah itu “isemburken”
empat kali dan dekat pemenaan (yang pertama)
tadi yang telah disediakan lubang sebanyak dua belas buah.[28]
Adapun rangkaian Pertanian dalam tradisi Suku Karo adalah:[29]
·
Merdang
Merdang berarti
menanam, umumnya untuk pertanian di Karo yang ditanam adalah padi. Namun di
beberapa tempat di Tanah Karo seperti Kecamatan Kuta Buluh, Kecamatan Munthe,
Kecamatan Lau baleng, Kecamatan Mardingding musim menananm padi itu disebut
dengan merdang merdem. Pertama-tama
di tengah ladang dibuat onggokan tanah menyerupai gunung, kemudian dibuat perumbuken belo bujur. Ditetakkan di
atas puncak onggokan tanah tersebut. Tangkai mengarah ke Gunung Sinabung.
Kemudian dibuat Lubang (Lebeng)sebanyak dua belas. Kemudian buah padi dicampur
dengan simalem-malem. Pemilik lahan
pertanian kemudia berdoa (ersuldip)
sebagai berikut “Hai.... Dewata Tuhan, kami tanam padi kami ini, agar kami
semua selamat berbahagia anak-anak kami yang laki-laki dan perempuan. Serasilah
kami menanam padi ini”
·
Nimpa Bunga Benih
Nimpa bunga benih
adalah suatu upacara tradisional masyaraat Karo, yang dilaksanakan pada saat
padi berumur 2 atau 3 bulan. Acara ini adalah bertujuan untuk Memberi makan
Dewi Padi.
·
Rani Page
Rani page berarti
memanen padi. Dahulu panen d Karo dilakukan dengan mengunakan ani-ani (Ketan). Pagi-pagi pemilik padi
pergi ke ladang untuk menentukan dari mana padi akan dimulai dipanen.
Selanjutnya, dia membuat persembahan kepada Beras Pati Taneh. Seterusnya padi
di tarik (awin) ke arah dirinya
dengan kedua belah tanganya sebanyak sebelas kali. Perhatikan tandan padi yang
menghadap ke wajah pemilik padi, ambil sebelas tangkai (ruhi) kemudian satukan dengan pimping lalu diikat. Padi yang
sebelas tangkai itu disembur dengan sirih (belo)
lalu petani berkata : “o.. nini Beras
Pati Taneh, mbuah kel page enda ndai, janah sekula serasilah kami man page
mbaru enda ndai. Iteremi kami pagi man page mbaru enda erkiteken meriah ukur”
artinya “ terima kasih Dewa Tanah, kami telah menerima panen yang baik, dan
berbahagialah kami memakan buah padi ini. beramai-ramai kami memakanya karena
kebahagiaan.”
·
Ngerik
Ngerik berarti
merontokkan bulir-bulir padi dengan menggulungnya dengan menggunakan kedua
belah kaki. Setelah selesai baru dibersihkan dengan angin (ngangin).
·
Merdang Merdem
Merdang merdem berasal
dari dua kata yaitu merdang dan merdem. Merdang berarti menanam,
sementara merdem berasal dari kata rendem yang berarti berkabung atau
berdukacita. Acara ini jika tidak dilakukan maka akan bala-bala (ulat) akan mengganas dan lain-lain.
·
Rebu-Rebu
Pada acara ini
biasanya diadakan keramaian (guro-guro
aron), dalam acara ini penduduk kampung akan membuat atau membentuk aron (organisasi kerja bersama) untuk
mengadakan pekerjaan tanah pertanian. Tahapanya adalah;
a)
Ndurung
(menangkap ikan)
b)
Motong
(memotong lembu)
c)
Man-man (makan-makan)
d)
Rebu (pantang) untuk
1.
Membawa daun ke
rumah
2.
Rebu mengerjakan
tanah
3.
Rebu air
4.
Dan sebagainya.
·
Ngerires
Upacara ngerires adalah upacara yang dilakukan
saat padi hamil (beltek) untuk
memberi makan padi. Dan sesajen dibawa
ke ladang dan mengajak Beru Dayang memakan sesajen tersebut.
Jadi petani Karo memahami bahwa dahulu pemeliharaan itu
datangnya dari Beru Dayang. Petani
Karo mengatakan bahwa dalam kehidupanya jika Beru Dayang tidak dihormati maka
nyata padi tidak akan berbuah tau berhasil. Maka petani Karo Sangat takut tidak
melakukan seluruh rangkaian adat untuk pertanian. Contoh yang nyata adalah jika
tidak dilakukan pesta tahunan, maka banyak fenomena alam yang akan terjadi,
contohnya, angin yang dapat meruntuhhkan padi, terjadi banyak hama yang menyerang
tanaman, terjadi hujan es atau “bahau”.
Bisa jadi kampung kita yang terkena namun kampung sebelah kita tidak kena
musibah tersebut.[30]
Dalam acara Pesta Tahunan atau guro-guro aroh tidak ada masyarakat Karo yang tidak melakukannya.
Hal ini dipahami karena dapat mendatangkan mara. Dan ini menurut pemahan yang
dulu benar terjadi. Jadi setiap masyarakat dapat dikatakan tidak berani tidak
melakukan pesta tahunan. Karena dianggap tabu jika kita tidak melakukannya.
Namun seiring berkembangnya teknologi dan berita injil datang ke Tanah Karo
pemahaman ini semakin hari semakin terkikis. seorang nenek mengatakan “kai pe sinisuanken e kerina bekas
pengarak-ngarak Dibata nge kerina maka mbuah ras berhasil sinuan-sinuanta
e. Ertoto kita ibas kita nuan e,
silebihna si endeskan man Dibata” artinya: apapun yang kita tanam itu semua
adalah pemeliharaan Allahnya semua, sehingga tanaman kita itu dapat berhasil.
Kita berdoa ketika kita menanam da selebihnya serahkan kepada Tuhan. [31]
2.8.Kajian Dogmatis Terhadap Providensia di Mata Petani Karo di Sekitar Gunung Sinabung dari Teologi Yohanes Calvin dan Implementasinya bagi Isi Pewartaan GBKP
Tuhan
memelihara segenap mahluk dan mengarahkannya ke tujuan yang Ia rencanakan. Hal
di atas dalam Alkitab terbaca dengan terang dalam Maz 93: Tuhan adalah Raja, Ia
memerintah segala mahluk (bnd Mzm 97, 99); Mzm 121: Tuhan menjaga; Menjaga; Ibr
1:3 Ia menopang segala yang ada; 1 Ptr 5:7. Ia memelihara mereka yang percaya
kepada-Nya. Allah tidak pernah membiarkan dunia seisinya, tetapi ia Memelihara
segala sesuatu (Mat 10:29, 30). Ia bisa memakai manusia sebagai alat-Nya
seperti yang diperintahkan (Kej 1:26-28; 2:15); tapi pada dasarnya Ia sendiri
yang mengarahkan segala perkembanga, menuju penggenapan rencana-Nya. Manusia
harus bekerja, itulah perintah Allah, dan manusia diberi segala kecakapan untuk
melakukan perintah itu. Tapi Allah yang menentukan hasilnya dan Ia yang
memerintah. Jadi manusia tidak boleh hanya menyerah saja, tapi ia tau, bahwa
segala sesuatu akan terjadi menurut kehendak Allah. Ini adalah hiburan besar
bagi orang percaya yang dijadikan anak Allah.[32]
Berdasarkan
pengakuan yang terkandung dalam Katekismus Heidelberg mengatakan bahwa Allah
memelihara atasnya sedemikian rupa “hingga daun dan rumput, hujan dan kemarau,
masa kelimpahan dan kekurangan, makanan dan minuman, kesehatan dan sakit,
kekayaan dan kemiskinan, dan segala sesuatu, bukan terjadi atau datang secara kebetulan
saja, melainkan dari tangan Bapa”.[33]
Dalam
Institutio Calvin menuliskan prihal Pemeliharaan Allah ini demikian
“sesungguhnya Allah menentukan bagi diri-Nya. Tetapi, kalau Dia dianggap
sebagai Yang Mahakuasa, maka alasanya bukanlah bahwa Ia dapat memperbuatkan
apapun juga tetapi kemudian berhenti dan menganggur, bukan juga bahwa Dia
mempertahankan tata tertip yang ditetapkan-Nya di dalam alam dengan suatu
dorongan umum, melainkan bahwa dalam mengatur langit dan bumi dengan
Pemeliharaan-Nya, segala sesuatu dibinan-Nya sedemikian rupa hingga tidak ada
yang terjadi di luar putusan-Nya. Tak seekorpun burung pipit yang tak ada
harganya itu jatuh ke bumi diluar kehendak Bapa.” Apa yang dituliskan Calvin
ini adalah pengakuan Iman, keyakinan bahwa segala sesuatu yang akan terjadi secara supraalami dalam kehidupan
kita, bukan kejadian yang berlangsung di luar pengetahuan Allah, Bapa kita di
dalam Yesus Kristus. Ketergantungan kita bukan lagi kepada fenomena alam yang
terjadi, melainkan kepada Bapa, kedalam tangan-Mu ‘kuserahkan hidupku.[34]
Wujud
pemeliharan Allah dinyatakan dalam penebusan dan penyelamatan manusia dan
seluruh ciptaan di dalam diri Yesus Kristus. Tujuan pemeliharaan Allah atas
alam semesta di mana Allah pencipta dengan kebaikan dan kasih setia-Nya aktif
terlibat dan berkarya untuk mengatur, melindungi, dan memerintah segala yang
ada adalah agar ciptaan-Nya mencapai tujuan Allah menciptakannya.[35]
Providentia mengandung pengakuan yang
timbul dari kepercayaan, bukannya merupakan hasil dari pemikiran kita ataupun
dari sesuatu teori yang bersifat pandangan tentang dunia, providentia
merupakan suatu pengakuan eksistensial yang timbul dari kepercayaan yang hidup.[36] Dunia pada umumnya dan ciptaan pada khususnya di dunia tidak
bisa mempertahankan hidupnya berdasarkan kekuatan sendiri. Kelanjutan
keberadaan ciptaan Allah hanya bergantung pada kehendak dan kuasa Allah semata,
yang jika tidak, semua akan menuju kebinasaan. “Karena di dalam Dia telah
diciptakan segala sesuatu, segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia”
(Kol. 1:16-17). Sebagaimana dengan Firman-Nya yang penuh kuasa Allah
menciptakan segala sesuatu, demikianlah sekarang Allah dengan kuasa yang sama
memelihara keberadaan ciptaan-Nya. Jadi Allah tidak berdiam di langit yang
jauh, tidak memperhatikan ciptaan-Nya, melainkan tetap hadir dan aktif di
tengah semua ciptaan-Nya, memelihara dan menopang, memimpin dan memerintah
seluruh ciptaan-Nya. Pemeliharaan adalah tindakan Allah Tritunggal untuk selalu
menopang semua ciptaanNya, sehingga tetap hidup, masing-masing dengan sifat dan
daya yang tertanam sejak penciptaan.[37]
Dalam
buku katekisasi GBKP dikatakan bahwa Yesaya 44; 24 tertulis; “.... Beginilah firman Tuhan, Penebusmu,
yang membentuk engkau sejak dari kandungan; Akulah Tuhan yang menjadikan segala
sesuatu, yang seorang diri membentangkan langit, yang menghamparkan bumi,
siapakah yang mendampingi Aku ?” berdasarkan kesaksian Alkitab, nyatalah
bahwa bahwa Allah sang pencipta tidak pernah menelantarkan ciptaan-Nya
sekalipun, Allah telah memberikan kesempatan pada manusia sebagai ciptaan yang
diciptakan dalam gambar-Nya untuk kembali menegakkan pola pikir dan pola tindak
yang Allah perintahkan, dan perintah yang Allah lakukan adalah untuk
kepentingan manusia dan ciptaan lainya. Allah pencipta menyatakan diri-Nya juga
sebagai Allah pemelihara dan Pengatur alam semesta ini. Alangkah malangnya manusia
yang berpikir bahkan ia bukanlah bagian dari ciptaan Allah. Namun pengakuan
kita sebagai ciptaan Allah dan selalu dilindungi Allah (Mat. 10:29; Luk 12:22; Mat 6;24-44;
Rom 8;28; Mat. 7:9-11; Kis 17;24-25) berarti bahwa kita tidak boleh mempunyai
dua tuan, Allah dan setan atau Allah dan
dunia. Di dalam konfesi GBKP tertulis nyata di bagian ciptaan: “seluruh alam smesta dan isisnya, baik yang
nampak maupun yang tidak nampak adalah ciptaan Allah, sehingga berada di bawah
kuasa Allah. Maka tidaklah layak untuk disembah atau diilahkan. (Kel.20: 1-5)”.
Pengakuan bahwa Allah adalah pencipta dan pemelihara kita, mensyaratkan kita
untuk memilih ini atau itu dan tidak diberi kesempatan untuk kompromi. Dampak
dari keputusan kita melahirkan karakter yang penyabar, tahu terima kasih, tahu
mempercayai dan tidak gampang kwatir. Sehingga kepasrahan bukan kebodohan
tetapi pernyataan iman yang disatu sisi menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya
dan disisi lain menekuni semua tanggung jawab yang diberikan-Nya.[38]
Kepercayaan
GBKP tentang Allah dan pemeliharaan-Nya tertera dalam Tata Gereja GBKP, yakni:
1.
Alam semesta,
langit dan bumi dan segenap isisnya, baik yang kelihatan adalah milik dan
ciptaan Allah. (Kej 1-2); Mzm 24: 1-2; 89:12; yes 44:24; Yes 27: 5; Kol 1:16).
Segenap ciptaan itu sungguh amat baik (Kej 1:31), namun semua yang diciptakan
itu tidak boleh diperilah dan disembah (Kol 20:3 : Rom 1:18-25)
2.
Seluruh ciptaan itu
ditempatkan Allah dalam keselarasan yang saling menghidpkan, sejalan dengan
kasih pemeliharaan-Nya atas ciptaanNya (Kej 1:29-30; 2:15, 19: Mzm 104:10-18;
Yes 45 : 7-8). Manusia harus bertanggung jawab dalam memelihara dan
mengusahakan kelestarian alam ciptaan Allah itu. Pengerusakan terhdap ciptaan
Allah, terhadap alam dan ciptaan sekitar. Pada dasarnya adalah perlawanan
kepada Allah yang telah menjadikan segala sesuatu dan senantiasa memeliharanya
dalam kasih dan kesetiaan.
3.
Dari permulaan
hingga akhir, Tuhan Allah memerintah, memelihara, dan menuntun segenap
ciptaaNya dengan kasih setiadan ciptaanNya menuju kesempurnaan di dalam langit
baru dan bumi baru (Yes 1:1-10; 51:9-11).[39]
Masyarakat
Karo percaya bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini, baik yang dapat
dilihat maupun yang tak dapat dilihat, adalah merupakan ciptaan Dibata.
Ada tiga pemahaman dibata menurut orang Karo, yakni:
- Dibata Datas. Dibata Datas disebut juga Guru Batara, yang memiliki kekuasaan dunia atas (angkasa).
- Dibata Tengah. Dibata Tengah disebut juga Tuhan Padukah ni Aji, Dibata inilah yang menguasai dan memerintah di bagian dunia kita ini.
- Dibata Teruh. Dibata Teruh juga disebut Tuhan Banua Koling. Dibata inilah yang memerintah di bumi bagian bawah bumi.
Selain itu, ada dua unsur kekuatan
yang diyakini, yaitu sinar mataniari (sinar matahari) dan si Beru
Dayang. Sinar Mataniari adalah simbol cahaya dan penerangan. Ia
berada saat matahari terbit dan matahari terbenam. Dia mengikuti
perjalanan matahari dan menjadi penghubung antara ketiga Dibata. Siberu dayang
adalah seorang perempuan yang tinggal di bulan. Si beru dayang sering kelihatan
dalam pelangi. Ia bertugas membuat dunia tengah tetap kuat dan tidak
digoncangkan angin topan. Salah satu budaya karo yang berhubungan erat dengan
keberadaan Beru Dayang adalah Kerja
Tahun.
Pesta
tahunan (Kerja Tahun) diadakan dalam rangka mengucap syukur atas hasil panen
dan warga kampung dalam keadaan sehat walafiat. Juga untuk mendoakan panen
tahun berikutnya supaya hasilnya lebih memuaskan. Kerja Tahun termasuk juga
untuk mempererat tali kekeluargaan, karena pada saat itu keluarga dan sanak
saudara di luar suatu kampung diundang. Secara langsung pesta itu berperan
untuk mempertemukan golongan muda-mudi dan dapat berkenalan satu sama lainnya.
Bahkan pada akhirnya dapat terjadi perkawinan. Pada umumnya kerja tahun
diadakan untuk setiap kampung, hanya antara wilayah tidak bersamaan waktunya.
Di daerah Karo Kejulu (hulu) yaitu di kecamatan Barusjahe dan Tigapanah
dilaksanakan setelah panen. Pesta tahunan itu dinamai “Mahpah”. Mahpah berasal
dari kata pah-pah artinya penyet. Pah-pah itu sendiri dibuat dari padi dimasak
(direbus) kemudian dikeringkan. Selanjutnya digongseng dan ditumbuk sampai
penyet. Pesta tahunan di sekitar kecamatan Kabanjahe, Berastagi dan Simpang
Empat dinamakan “Nimpa Bunga Benih”. Bunga benih pengertiannya sisa benih,
itulah dibuat menjadi bahan cimpa. Cimpa adalah makanan khas dalam rangkaian
Pesta Tahunan itu. Selain cimpa, untuk lauknya diadakan pula pemotongan kerbau
atau lembu. Pesta itu dilangsungkan setelah selesai tanam padi. Kerja tahun di kecamatan Tigabinanga dinamai
“Merdang Merdem”. Pesta tahun merdang merdem juga dibesarkan dengan mengundang
keluarga di luar kampung. Makanan yang disediakan ialah cimpa dan makanan yang lauknya
dari pemotongan lembu atau kerbau. Dalam berbagai bentuk pelaksanaan kerja tahun
ini, sangat ditentukan oleh situasi suatu desa. Dan hal ini membuktikan bahwa
setiap perayaan kerja tahun mempunyai makna yang berbeda pula. Dalam perayaan
ini sering juga dilaksanakan suatu acara yang disebut dengan Gendang Aron.[40]
Hal ini bertujuan untuk menghormati padi sebagai sumber kehidupan. Dan ini
menunjukkan bahwa sebenarnya yang dihormati dan yang dipuja itu adalah si
Beru Dayang.
Pada
zaman dahulu masyarakat Karo, kerja tahun dipahami sebagai peristiwa mistis
atau cerita asli yang memiliki mite. Perayaan itu dilakukan agar tidak terjadi
bencana. Tradisi dan kepercayaan ini belum terhapus malah kehidupan yang asli
masih mempengaruhi kehidupan orang Karo yang tinggal di pedesaan dan di
perkotaan. Kerja tahun juga sebagai ucapan syukur kepada dewa ilahi sebab
pemahaman totalitas orang Karo tidak ada pemisahan orang yang hidup dan yang
mati. Oleh sebab itu masyarakat Karo dahulu menyatakan kerja tahun dalam paham magis-mitis-animitis.[41]
Karena pada zaman dahulu orang belum berpikir secara ontologis dan fungsional.
Pelaksanaan upacara kerja tahun sangat kental berkaitan dengan hal kekafiran.
Ini menyatakan bahwa adanya pemahaman akan hal yang mistis untuk mendapatkan
berkat dari allah yang kafir dan sebagai pemujaan kepada beru dayang
yang dipandang sebagai sumber berkat dalam kehidupan. Sehingga tidaklah
mengherankan dalam upacara kerja tahun ini adanya sekelompok orang atau secara
pribadi memberikan sesajian yang diletakkan di tengah ladang (sawah) dan di
kuburan. Penyembahan ini dilakukan untuk ucapan syukur atas jasa-jasa beru
dayang yang telah memberikan kelimpahan dari hasil panen. Dalam tahun-tahun
belakangan ini, praktek pelaksanaan kerja tahun sudah mengalami pergeseran di
mana kecenderungan orang dalam melaksanakan pesta ini bukan lagi didorong oleh
motivasi agama, tetapi dianggap sebagai hal yang duniawi tanpa makna yang
spiritualitas, sebab kerja tahun itu diisi hanya sebatas dengan makan-makan
semata dengan nilai-nilai positif atau negatifnya tidak dihiraukan lagi bahkan
ini sudah menjadi gejala sosial bagi masyarakat Karo.
Dalam tulisan Sada
Kata Ginting, dalam buku Pegara Min Apindu: Tahun peningkatan Theologia
Spiritualitas dan Mutu Ibadah. Sebaiknya acara kerja tahun ini diKristenkan.
Konven GBKP harus berbicara, sebab pesta ini merupakan pesta rakyat yang perlu
didukung sebagai sarana penginjilan sebab seluruh kerabat diundang. Boleh juga
dihubungkan dengan kerja rani GBKP tapi harus dikemas. GBKP dalam rangka
kemandiriannya perlu membuat acara kerja tahun yang dipusatkan di Taman
Jubelium GBKP.[42]Kerja
tahun sebagai unsur sosial budaya dapat dipergunakan gereja dengan mengisinya
unsur rohani atau kebaktian. Hal-hal yang bersifat religi kepercayaan lama dapat
dihindari dan mengisinya sebagai unsur perayaan pengucapan syukur dan doa
kepada Allah Khalik langit dan bumi yang kita kenal di dalam dan melalui Yesus
Kristus. Bingkai perayaan yang bersifat budaya terus digali dan dilestarikan,
unsur religi lama dihindari dan mengisi dengan iman Kristen. Kegiatan ini bisa
secara kreatif dipakai gereja secara sendiri maupun secara oikumene menjadi
agenda perayaan gerejani dan sarana pembinaan warga gereja agar terhindar dari
pengaruh laten animisme sejenisnya.[43] Tanggung jawab gereja adalah bagaimana gereja
mampu menerangi kerja tahun dengan Injil. Sebagai dasar gereja untuk
mengkultuskan kerja tahun kepada kekristenan dapat kita lihat bagaimana
tanggung jawab bangsa Israel harus mempersembahkan hasil ladang mereka kepada
Allah (Ul. 23:16). Tanggung jawab bangsa Israel dalam memberikan persembahan
atas hasil panen mereka merupakan suatu respon ucapan syukur kepada Allah yang
telah memberikan berkat-Nya. Jika kita lihat dengan tanggung jawab bangsa
Israel, hal ini tidak mempunyai perbedaan yang jauh dengan pemahaman masyarakat
Karo dalam pemujaan kepada Beru Dayang. Masyarakat Karo memberikan
persembahan dan memuju Beru Dayang atas dasar berkat yang diterima. Jadi
tugas gereja adalah bagaimana gereja mengangkat perayaan kerja tahun ini
sebagai percikan dari umat yang telah diselamatkan dan diberkati oleh Allah.
Yang menjadi objek penyembahan adalah Allah bukan debata kaci-kaci
ataupun beru dayang. Hal ini gereja terlibat dalam pelestarian budaya
itu sendiri dan gereja bukanlah penentang atas adat atau budaya. Sesuai dengan
tata gereja GBKP yang menyatakan:
·
Gereja turut memelihara adat-istiadat yang masih hidup sepanjang adat
istiadat tersebut tidak bertentangan dengan kepercayaan dan pengharapan kristen
(I Kor. 9:20-22; Yoh. 13:1-20).
·
Gereja berusaha mengembangkan dan mengisi adat-istiadat yang ada dengan
firman Tuhan, bagi kehidupan manusia.[44]
Masyarakat
Karo yang telah beragama tentu semakin memahami bahwa Allah sang pencipta,
pemilik tanah (termasuk sawah, ladang) dan juga binatang yang hidup dari
tanaman yang tumbuh di tanah. Pemahaman itu membawa petani Karo semakin sadar
bahwa Allah yang layak disembah dan Allah layak mendapatkan yang dari Hasil
yang telah ia berikan kepada manusia. Dalam pemahaman budaya Karo primitif,
bahwa padi yang disebut Beru Dayang
adalah pemberian dewa. Dalam terang firman Tuhan menyatakan bahwa benih padi
adalah pemberian Allah dan ditanam sehingga bertumbuh dan berkembang tanpa
terlepas dari campur tangan Allah (pemeliharaan dan berkat Allah). Setelah masyarakat Karo menganut Kristen maka
tradisi yang dahulu sudah mulai ditinggalkan. GBKP mengajarkan bahwa Allah lah
yang memberikan kita hidup dan pemeliharaan. Jika dibandingkan dalam hal hasil
pertanian bahwa hasil pertanian saat ini jauh lebih baik atau berlimpah dari
zaman dahulu. Sekarang bahwa jika kita menanam atau menabur benih tidak lagi di
ingat bahwa padi itu adalah Beru Dayang
namun sekarang setiap menanam padi doa yang diucapkan adalah kepada Allah.
Pemahaman ini berubah karena dalam setiap pembicaran dalam persekutuan keluarga
sering dibicarakan bahwa Allahlah yang memelihara tanaman apabila di doakan dalam
nama Yesus Kristus.[45]
GBKP
sebagai gereja yang harus menjadi terang dalam kehidupan sudah menjalankan
perananya dengan baik dimana ketika hendak menanam padi. Dianjurkan untuk
terlebih dahulu membawa bibit padinya ke gereja untuk di doakan bersama. Jadi
setiap jemaat berkumpul dan mendokan benih supaya padi mbuah (melimpah). Dalam hal penanam padi tidak lagi dilakukan
upacara niktik wari (melihat hari
baik) namun dipahami bahwa Allah memberikan semua hari itu adalah baik. Namun
harus juga disesuaikan dengan keadaan cuaca. Jelas bahwa Allahlah yang
dipercaya yang dapat memberikan kelimpahan dan kebaikan kepada Petani Karo.[46]
Dalam
wawancara saya dengan petani Karo sekarang ini yaitu petani sayur-mayur bahwa
pemeliharaan Allah itu sungguh terlihat dalam kehidupan ini. walaupun dalam
pertanian sering terjadi kegagalan dalam bentuk harga dan kualitas tanaman
akibat hama atau ditambah lagi dengan kejadian erupsi Gunung Sinabung yang
terus menerus. Pada dasarnya kecewa dengan kejadian ini namun dibalik itu semua
masih ada pengharapan bahwa Allah itu adalah Allah yang peduli dan memelihara
anak-anakNya. Jalan yang diberikan Tuhan
mungkin bukan dari tanaman tersebut. Hal ini juga dikuatkan ketika ada
pertemuan atau progam MAMRE (persekuan kaum bapa) tingkat Klasis yang
senantiasa memeperlengkapi Pertani GBKP dalam usaha pertanian. Hal ini
dilakukan dalam bentuk pendampingan. Dalam ceramahnya sering dikatakan bahwa
usaha kita hanya menanam namun dibalik itu semua kita harus memiliki
pengharapan kepada Tuhan. Kita harus mendoakan tanaman kita supaya diberkati
Tuhan.[47]
III.
Kesimpulan
Providentia adalah kepercayaan bahwa Allah memelihara dunia dan memelihara
hidup manusia. Hal ini terlihat bahwa Allah adalah Allah pencipta
dan Allah yang memelihara semua alam
ciptaanya. Dalam bahasan ini kita telah melihat bagaimana Allah turut aktif
memelihara bumi dan manusia mulai dari Perjanjian Lama sampai pada Masa Perjanjian
Baru bahkan sampai detik ini juga Allah tetap memelihara kehidupan Manusia.
pemahaman Pemeliharaan Allah juga telah dirumuskan oleh bapa gereja yaitu
Yohanes Calvin yang mengatakan bahwa tidak ada sesuatupun yang ada di dunia ini
yang luput dari pemeliharaan Allah. GBKP sebagai gereja yang mewarisi tradisi
berteologi Calvin juga menjelaskan dengan jelas dalam Konfesinya mengenai
pemeliharaan Allah. Petani Karo dalam kehidupan yang panjang hidup dalam budaya
yang senantiasa diperaktekkan dan diwariskan secara turun temurun. Namun dalam
kajian ini terlihat bagaiman pemahaman sebelumnya mengatakan bahwa petani Karo
bergantung dengan Beru Dayang yang
disebutkan dengan jelmaan dibata atau dewa atau disebut sebagai dewi padi. Hal ini yang mempengaruhi pemahaman
masyarakat Karo dalam kehidupanya sepanjang hari dan turut dalam ritual yang
berbau magi. Namun seiring dengan berkembangnya Injil bagi masyarakat Karo.
GBKP sangat berperan aktif dalam mewartakan bahwa Allahlah yang memelihara
kehidupan manusia dan Dialah Allah yang mau disembah dan Dipuji. Sehingga
tampak jelas budaya lama telah ditinggalkan akibat terang Injil. Semoga seminar
ini menambah pemahaman kita mengenai pemeliharaan Allah bagi kita semua. Lebih
dan kurangnya saya ucapkan terima kasih.
IV.
Daftar Pustaka
Abineno, J.L. Ch., Aku Percaya Kepada Allah, Jakarta: BPK-GM, 1983.
Baxter, J. S., Menggali
Isi Alkitab I, Jakarta: YKBK/OMF,
1997.
Bridges Jerry, Berserah
Kepada Tuhan Jakarta : BPK-GM, 2000.
Buku Katekisasi Gereja Batak Karo Protestan. Moderamen
GBKP, Kabanjahe, 2007.
Calvin, Yohanes, Institutio,
Jakarta: BPK-GM, 2009.
Dillon, Jhon M. & David Noel Freedman (ed.), The Anchor Bible Dictionary, Vol. V,
New York: Doubleday, 1992.
Douglas, J.D., Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini Jilid II, Jakara: YKBK/OMF, 1997.
Drewes, Barend F.,
Teologi Bencana: Tsunami Dan Allah Pencipta, Makasar: OASE Intim, 2006.
Eichrodt, Walther, Theology of Old Testament Vol.II, London: SCM Press LTD, 1967.
End, Th. Van den,
Enam Belas Dokumen Dasar
Calvinisme, Jakarta: BPK-GM, 2000.
Ginting, Sada Kata, Ranan Adat, Jakarta: Merga Silima, 1996.
Gintings, E.P., Agama Suku (Agama Primitif dan Agama
Batak Kuno), Bandung: Jurnal Info Media, 2009.
Heim, Karl, Gaube Und Denke, Hamburg: Furche, 1931.
Keren, Philip Van, Dewi Sri dan Kristus, Jakarta:
BPK-GM, 1994.
Lempp, W., Tafsiran
Kejadian 12: 4-25: 18, Jakarta: BPK-GM, 1998.
Manser, Marthin H. & Fergus
McGauran, Oxford Leaner’s Pocket
Dictionary, New York: Oxford University Prees, 1998.
Manurung Kaleb, “Providentia Dalam Perspektif
Dogmatika Kristen” dalam Jurnal Teologi
Tabernakel STT Abdi Sabda Medan Edisi XVI : Providentia.
Maoule, C. F. D. & George Arthur Buttrick, The Interprete’s Dictionary Of The Bible,
New York: Abingdon Press, 1962.
GBKP Moderamen, Tata Gereja GBKP 2005-2015,
Kabanjahe: Moderamen GBKP. 2005
Munthe, A., Kata
–Kata Sulit Teologia, Yogyakarta: Taman Pustaka, 1993.
Munthe, Pardomuan Dalam Jurnal Teologi Tabernakel
STT Abdi Sabda Medan, Fenomena Alam Dan
Pernyataan Allah, Medan: CV. Putra Mandiri, 2011.
Niftrik, G. C. Van & B. J. Boland, Dogmatika Masa Kini, Jakarta : BPK
Gunung Mulia, 2010.
Panitia Kongres Kebudayaan Karo, Sejarah Suku Karo Kabanjahe, tp, tt.
Pedersen, Paul. B., Darah Batak dan Jiwa Protestan, Jakarta: BPK-GM, 1975.
Poerwaderminta, W.J.S., Kamusa Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1987.
Prins,t Darman, Adat
Karo, Medan: Bina Media Perintis, 2012.
PKPW
GBKP, Dikembangkan Untuk Mengembangkan, Jakarta: Pustaka Sora Mido, 2004.
Saragih, Agus Jetron, Exegese Naratif: Ulasan Teoritis dan Praktis Sebagai Metode Tafsir Post
Modernisme, Medan: P3M STT Abdi Sabda Medan, 2006.
Sauer, G., to keep, to guard (smr), dalam Theological Lexicon of The Old Testament, USA:
Hendrikson Publishers, 1997.
Soedarmo, R., Kamus Istilah Teologi, Jakarta:
BPK-GM, 2014.
Vetter, D., to See, dalam Theological Lexicon of the Old Testament Vol. III, USA: Hendrikson
Publisher, 1997.
Sumber
Internet
http://karosiadi.blogspot.co.id/p/menanti-permata-hijau-karo-kembali.html.
Sumber Wawancara
Wawancara Dengan Bp Fetra Sembiring Kembaren di Desa
Salit Simalem kec Tigapanah tanggal 19 Maret 2016.
Wawancara Dengan Imanuel Tarigan di Desa Paribun
Kecamatan Barus jahe, Tanggal 19 Maret 2016.
wawancara Dengan Iting Kandar br Ginting di Desa Salit
Simalem Kecamatan TigaPanah.Tanggal 21 Maret 2016.
Wawancara Dengan Nd Fetra Br Karo di Desa Salit
Simalem kec Tigapanah. Tanggal 19 Maret 2016.
Wawancara Dengan Nuraini Br Sembiring di Desa
Paribun Kecamatan Barus Jahe, Tanggal 19 Maret 2016.
[1] Marthin H. Manser & Fergus
McGauran, Oxford Leaner’s Pocket
Dictionary, (New York: Oxford University Prees, 1998), 332
[2] G. C. Van Niftrik & B. J.
Boland, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta
: BPK Gunung Mulia, 2010), 172
[3] J. S. Baxter, Menggali Isi Alkitab I, ( Jakarta:
YKBK/OMF, 1997), 479
[4] Kata ini sering dikaitkan dengan
kata lain untuk menerangkan tentang Allah, seperti Deus Absconditus artinya
Allah yang tersembunyi (Yes 45:15); Deus Revelatus, artinya Allah yang
menampakkan diri. Lih. A. Munthe, Kata
–Kata Sulit Teologia, (Yogyakarta: Taman Pustaka, 1993), 13
[5] W.J.S. Poerwaderminta, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1987), 726-727
[6] Barend F. Drewes, Teologi Bencana: Tsunami Dan Allah
Pencipta, (Makasar: OASE Intim, 2006), 114
[7] W. Lempp, Tafsiran Kejadian 12: 4-25: 18, (Jakarta: BPK-GM, 1998), 273
[8] J.D. Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II,
(Jakara: YKBK/OMF, 1997), 238
[9] Walther Eichrodt, Theology of Old Testament Vol.II,
(London: SCM Press LTD, 1967), 168
[10] Kata ini disamakan dengan kata natsar yaitu menjaga (seperti pengawal,
bnd Kej 4:9; 2 Sam 26:15; 19:11; 28:2; 1 Raja20:39, seluruh objeknya adalah
orang). Istilah ini juga dipakai untuk hal lain, misalnya: menjaga mulut (Mik
7:5; Am 14:3; 21:23), tangan (Yes 56:2), binatang (Domba Kel 21:29,36), taman
(Kej 2:15; 3:24). Kata ini juga dipakai dalam berbagai bentuk khususnya yang
menyangkut tugas penjagaan, pengawalan dan juga termasuk dalam istilah militer.
Tugas penjagaan juga dilakukan terhadap hal-hal yang dianggap suci seperti
hukum-hukum, kekudusan ibadah dan tabut perjanjian.
[11]
G. Sauer, to
keep, to guard (smr), dalam Theological
Lexicon of The Old Testament, (USA: Hendrikson Publishers, 1997), 1380-1382
[12] D. Vetter, to See, dalam Theological Lexicon of the Old Testament
Vol. III, (USA: Hendrikson Publisher, 1997), 1180
[13] Agus Jetron Saragih, Exegese Naratif: Ulasan Teoritis dan Praktis
Sebagai Metode Tafsir Post Modernisme, (Medan: P3M STT Abdi Sabda Medan,
2006), 92
[14] C. F. D. Maoule & George
Arthur Buttrick, The Interprete’s
Dictionary Of The Bible, (New York: Abingdon Press, 1962), 940
[15] Jhon M. Dillon & David Noel
Freedman (ed.), The Anchor Bible
Dictionary, Vol. V, (New York: Doubleday, 1992), 520
[16] J.L. Ch. Abineno, Aku Percaya Kepada Allah, (Jakarta:
BPK-GM, 1983), 28
[17] Karl Heim, Gaube Und Denke, (Hamburg: Furche, 1931), 230
[18] Yohanes calvin, Institutio, (Jakarta: BPK-GM, 2009), 51
[19] Th. Van den End, Enam
Belas Dokumen Dasar Calvinisme,
(Jakarta: BPK-GM, 2000), 208
[20] Paul. B. Pedersen, Darah Batak dan Jiwa Protestan,
(Jakarta: BPK-GM, 1975), 125
[21]
http://karosiadi.blogspot.co.id/p/menanti-permata-hijau-karo-kembali.html
[22] PKPW GBKP, Dikembangkan Untuk
Mengembangkan, (Jakarta: Pustaka Sora Mido, 2004), 30
[23] Buku Katekisasi Gereja Batak
Karo Protestan. (Moderamen GBKP, Kabanjahe, 2007), 2
[24] Panitia Kongres Kebudayaan Karo,
Sejarah Suku Karo (Kabanjahe, tp,
tt), 53.
[25] E.P. Gintings, Agama Suku (Agama
Primitif dan Agama Batak Kuno), (Bandung: Jurnal Info Media, 2009), 85
(bandingkan dengan cerita mitos Jawa tentang Dewi Sri yang melambangkan roh
padi bagi suku Jawa. Kita bisa nelihat cerita Dewi Sri dan pasangannya Sadono
(wisnu) dimana perkawinanya mereka berkaitan juga dengan kehidupan manusia
dengan padi. Philip Van Kkeren, Dewi Sri dan Kristus, (Jakarta: BPK-GM, 1994),
16).
[26] Wawancara Dengan Bp Fetra
Sembiring Kembaren di Desa Salit Simalem kec Tigapanah, beliau sudah berumur 72
Tahun dan ketika masih muda sering mengikuti praktek dalam ritual
tersebut. Tanggal 20 Mei 20016
[27] Sada Kata Ginting, Ranan Adat, (Jakarta: Merga Silima,
1996), 63-67.
[28] Hasil wawancara dengan Iting
Kandar br Ginting di Desa Salit Simalem Kecamatan TigaPanah. Beliau telah
berumur 87 tahun.
[29] Darman Prinst, Adat Karo, (Medan: Bina Media Perintis,
2012), 229
[30] Wawancara Dengan Nuraini Br
Sembiring di Desa Paribun Kecamatan Barus Jahe, Tanggal 19 Maret 2016
[31] Wawancara dengan Nd Fetra Br
Karo di Desa Salit Simalem kec Tigapanah. Beliau juga sudah merasakan
pergeseran makna pemeliharan Beru Dayang dan Allah. Beliau mengatakan bahwa
dahulu pemahan itu yang ditularkan turun temurun oleh orangtua sehingga kita
harus melakukannya. Dalam prakteknya disebutkan bahwa sangat capek dan banyak
sekali peraturan yang harus kita kerjakan. Padahal hasil belum tentu memadai
dan seperti yang kita inginkan.
[32] R. Soedarmo, Kamus Istilah
Teologi, (Jakarta: BPK-GM, 2014), 76
[33] G. C. Van Niftrik & B. J. Boland,
Dogmatika Masa Kini, 177
[34] Jurnal Teologi Tabernakel STT
Abdi Sabda Medan, Fenomena Alam Dan
Pernyataan Allah, (Medan: CV. Putra Mandiri, 2011),23-24
[35] Kaleb Manurung, “Providentia
Dalam Perspektif Dogmatika Kristen” dalam Jurnal
Teologi Tabernakel STT Abdi Sabda Medan Edisi XVI : Providentia,87
[36] G. C. Van Niftrik & B. J.
Boland, Dogmatika Masa Kini, 173
[37] Edward W. A. Koehler, Intisari Ajaran Kristen (Pematangsiantar
: Akademi Lutheran Indonesia (ALI), 2012), 40
[38] Buku Katekisasi Gereja Batak
Karo Protestan, 3-4
[39] Moderamen GBKP, Tata Gereja GBKP
2005-2015, (Kabanjahe: Moderamen GBKP. 2005), 136-137
[40] S.K. Ginting Suka, Ranan Adat,
hlm. 63
[41] Darwin Prinst, Adat Karo,
Medan: Bina Media Perintis, 2004, hlm. 226-227
[42] Sada Kata Ginting, Adat Kekerabatan
Karo dan Iman Kristen, Op. Cit, hlm. 20. Dalam sidang sinode GBKP tahun
2010, perayaan kerja tahun dalam suku Karo perlu ditransformasi jadi perayaan
iman orang Kristen, untuk memberikan inspirasi kepada jemaat, runggun, klasis.
Kegiatan yang dilakukan membuat kebaktian raya maupun membuat perlombaan ndurung,
nasakken rires, manuk tasak telu, cimpa, dsb. Ada beragam
pendapat yang dilontarkan dalam pendapat tentang perayaan kebaktian kerja tahun
yang dilakukan secara sinodal ini. Perayaan kerja tahun dalam suku Karo perlu
ditransformasi menjadi perayaan iman orang Kristen dengan mengadakan pengelayasi
dari Moderamen. (Notulen Sidang Sinode GBKP Tahun 2010, t.p, t.th)
[43] E.P. Gintings, Religi Kar,
hlm. 182
[44] Moderamen GBKP, Tata Gereja
GBKP, 89
[45]
Wawancara Dengan Nuraini Br Sembiring di Desa Paribun Kecamatan Barus
Jahe, Tanggal 19 Maret 2016
[46]
Kegiatan ini sudah dilakukan oleh masyarakat Desa Salit Simalem
kecamatan Tigapanah. Dimana Penulis sendiri telah menyeksikan secara langsung
acara tersebut. Dalam gereja juga berberapa kali telah diwartakan dalam gereja
supaya semua warga jemaat ikut serta dalam pelaksanaanya.
[47] Hasil Wawancara dengan Imanuel
Tarigan di Desa Paribun Kecamatan Barus jahe, Tanggal 19 Mei 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar